Kami sedang menjalani program Tahap Persiapan Bersama. Hanya sekitar 2-4 SKS yang ada hubungannya dengan prodi kami, yaah sedikit berhubungan sih.
Kami "dipaksa" untuk menelan seluruh materi sarjana prodi kami masing-masing dalam waktu 3 tahun! Apalagi prodi manajemen dan kewirausahaan ITB, hanya 2 tahun apabila dikurangi TPB!
Kalau dari sudut pandang mahasiswa, diberikan opsi seperti ini yaa sah-sah saja bagi mereka. Mereka yang ingin menekuni bidangnya, sudah kepikiran mau jadi dosen A sejak masih TK, ya bakal bersikap bodo amat akan hal ini.
Mereka yang sudah penat berkuliah, malas-malasan, merasa salah jurusan, yang-penting-lulus-living, pasti melihat ini bagaikan oase di tengah gurun (lebay).
"Ngajar di kampung halaman, terus ngambil 1 semester di prodi A, udah deh lulus gua! Bye bye kampus". Dan berbagai macam watak mahasiswa yang tidak mungkin saya tulis di sini.
Tapi kalau dari sudut pandang sebagai Mendikbud (kok udah kaya Surat Cinta untuk Nadiem yak wkwk), saya hanya menakutkan objektif Mas tidak tercapai dalam program ini, lho.
Mahasiswa belum berpikir for the sake of Indonesia's education, Mas. Yang penting mah lulus, nyari kerja, kaya raya, udah. Saya tau ini semua Anda lakukan demi pendidikan Indonesia, saya tahu Anda ingin menjadikan kami sarjana yang lebih terampil dan siap bersaing di dunia kerja dan kalimat-kalimat klise lainnya.
Tapi, ya seperti yang saya katakan di atas, mungkin harus ada sistem yang mengatur ini semua sehingga kegiatan ini lebih tepat sasaran, Mas. Sarjana tidak cukup belajar 5 semester dalam prodinya, mau nyari pengalaman kerja ya ilmunya juga nanggung. Saya yakin, idealnya nih, pasti mahasiswa enggan mengambil kesempatan magang di semester 5 itu, idealnya yaah.
"Aku belum bisa apa-apa loh. Ilmuku baru dikit banget di bidang ini. Entar kalau aku magang, aku gabakal ikut kuliah materi-materi advance yang selanjutnya, dong. Nanti kalau magang pasti mereka masih memberi program magang yang bukan untuk expertise, kan ilmuku masih sedikit."
Itu dia, Mas. Program magang di semester 5 dan 6 ini belum setara dengan materi-materi yang akan diajarkan pada semester 6 atau 7 nanti (kecuali pertukaran pelajar loh ya), Mas Nadiem sempat menyebutkan hal itu, ya ndak apa-apa.
Hanya berpindah kampus, paling ada sedikit perbedaan kualitas. tapi kalau mengajar di daerah terpencil? Iya bagus sih, tapi apa setara dengan berkuliah? Apalagi di semester 6 dan 7 tuh, waktu di mana frekuensi doa seorang mahasiswa lagi tinggi-tingginya hehe.