Pada era globalisasi ini kita mengetahui bahwa banyak hal pada aspek kehidupan mengalami perkembangan yang sangat pesat, terlebih pada hal teknologinya. Perkembangan ini juga membawa kita kepada peralihan budaya, di mana semua budaya yang ada pada saat ini dapat tercipta melalui dunia digital.
Hall (1997, h. 1) menyatakan "Culture is about 'shared meanings" di mana memiliki pengertian bahwa budaya merupakan suatu pembagian makna. Hall juga mengatakan bahwa budaya memiliki kaitan dengan bahasa, dengan pengertian lain suatu budaya memakai bahasa untuk membuat suatu budaya tersebut memiliki 'arti' atau 'makna' melalui kata dan kalimat.
Pengertian lainnya dari budaya menurut Hall yaitu budaya yang tercipta dari suatu masyarakat sosial pada umumnya atau suatu kelompok. Dengan pengertian lain bahwa pada dasarnya budaya dan masyarakat merupakan kedua hal yang sama pentingnya dan tidak terpisahkan.
Masyarakat dapat membawa suatu identitas dari suatu budaya dan masyarakat juga yang membuat identitas dari suatu budaya tersebut dapat dipergunakan.
Circuit of Cultural
Seperti yang sudah saya saya bahas sebelumnya bahwa masyarakat membawa identitas suatu budaya dan menciptakan konsumsi dari identitas budaya tersebut.
Dalam gambar sirkuit di atas, Du Gay (1997, h.4) mengatakan bahwa dari mana pun kalian memulai, semua elemen dalam sirkuit budaya tersebut tetap terhubung. Seperti contohnya, representasi menjadi elemen selanjutnya dari bagaimana suatu identitas dikontruksi.
Dalam sirkuit budaya yang dikemukakan oleh Du Gay terdapat elemen representasi, identitas, produksi, konsumsi, dan regulasi. Namun pada pembahasan kali ini, kita akan memfokuskan hanya kepada elemen identitas dan konsumsi yang akan diterapkan terhadap salah satu artefak budaya Indonesia yaitu kebaya.
Mengenal Identitas Kebaya
Jika mendengar kata 'kebaya' maka yang pertama kali terlintas dalam pikiran kita secara umum adalah pakaian atau busana wanita yang identik dengan budaya Jawa. Namun, pada saat ini kebaya tidak hanya dijadikan sebagai pakaian budaya wanita Jawa saja tetapi pakaian wanita budaya Indonesia.
Tidak seperti pada zaman dahulu, kebaya memiliki satu model sederhana yang dipadukan dengan kemben, stagen, dan kain panjang yang biasanya bercorak batik. Pada zaman sekarang kebaya memiliki berbagai macam model yang sudah jauh berbeda dengan zaman dahulu.
Eicher (dalam Trismaya, 2018) mengatakan bahwa pakaian dapat dijadikan sebagai sistem komunikasi yang efektif dalam mewakili personal dan identitas sosial juga kultural. Selain itu Eicher juga menganalisa bahwa pakaian sebagai bagian terbesar dari konfigurasi perilaku manusia dalam waktu dan tempat, di mana secara spesifik budaya dan keberagaman memberi kontribusi secara antropologis dalam menganalisi makna dari pakaian tersebut.
Melalui pengertian tersebut kita dapat melihat bahwa identitas yang dimiliki kebaya tidak hanya sekedar pakaian wanita saja tetapi juga budaya Indonesia. Dan melalui identitas tersebut munculah suatu konstruksi dari identitas kebaya yang dijadikan sebagai konsumsi.
Pada zaman dahulu kebaya digunakan oleh wanita dari kaum bangsawan hingga rakyat biasa. Kebaya merupakan pakaian sehari-hari dan beberapa acara tertentu, yang kemudian selama penjajahan Belanda peralihan budaya terjadi yaitu ketika kebaya hanya digunakan pada saat acara penting-penting saja.
Peralihan budaya konsumsi pada kebaya yang awalnya dipakai untuk pakaian sehari-hari hingga hanya dipakai pada saat acara-acara tertentu saja berlanjut sampai saat ini.
Dengan perkembangan digital yang ada pada saat ini, dapat kita manfaatkan sebagai pelestarian salah satu budaya yang ada di Indonesia. Memperkenalkan kebudayaan yang ada di Indonesia ke panca Internasional, seperti kebaya.
Maka dari itu dengan adanya suatu kontruksi dari konsumen menjadikan identitas yang dimiliki kebaya sebagai pakaian budaya, berlanjut sebagai konsumsi bagi bangsa Indonesia karena bisa untuk melestarikan budaya dari kebaya itu sendiri.
Daftar Pustaka :
Trismaya, N. (2018). Kebaya dan Perempuan: Sebuah Narasi Tentang Identitas. Jurnal Senirupa Warna, 6(2), h. 151-159.Â
Du Gay, P., Hall, S., Janes, L., Mackay, H. & Negus, K. (1997). Doing cultural studies: The story of the Sony Walkman. London: Sage Publication. Diakses dari UAJY
Hall, S. (1997). Representation: Cultural representations and signifying practices. London: Sage Publications. Diakses dari UAJY
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H