Dosen : Dr. Slamet Pribadi, S.H, M.H
Mata Kuliah  : Hukum MasyarakatÂ
Universitas Kristen Indonesia, Fakultas Hukum
Analisis Sengketa Tanah di Masyarakat Daerah Jakarta Timur
Oleh Angel Veronika
Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia
ABSTRAK
Permasalahan sengketa tanah tanpa sertifikat tanah merupakan permasalahan hukum yang sering terjadi di dalam masyarakat. Permasalahan ini timbul akibat tidak jelasnya status kekuasaan atas tanah yang tidak tercatat atau bersertifikat, yang dapat disebabkan oleh tidak adanya sertifikat tanah, tumpang tindih klaim, atau warisan yang tidak sah. Permasalahan sengketa tanah tanpa sertifikat tanah seringkali muncul akibat ketidakjelasan kekuatan hukum. Banyak pemilik lahan yang tidak memiliki sertifikat tanah sehingga menyebabkan konflik antar individu, keluarga, dan komunitas. Permasalahan sengketa tanah tanpa sertifikat tanah mempersulit proses perjanjian karena mengurangi kepastian legal standing dan mempersulit penguatan kekuatan hukum. Hal ini dapat menimbulkan kontroversi yang terjadi dan berdampak terhadap masyarakat, dan kemungkinan penyelesaiannya. Eksplorasi menunjukkan bahwa ketidakjelasan batas lahan, lemahnya penegakan hukum, dan lemahnya kesadaran hukum masyarakat menjadi faktor utama timbulnya kontroversi. Sedikit demi sedikit, permasalahan sengketa tanah tanpa sertifikat tanah juga berdampak buruk terhadap hubungan sosial masyarakat, menghambat pembangunan, dan menimbulkan tuntutan hukum. Eksplorasi ini menyoroti pentingnya keringat pemerintah dan masyarakat dalam mencapai hasil yang komprehensif untuk menyelesaikan permasalahan sengketa tanah tanpa sertifikat tanah  di daerah Jakarta Timur.Â
PENDAHULUANÂ
Sebagai sumber daya alam yang terbatas tanah memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia, Â tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai sumber mata pencaharian dan aset yang berharga. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomi, sosial, dan budaya yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, perlindungan terhadap hak atas tanah menjadi isu yang krusial dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.Â
Dalam konteks hukum agraria di Indonesia, tanah memiliki peran sentral yang diatur secara ketat melalui berbagai regulasi yang bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penggunaannya. Di Indonesia, pengaturan hukum mengenai tanah merupakan elemen kunci dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan negara, masyarakat, dan individu. Pasal Sengketa tanah khususnya di kawasan metropolitan yang padat penduduk merupakan salah satu isu krusial yang terus berlanjut seiring dengan pesatnya perkembangan kota dan kebutuhan lahan untuk berbagai proyek pembangunan.Â
Permasalahan agraria yang dihadapi di wilayah perkotaan sebagai salah satu kawasan strategis di daerah Jakarta Timur, menjadi sasaran pengembangan infrastruktur dan perumahan, yang berdampak langsung pada dinamika kepemilikan dan penguasaan tanah. Salah satu penyebab utama sengketa tanah di wilayah ini adalah masalah ketidakpastian status hukum kepemilikan tanah, yang disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk tumpang tindih sertifikat, hak ulayat yang belum teridentifikasi dengan baik, serta persoalan historis terkait redistribusi tanah. Hal ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam permasalahan sengketa tanah tanpa sertifikat di daerah Jakarta Timur, dengan menelaah faktor-faktor penyebabnya. Fokus utama adalah pada bagaimana masyarakat tanpa sertifikat tanah  dapat melindungi hak mereka atas tanah dan bagaimana hukum dapat berperan dalam menciptakan keadilan dalam kasus sengketa tanah tanpa sertifikat di wilayah tersebut.
PENGERTIAN SENGKETA TANAH TANPA SERTIFIKAT TANAH Â
Sengketa tanah adalah perselisihan yang timbul antara dua pihak atau lebih terkait dengan klaim kepemilikan, penggunaan, batas, atau hak atas tanah. Sengketa tanah sering terjadi akibat keterbatasan akses terhadap sertifikasi tanah, serta peningkatan permintaan tanah akibat pertumbuhan infrastruktur dan urbanisasi.Â
Sengketa tanah tanpa sertifikat yang merujuk pada konflik karena pemilik tanah tidak memiliki dokumen legal yang membuktikan hak kepemilikan secara resmi. Sengketa tanah yang terjadi tanpa adanya sertifikat tanah menghadirkan tantangan yang kompleks. Sertifikat tanah merupakan bukti hukum yang penting dalam menetapkan status kepemilikan suatu lahan. Kekuatan Sertifikat tanah yaitu di mana setiap hak atas tanah yang bersertifikat dan dikuasai oleh seseorang atau badan hukum, maka bagi pemegang haknya merupakan tanda bukti hak yang menurut Undang- undang Pokok Agraria berlaku sebagai alat bukti yang kuat. Tujuan penelitian Untuk mengetahui kekuatan pembuktian sertifikat hak atas tanah dalam sengketa tanah. (Abdul Mutalib Saranani, 2022). Tanah tanpa sertifikat seringkali merupakan tanah yang diwariskan secara turun-temurun atau yang diperoleh melalui transaksi informal yang tidak didaftarkan secara formal di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dalam sistem hukum Indonesia, tanah dan hak atas tanah diatur oleh beberapa regulasi utama yang menjadi pedoman dalam penyelesaian sengketa tanah. Beberapa undang-undang dan pasal yang relevan dengan sengketa tanah tanpa sertifikat di daerah Jakarta Timur meliputi :
Hak atas tanah tanpa sertifikat menurut daluwarsa dalam pasal 1963 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : Tanah yang telah diduduki oleh seseorang tanpa adanya sertifikat sebagai alat bukti yang kuat, dapat memperoleh hak miliknya atas tanah tersebut dikarenakan daluwarsa atau lampaunya waktu (Putri Gracia Lempoy, 2017).Â
Pasal 1963 KUHPerdata dan bagaimana hak atas tanah tanpa sertifikat menurut daluwarsa dalam pasal 1963 KUH Perdata :Â
Peralihan hak atas tanah tanpa sertifikat dapat melalui daluwarsa, dimana cara tersebut tidak membutuhkan sertifikat sebagai alat bukti yang kuat, namun pihak tergugat dalam suatu sengketa tanah dapat menunjukkan bahwa dirinya telah mengusahakan dan mengolah tanah tersebut dengan baik selama dua puluh sampai tiga puluh tahun.
Hak atas tanah tanpa sertifikat menurut daluwarsa dalam pasal 1963 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menyebut bahwa suatu tanah yang telah diduduki oleh seseorang tanpa adanya sertifikat sebagai alat bukti yang kuat, dapat memperoleh hak miliknya atas tanah tersebut dikarenakan daluwarsa atau lampaunya waktu (Putri Gracia Lempoy, 2017).Â
PERAN MASYARAKAT DALAM SENGKETA TANAH TANPA SERTIFIKAT DI DAERAH JAKARTA TIMUR
Dalam konteks sengketa tanah tanpa sertifikat, masyarakat memiliki peran penting dalam mempengaruhi jalannya sengketa dan penyelesaiannya. Peran masyarakat ini bisa bersifat positif, seperti mediasi atau pencarian solusi alternatif, maupun negatif. Â Banyak warga yang mengklaim hak atas tanah berdasarkan penguasaan turun-temurun atau hasil transaksi jual beli yang tidak didukung oleh sertifikat resmi. Tanah tersebut bisa diwariskan dari generasi ke generasi atau diperoleh melalui transaksi yang hanya didokumentasikan dengan bukti nonformal seperti kuitansi atau akta di bawah tangan. Warga yang tinggal di daerah Jakarta Timur sering kali merasa bahwa penguasaan fisik tanah selama bertahun-tahun sudah cukup menjadi bukti kepemilikan mereka, meskipun secara hukum formal tidak demikian. Dalam hal ini, masyarakat berperan sebagai pelaku yang secara aktif mengklaim hak atas tanah dan mempertahankannya. Musyawarah atau penyelesaian sengketa secara adat masih dihormati sebagai cara alternatif untuk menyelesaikan masalah tanah. Dalam musyawarah ini, tokoh masyarakat, seperti ketua RT/RW menjadi mediator yang mencoba menengahi sengketa. Mereka berperan untuk menjaga agar proses penyelesaian berlangsung dengan damai dan menghindari konflik yang lebih besar, dengan penyelesaian melalui musyawarah dapat membuat proses penyelesaian sengketa tanah tanpa adanya sertifikat tanah lebih fleksibel dan dapat dilakukan tanpa biaya besar, berbeda dengan proses pengadilan formal yang memerlukan waktu lama dan biaya. Musyawarah bersifat partisipatif, semua pihak yang terlibat memiliki kesempatan untuk menyampaikan pandangan dan kepentingan mereka secara langsung, sehingga kesepakatan yang dicapai cenderung lebih diterima oleh semua pihak.Â
KESIMPULANÂ
Penyelesaian  sengketa  tanah  dapat dilalui dengan  mediasi  yang diatur  oleh  Peraturan  Menteri  Agraria dan  Tata  Ruang/  Kepala  Badan  Pertanahan  Nasional  Republik  Indonesia  Nomor  11 Tahun 2016 pasal 6 hingga pasal 42 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan. Kantor Pertanahan  yang  memiliki  tugas menyelenggarakan  urusan  pemerintahan  di  bidang Agraria atau pertanahan dan berwenang dalam menyelesaikan sengketa tanah sesuai dengan  peraturan  Menteri  Agraria  dan  Tata  Ruang/  Kepala  Badan  Pertanahan Nasional  Republik  Indonesia  Nomor  11  Tahun  2016  tentang  Penyelesaian  Kasus Pertanahan  yaitu  penyelesaian  melalui  mediasi,  dimana  pasal  2  ayat  2  Peraturan Menteri  Agraria  dan  Tata  Ruang/  Kepala  Badan  Pertanahan  Nasional  Republik Indonesia   Nomor   11   tahun   2016   tentang   Penyelesaian   Kasus   Pertanahan Menyebutkan  bahwa  penyelesaian  kasus  Pertanahan  bertujuan  untuk  memeberikan kepastian  hukum  dan  kejadian  mengenai  penguasaan,  pemilikan,  penggunaan,  dan pemanfaatan  tanah.  Prosedur  penyelesaian  sengketa  melalui  mediasi  oleh  BPN dimulai adanya Pihak Penggugat melaporkan gugatan dikantor BPN.Â
Sengketa ini muncul karena tanah yang dimiliki atau dikuasai seseorang belum terdaftar secara resmi di Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau instansi terkait, sehingga tidak memiliki sertifikat hak atas tanah yang sah. Dalam hukum agraria, tanah yang tidak bersertifikat seringkali menjadi sumber konflik di masyarakat karena ketiadaan kepastian hukum atas kepemilikan tanah. Secara hukum, masalah sengketa tanah tanpa sertifikat diatur oleh beberapa undang-undang dan peraturan. Perlunya sertifikat tanah sebagai bentuk pengakuan negara atas hak kepemilikan lahan oleh individu atau badan hukum. Sengketa tanah tanpa sertifikat di daerah Jakarta Timur merupakan masalah yang kompleks dan multidimensional, serta melibatkan aspek hukum, sosial, dan ekonomi. Ketiadaan sertifikat tanah memicu ketidakpastian hukum, memperburuk hubungan sosial antar warga dan membatasi potensi ekonomi pemilik lahan. Penyelesaian sengketa tanah ini memerlukan pendekatan yang holistik, termasuk perbaikan sistem pendaftaran tanah, peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya sertifikasi dan penegakan hukum yang lebih tegas dalam kasus-kasus sengketa tanah. Selain itu, peran pemerintah sangat penting dalam memfasilitasi proses sertifikasi tanah dan memastikan bahwa semua tanah di wilayah tersebut terdaftar secara resmi. Tanpa sertifikat yang sah, konflik terkait kepemilikan tanah akan terus berlanjut sehingga menghambat pembangunan wilayah dan merugikan masyarakat setempat. Selain itu, peran pemerintah sangat penting dalam memfasilitasi proses sertifikasi tanah dan memastikan bahwa semua tanah di wilayah tersebut terdaftar secara resmi.Â
Penyelesaian  sengketa  tanah  dapat dilalui dengan  mediasi  yang diatur  oleh  Peraturan  Menteri  Agraria dan  Tata  Ruang/  Kepala  Badan  Pertanahan  Nasional  Republik  Indonesia  Nomor  11 Tahun 2016 pasal 6 hingga pasal 42 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan. Kantor Pertanahan  yang  memiliki  tugas menyelenggarakan  urusan  pemerintahan  di  bidang Agraria atau pertanahan dan berwenang dalam menyelesaikan sengketa tanah sesuai dengan  peraturan  Menteri  Agraria  dan  Tata  Ruang/  Kepala  Badan  Pertanahan Nasional  Republik  Indonesia  Nomor  11  Tahun  2016  tentang  Penyelesaian  Kasus Pertanahan  yaitu  penyelesaian  melalui  mediasi,  dimana  pasal  2  ayat  2  Peraturan Menteri  Agraria  dan  Tata  Ruang/  Kepala  Badan  Pertanahan  Nasional  Republik Indonesia   Nomor   11   tahun   2016   tentang   Penyelesaian   Kasus   Pertanahan Menyebutkan  bahwa  penyelesaian  kasus  Pertanahan  bertujuan  untuk  memberikan kepastian  hukum  dan  kejadian  mengenai  penguasaan,  pemilikan,  penggunaan,  dan pemanfaatan  tanah.  Prosedur  penyelesaian  sengketa  melalui  mediasi  oleh  BPN dimulai adanya Pihak Penggugat melaporkan gugatan di kantor BPN (Tomy Ary Saputra Siallagan, 2024).Â
DAFTAR PUSTAKAÂ
Lempoy, P. G. (2017). KAJIAN HUKUM HAK ATAS TANAH TANPA KAJIAN HUKUM HAK ATAS TANAH TANPA MENURUT PASAL 1963 KUHPERDATA. Lex Crimen, IV(2).
Saranani, A. M. (2022). TINJAUAN HUKUM TENTANG PEMBUKTIAN SERTIFIKAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH. SIBATIK JOURNAL, 2(3).
Siallagan, T. A. (2024). MASALAH SENGKETA TANAH TANPA MEMILIKI SERTIFIKAT. Jurnal MultidisiplinInovatif, 8(7).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H