Sebuah pertanyaan dari dan untuk diri sendiri.
Well, kalau di Kompasiana bukan menulis, deng. Mengetik, hehe (krik). Maaf, efek kopi sore tadi masih terasa hingga sekarang. Ingin tidur namun mata belum mendukung, terjaga pun sudah terlalu bosan.
Lagi-lagi, seperti biasa, berpikir dan berimajinasi menjadi pelarian, hingga akhirnya hasilnya (setiap pemikiranku pasti tidak berujung pada sebuah end-product, sih) kutuangkan kedalam sebuah tulisan yang semoga ada maknanya yaa.
 Tak peduli akan tata bahasa ataupun kata yang sesuai dengan KBBI (Maaf, Kompasiana :( Maklum, penulis baru. Pelan-pelan saya mulai belajar dan terbiasa, kok), yang penting otak ini punya pelampiasan. Sekadar menyimpannya di dalam kepala hanya membuatku merasa geram dan "kok gantung, ya?"
Daripada tidak ada aksi sama sekali, lebih baik ditulis dulu saja, agar tidak hanya stuck di dalam kepala dan perlahan pudar dari ingatan, sehingga kegiatan tadi tak ubahnya hanya berkhayal dalam delusi, layaknya mas-mas Sunda Empire.
Seperti yang kusebutkan di atas, aku sangat suka berimajinasi dan memikirkan hal-hal aneh dan out of the box yang kurasa tak akan dipikirkan oleh orang lain. I mean, sometimes, what do i think is also possible for others to think, but people won't start to think about it.
Dalam sehari, mungkin aku sudah berimajinasi sebanyak puluhan kali. Aku sangat suka untuk "bermain-main" di dalam kepalaku.
Menurutku, khayalan adalah kekuatan besar yang tersembunyi dari seorang manusia. Buktinya, banyak hal-hal di dunia nyata yang telah kulakukan yang mana awalnya hanya berputar-putar di dalam imajinasiku saja.Â
Izinkan aku memperkenalkan diriku. Aku seorang ambivert yang senang melucu dan tertawa. Aku senang membuat teman baru. Dan ya, aku suka bermain-main di dalam kepalaku. Tapi sebenarnya aku tidak sefilosofis itu, pikiranku terlalu aktif sehingga aku terlalu sering menggunakannya.
Terkadang, berawal dari terlintas di pikiran, hingga akhirnya terbawa sampai waktu tidur. Bahkan tak jarang, ia terbawa hingga ke mimpi. Apalagi aku pernah mencoba untuk men-induce lucid dream (Eh, oke mari membahah pengalaman lucid dream ku pada tulisan selanjutnya).
Oleh sebab itu, aku merasa aku memerlukan sebuah medium untuk menuangkannya. Ibarat seorang designer yang kepikiran akan design sebuah logo, kaos, dan lainnya, ia butuh program semacam Adobe Illustrator atau Photoshop untuk "mewujudkan" ide-ide yang ada di kepalanya.
Sama sepertiku, menulis ternyata berhasil menjadi sebuah media, bahkan lebih dari itu, menulis sudah seperti menjadi terapi bagiku. Mungkin terlalu banyak berfikir, ditambah beban dan masalah hidup yang ada, membuatku merasa sedikit lelah. Dan menulis sudah sedikit berhasil menjadi stress-relief bagiku sampai hari ini.
Tidak perlu takut untuk memulai menulis. Aku juga memulainya dengan sekedar menulis di buku notes kecilku, nyambat di twitter, lalu akhirnya aku merasa perlu adanya amplifikasi, namun tidak bermaksud ekspansi, mencari validasi dan dieskalasi dan mendapat promosi, cuma perlu intensifikasi agar menulis-ku tidak sebatas nyambat di twitter lalu basi, (Hiyaa apaansi xixixi).
Ayo menulis karena menulis itu hampir tidak ada ruginya, bahkan banyak faedahnya untuk diri sendiri, terkadang bahkan bis bermanfaat bagi orang lain. Ada rasa kepuasan tersendiri ketika menulis bisa bermanfaat bagimu, apalagi orang banyak. Sekian dulu yaa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H