Mohon tunggu...
Angela Putri Apriliani
Angela Putri Apriliani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Money

Kenaikan Harga Komoditi Pangan Apakah Akan Memicu Tingginya Laju Inflasi?

27 Januari 2022   23:15 Diperbarui: 27 Januari 2022   23:29 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pemerintah Soekarno mengumumkan Rencana Kedelapan 1960 selama waktu itu, dengan tujuan membuat negara ini swasembada pangan (khususnya beras), sandang, dan kebutuhan pokok dalam waktu tiga tahun. Lima tahun ke depan diharapkan menjadi periode swasembada. Akibat utang dan inflasi pada 1960-an, ekonomi Indonesia dengan cepat memburuk, dan ekspor anjlok. Perolehan devisa sektor perkebunan menurun dari USD 442 juta pada tahun 1958 menjadi USD 330 juta pada tahun 1966. Karena mudahnya pemerintah menghasilkan uang untuk melunasi hutang dan mendanai proyek, inflasi mencapai sekitar 100% (year-on-year) antara tahun 1962-1965. -proyek besar (seperti pembangunan Monas). 

Pendapatan per kapita Indonesia anjlok (terutama pada tahun 1962-1963). Sementara itu, bantuan luar negeri yang sangat dibutuhkan berhenti mengalir setelah Sukarno menolak dukungan AS dan diusir dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akibat masuknya Malaysia sebagai negara anggota PBB (Indonesia pernah menentang pembentukan Malaysia pada 1963). Soekarno di sisi lain, memperkuat hubungan dengan Republik Rakyat Cina dan Korea Utara.

Rencana Delapan Tahun 1960 dihentikan pada tahun 1964 karena ekonomi yang memburuk dan ambisi yang tidak berkelanjutan. Faktanya, karena hiperinflasi, sumber daya pajak yang terbatas, dan pelarian dari aset keuangan ke aset riil, ekonomi jatuh bebas. Sebagian besar anggaran pemerintah dihabiskan oleh politik konfrontasi yang mahal dengan Malaysia. Namun karena pemerintah terus mencetak uang, hiperinflasi tak terhindarkan, dan pada 13 Desember 1965, pemerintah menurunkan nilai uang dari 1000 menjadi 1 rupiah. 

Perbankan nasional, terutama yang telah menyetor tambahan modal, mengalami kemunduran besar akibat strategi ini, karena modal mereka berkurang drastis dalam sekejap. Simpanan klien perbankan juga turun 1/1000. Semua tindakan untuk menurunkan nilai uang ini gagal mengurangi inflasi, dan harga terus naik, mengakibatkan hiperinflasi.

Kondisi Akhir tahun 2021 yang akan terlihat peningkatan harga komoditas pasar.

Pada Awal bulan desember 2021 hampir seluruh komoditi pangan mengalami lonjakan kenaikan harga yang cukup drastis, hal tersebut dikarenakan mendekati awal tahun baru juga natal. Bisa dikatakan tiap tahunnya setiap menjelang tahun baru natal komoditi pangan selalu mengalami kenaikan harga yang diakibatkan karena banyaknya permintaan terhadap barang pangan. 

Menurut kondisi pasar barang yang mengalami kenaikan yakni Telur ayam ras/negri , cabai, bawang merah, bawang putih, dan minyak goreng. Diantara semua itu harga minyak lah yg paling mendominasi karena semenjak adanya kenaikan sampai sekarang pun harganya tetap tinggi belum ada penurunan sehingga banyak yang mengeluh namun petani sawit bisa dikatakan mendulang untung.

Harga cabai rawit, misalnya, naik 85,98 persen (mtm) pada Desember 2021, memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,11 persen. Manufaktur yang belum optimal menyebabkan harga cabai rawit naik, sehingga pasokan terbatas di tengah meningkatnya permintaan masyarakat akibat pelonggaran PPKM di berbagai daerah. Serangan hama patek di wilayah Garut, banjir di Pontianak, dan berakhirnya masa panen di beberapa bagian sentra penghasil cabai rawit semuanya berkontribusi terhadap produksi yang tidak memuaskan. 

Selain itu, komoditas lain seperti minyak goreng berperan cukup besar dalam memberikan sumbangan inflasi nasional pada Desember 2021. Total sumbangan minyak goreng terhadap inflasi umum tahun 2021 adalah sebesar 0,31%. Harga minyak goreng naik 46,32 persen sejak Juli 2020. Per 31 Desember 2021, harga minyak goreng naik menjadi Rp19.900,00/liter, menurut statistik Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS). Kenaikan harga tidak hanya berlaku untuk minyak goreng kemasan tetapi juga minyak goreng curah yang dijual dalam kemasan plastik bening.

Herman Khaeron, Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Demokrat, menjelaskan kenaikan harga minyak goreng kemasan karena tren kenaikan harga berbagai barang, khususnya minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO). Tanggung jawab Badan Pangan Nasional dalam menjaga stabilitas harga minyak goreng kemasan, baik di tingkat konsumen maupun produsen, sangat penting saat ini. Hingga saat ini, upaya pemerintah untuk menetapkan harga minyak goreng masih terbatas pada operasi pasar pada waktu-waktu tertentu. Terjadinya kenaikan harga minyak goreng yang sangat melambung tinggi banyak dikeluhkan oleh sektor - sektor industri makanan, para pedagang terlebih lagi para konsumen rumah tangga seperti ibu rumah tangga.

Dengan kenaikan harga yang terjadi hampir bersamaan ini banyak para pedagang yang mungkin hanya mendulang untung sedikit bahkan kadang ada yang tidak untung, Contoh saja seperti pedagang martabak telur yang pada kondisi saat  harga telur ayam melonjak mengalami kenaikan ternyata harga minyak juga melonjak drastis sehingga biaya produksi jadi lebih tinggi daripada harga jual, dan disitu pula pedagang dilanda dilema karena jika mereka menaikkan harga jual maka konsumen cenderung sedikit namun jika mereka tidak menaikkan harga jual otomatis juga para pedagang ini hanya mendapatkan untung yang hanya sedikit atau bahkan tidak sama sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun