Mohon tunggu...
Angel Veronika
Angel Veronika Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Analisis Sengketa Tanah Tanpa Sertifikat Tanah di Masyarakat Daerah Jakarta Timur

17 Oktober 2024   19:00 Diperbarui: 20 Oktober 2024   21:22 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyelesaian  sengketa  tanah  dapat dilalui dengan  mediasi  yang diatur  oleh  Peraturan  Menteri  Agraria dan  Tata  Ruang/  Kepala  Badan  Pertanahan  Nasional  Republik  Indonesia  Nomor  11 Tahun 2016 pasal 6 hingga pasal 42 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan. Kantor Pertanahan  yang  memiliki  tugas menyelenggarakan  urusan  pemerintahan  di  bidang Agraria atau pertanahan dan berwenang dalam menyelesaikan sengketa tanah sesuai dengan  peraturan  Menteri  Agraria  dan  Tata  Ruang/  Kepala  Badan  Pertanahan Nasional  Republik  Indonesia  Nomor  11  Tahun  2016  tentang  Penyelesaian  Kasus Pertanahan  yaitu  penyelesaian  melalui  mediasi,  dimana  pasal  2  ayat  2  Peraturan Menteri  Agraria  dan  Tata  Ruang/  Kepala  Badan  Pertanahan  Nasional  Republik Indonesia    Nomor    11    tahun    2016    tentang    Penyelesaian    Kasus    Pertanahan Menyebutkan  bahwa  penyelesaian  kasus  Pertanahan  bertujuan  untuk  memeberikan kepastian  hukum  dan  kejadian  mengenai  penguasaan,  pemilikan,  penggunaan,  dan pemanfaatan  tanah.  Prosedur  penyelesaian  sengketa  melalui  mediasi  oleh  BPN dimulai adanya Pihak Penggugat melaporkan gugatan dikantor BPN. 

Sengketa ini muncul karena tanah yang dimiliki atau dikuasai seseorang belum terdaftar secara resmi di Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau instansi terkait, sehingga tidak memiliki sertifikat hak atas tanah yang sah. Dalam hukum agraria, tanah yang tidak bersertifikat seringkali menjadi sumber konflik di masyarakat karena ketiadaan kepastian hukum atas kepemilikan tanah. Secara hukum, masalah sengketa tanah tanpa sertifikat diatur oleh beberapa undang-undang dan peraturan. Perlunya sertifikat tanah sebagai bentuk pengakuan negara atas hak kepemilikan lahan oleh individu atau badan hukum. Sengketa tanah tanpa sertifikat di daerah Jakarta Timur merupakan masalah yang kompleks dan multidimensional, serta melibatkan aspek hukum, sosial, dan ekonomi. Ketiadaan sertifikat tanah memicu ketidakpastian hukum, memperburuk hubungan sosial antar warga dan membatasi potensi ekonomi pemilik lahan. Penyelesaian sengketa tanah ini memerlukan pendekatan yang holistik, termasuk perbaikan sistem pendaftaran tanah, peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya sertifikasi dan penegakan hukum yang lebih tegas dalam kasus-kasus sengketa tanah. Selain itu, peran pemerintah sangat penting dalam memfasilitasi proses sertifikasi tanah dan memastikan bahwa semua tanah di wilayah tersebut terdaftar secara resmi. Tanpa sertifikat yang sah, konflik terkait kepemilikan tanah akan terus berlanjut sehingga menghambat pembangunan wilayah dan merugikan masyarakat setempat. Selain itu, peran pemerintah sangat penting dalam memfasilitasi proses sertifikasi tanah dan memastikan bahwa semua tanah di wilayah tersebut terdaftar secara resmi. 

Penyelesaian  sengketa  tanah  dapat dilalui dengan  mediasi  yang diatur  oleh  Peraturan  Menteri  Agraria dan  Tata  Ruang/  Kepala  Badan  Pertanahan  Nasional  Republik  Indonesia  Nomor  11 Tahun 2016 pasal 6 hingga pasal 42 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan. Kantor Pertanahan  yang  memiliki  tugas menyelenggarakan  urusan  pemerintahan  di  bidang Agraria atau pertanahan dan berwenang dalam menyelesaikan sengketa tanah sesuai dengan  peraturan  Menteri  Agraria  dan  Tata  Ruang/  Kepala  Badan  Pertanahan Nasional  Republik  Indonesia  Nomor  11  Tahun  2016  tentang  Penyelesaian  Kasus Pertanahan  yaitu  penyelesaian  melalui  mediasi,  dimana  pasal  2  ayat  2  Peraturan Menteri  Agraria  dan  Tata  Ruang/  Kepala  Badan  Pertanahan  Nasional  Republik Indonesia    Nomor    11    tahun    2016    tentang    Penyelesaian    Kasus    Pertanahan Menyebutkan  bahwa  penyelesaian  kasus  Pertanahan  bertujuan  untuk  memberikan kepastian  hukum  dan  kejadian  mengenai  penguasaan,  pemilikan,  penggunaan,  dan pemanfaatan  tanah.  Prosedur  penyelesaian  sengketa  melalui  mediasi  oleh  BPN dimulai adanya Pihak Penggugat melaporkan gugatan di kantor BPN (Tomy Ary Saputra Siallagan, 2024). 

DAFTAR PUSTAKA 

Lempoy, P. G. (2017). KAJIAN HUKUM HAK ATAS TANAH TANPA KAJIAN HUKUM HAK ATAS TANAH TANPA MENURUT PASAL 1963 KUHPERDATA. Lex Crimen, IV(2).

Saranani, A. M. (2022). TINJAUAN HUKUM TENTANG PEMBUKTIAN SERTIFIKAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH. SIBATIK JOURNAL, 2(3).

Siallagan, T. A. (2024). MASALAH SENGKETA TANAH TANPA MEMILIKI SERTIFIKAT. Jurnal MultidisiplinInovatif, 8(7).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun