Menurut Wawan, ada beberapa poin dalam menata industri rumah tangga ini agar mampu eksis di pasar dunia. Antara lain pembinaan SDM, pembinaan tenaga kerja agar bisa terus berkarya dan bekerja secara profesional.Â
Regulator juga harus memberi pembinaan kepada pelaku usaha baik dalam manajerial maupun konsultasi. "Kalau bisa, jumlah pelaku UKM yang banyak itu diberi konsultasi gratis yang dibayar pemerintah. Saya heran, kenapa jalan-jalan ke luar negeri menghabiskan uang besar dibiarkan. Kalau membina pelaku usaha pemerintah ngomong tidak ada anggaran," katanya.
Dari perjalanan bisnis selama ini Wawan memiliki kesimpulan. Bisnis kerajinan tangan semacam bordir, cukup dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang melimpah dan tidak menggantikannya dengan mesin-mesin modern.Â
Alasannya, pasar luar negeri sangat menggandrungi produk bordir Indonesia hasil tangan. Sementara produsen di negara lain tidak bisa menghasilkan bordir natural seperti dari Indonesia.
Bordir natural biasa diproduksi dengan mesin "kejek". Mesin kejek adalah mesin yang didesain untuk menggerakan jarum sulaman benang oleh pijakan kaki dipadu dengan keterampilan tangan dalam menghasilkan sulaman birdir yang diinginkan. Ini berbeda dengan produk bordir massal dengan mesin otomatis dengan desain gambar yang sudah ditanam pada program komputer.
Hingga terampil dalam membuat bordir dengan mesin "kejek" memerlukan waktu tak cepat. Bisa mencapai bulanan untuk dikatakan mahir. Tetapi hasilnya menjanjikan. Meski jumlah produk terbatas, marginnya sangat besar.
BERTAHAN DI TENGAH PANDEMI
Salah satu sektor paling merasakan dampak Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak akhir tahun 2019, adalah dunia usaha di samping dunia kesehatan.Â
Kota Tasikmalaya sempat dinyatakan zona merah dengan kasus Covid-19. Produk Bordir Tasikmalaya yang merupakan produk unggulan itu tak luput dari dampak cukup serius. Pasca dinyatakan pandemi oleh pemerintah, rumah-rumah produksi menghentikan aktivitasnya bahkan gulung tikar.
Seperti yang dialami produsen baju bordir Pria Muslim di Lingkar Industri Kecil (LIK) Kawalu - Kota Tasikmalaya, H. Ohan. Pengusaha muda ini mengisahkan, produksi baju bordirnya terhenti total.Â
Pesanan tak terpenuhi, mesin-mesin pun digudangkan hingga ia mengalami kesulitan keuangan. Dampak Covid-19 langsung ia rasakan menjelang bulan puasa tahun lalu, hingga ia terpaksa menghentikan usaha yang telah puluhan tahun dirintisnya.