Mohon tunggu...
Angelia Yulita
Angelia Yulita Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru

Penikmat matematika, buku, dan kopi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sudah Ulang Tahun Berapa Kali Tahun Ini?

5 Juni 2020   18:28 Diperbarui: 5 Juni 2020   19:55 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun mungkin saja Tuhan sengaja menempatkan aku dalam situasi tersebut karena saat menyemangati orang lain, aku sebenarnya sedang menyemangati diri sendiri. Nyatanya memberi motivasi itu ibarat bermain bumerang: ia kembali padamu. Buktinya saja aku mulai menulis. 

Ide yang sempat terkubur kembali bernyawa. Lebih baik bahkan karena kini ia bernapas, berjalan-jalan di benak para pembaca tulisanku. Hari ketika aku kembali menulis adalah hari ulang tahunku yang lain. 

Selanjutnya jika satu lilin sudah menyala, cukup mudah menyalakan lilin lainnya. Aku mulai merancang hari ulang tahun yang baru lagi.

Berkarya itu mudah ketika kita bukan siapa-siapa. Tidak ada panggung, tidak ada penonton. Tidak ada beban dan ekspektasi tak bernalar dari orang lain. Kita bebas membuat kesalahan demi kesalahan yang menuntun pada orisinalitas karya. 

Seorang bayi tidak pernah merasa malu belajar berjalan meski kerap kali jatuh. Ia bertelinga tapi tuli pada opini yang menjatuhkan dari orang lain. Lalu mulailah ketika ia sekolah dan segala macam standar ditetapkan. 

Murid yang sudah berhasil mendapat nilai sempurna akan lebih stres menghadapi ujian berikutnya. Ia sudah terlanjur dilabel. Sekali dipuji "pintar!", ia ingin dipuji lagi. Di pundaknya ada banyak harapan dibebankan. 

Murid lain yang nilainya selalu biasa saja tertawa. Hidup lebih mudah karena tidak ada yang berharap apapun padanya. Celakanya, terpatri pula dalam benaknya untuk tidak pernah berkarya.

Masih menjadi suatu misteri bagaimana supaya kita bisa punya mental yang tangguh: berkarya dengan ambisius tapi merdeka. Tidak ada rumusan yang pakem dalam hal ini. Bukan sepenuhnya salah kita karena masyarakat seringkali menuntut. 

Ketika belum pernah ada yang melihat hasil gambarku, aku bebas menggambar di tempat umum. Orang yang lalu lalang akan melengos saja karena proses berkarya yang seringkali terlihat carut marut. Tidak menarik. 

Kemudian setelah hasil akhir ditampilkan dan aku mendapat pengakuan, aku tidak lagi nyaman berkarya di mana saja. Orang akan memperhatikan aku menggambar. 

Mereka mengharapkan goresan-goresan pensil yang menjadikan sketsa kasar menjadi hidup. Aku terbeban. Aku mengunci diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun