Sebenarnya di hari-hari lain pun anak-anak itu sangat terbatas untuk pergi ke mana-mana. Di hari sekolah, biasanya akan ada mobil dari Konsulat Indonesia yang akan menjemput mereka. Kemudian setelah jam sekolah selesai, mereka akan diantar kembali dengan mobil itu.
Aku sungguh kagum melihat bagaimana komitmen para pejabat di sana untuk memastikan keamanan anak-anak itu. Padahal rasaku, mereka bisa saja tidak mau ambil pusing.
Tetapi nyatanya, di dalam konsulat disediakan kelas-kelas untuk menampung anak-anak dari kelas 1 SD sampai kelas 9. Ada pula lapangan, perpustakaan dan ruang komputer. Anak-anak itu bersekolah gratis dan diberikan seragam juga. Benar-benar layaknya sekolah!
Namun oleh karena suatu hal yang tidak bisa aku tuliskan di sini, tempat itu tidak dinamakan sekolah, melainkan Indonesian Community Centre (ICC) Johor Bahru.
Tetapi tentu saja bagi orang dalam dan kami yang relawan di sana, tempat itu kami sebut SIJB (Sekolah Indonesia Johor Bahru).
Di SIJB ini memang kelas-kelasnya tidak banyak sehingga harus dipakai bergantian. Ada anak-anak yang mendapat kelas pagi, ada juga yang siang.
Ukuran kelasnya pun tidak besar namun nyaman dan ber-AC. Cukup layak sebagai tempat belajar meskipun jangan dibandingkan dengan dinding kokoh sekolah besar di Jakarta. Para gurunya pun tidak banyak.
Tapi jangan lihat jumlahnya, lihat kualitas dan komitmen mereka! Mereka adalah guru-guru dengan latar belakang luar biasa. Mereka bisa bekerja dengan karier dan penghasilan yang jauh lebih cemerlang.
Tetapi mereka memilih mengabdi untuk mengajar anak-anak TKI itu. Tanpa mereka, tanpa konsulat yang menyediakan wadah dan perlindungan, entah bagaimana nasib kawan-kawan kecil kita di sana.
Di hari Minggu malam, kami relawan merapat lagi untuk diskusi terakhir sebelum pelaksanan kegiatan mengajar. Aku sudah membeli bahan-bahan untuk percobaan sains di kelas, termasuk beberapa topik untuk mengenalkan ilmuwan-ilmuwan Indonesia yang mumpuni pada mereka.