Sejak lama Kecamatan Kawalu di Kota Tasikmalaya terkenal dengan produk kerajinan bordir. Bukan saja pasar domestik yang dirambah melainkan pasar dunia.
Dua kali seminggu, mobil-mobil boks dari Kecamatan Kawalu -sekitar 6 kilometer dari pusat Kota Tasikmalaya- mengangkut hasil bordiran perajin rumahan tersebut. Pasar tanah Abang-Jakarta, Pasar Beringhajo-Jogja, Pasar Solo, bahkan Surabaya menjadi pasar terbesar tujuan mereka. Tak luput pasar luar negeri seperti Dubai, Jedah, Malaysia, Brunei, dan Singapura menjadi tujuan ekspornya.
Salah satu praktisi senior sekaligus pionir bordir di Tasikmalaya adalah Haji Wawan, panggilan akrab Wawan Setiawan Nawawi. Pria kelahiran Tasikmalaya tahun 1964 ini merupakan generasi kedua Tjiwulan Embroidery di Kampung Cukang, Tanjung, Kawalu Kota Tasikmalaya.Â
Meneruskan usaha orang tuanya, Bordir Tjiwulan miliknya ini layak disebut sebagai usaha pertama yang mendorong saudara, tetangga, hingga orang luar berbondong-bondong membuat produk olahan garmen yang khas ini.
Tak hanya itu, target pasar ekpor bordir Wawan sudah segmented. Pasar bordir luar negeri dijadikan dua klasifikasi. Pertama, klasifikasi menenga, misalnya konsumen di Timur Tengah seperti Jeddah dan Mesir.Â
Konsumen di sana, masih mencari produk bordir yang biasa-biasa. Kedua, klasifikasi pasar luar negeri menengah atas antara lain di Jepang, Amerika, dan Australia.
Konsumen pasar ini sangat menginginkan bordir buatan tangan karena lebih natural dan penuh kreativitas perajinnya. "Karena yang diinginkan konsumen di negera maju tersebut bordir yang natural buatan tangan, harga berapapun tidak jadi masalah. Ke Jepang cuma bawa 1.000 pieces, bisa bikin malu sendiri," katanya kepada penulis.
Semua pencapaian itu, sambung suami Ida Farida dan ayah Faizah Nurazizah ini, diraihnya buah dari penerapan kebijakan yang melampaui manajemen modern. Maksudnya, ada faktor lain di luar jangkauan manajemen konvensional.Â
"Salah satunya manajemen amanah serta semangat spiritual yang perlu dijaga semua pihak. Misalnya, shalat duha dan tahajud, selalu dilaksanakan selain salat fardu tentunya. Semangat spiritual ini banyak dilupakan manajemen modern, padahal dampaknya luar biasa."
Boleh jadi, ujar magister lulusan Tafsir Hadist Universitas Al-Azhar, Kairo ini, 80% keberhasilan usaha ditunjang dari aspek spiritual yang tidak terlihat itu serta 20% sisanya dari penerapan manajerial standar.Â
"Bagi saya, tak ada pemisahan bisnis dengan kewajiban beragama. Menjalankan bisnis merupakan fardu ain, sama wajibnya dengan shalat. Ulama harus bisa jadi motivator masyarakat menjalankan bisnis berbasis spiritualitas," katanya.
Selain berbisnis, Wawan sehari-hari aktif dalam bidang pendidikan. Dia mendirikan SMP dan SMA Al-Amin di bawah Yayasan Pendidikan Islam Al-Amin yang lokasinya masih di Tanjung-Kawalu. Juga aktif sebagai Ketua Badan Amil Zakat (Bazda) Kota Tasikmalaya.
Dia melanjutkan, spirit ruhaniah ini membuatnya tak segan menularkan ilmu. Tjiwulan menyiapkan SDM khusus perajin bordir hasil tangan. Di lokasi produksi bordir disediakan kelas perajin bordir handmade, sekaligus pusat pelatihan busana muslim berbasis pesantren.