Mohon tunggu...
Anep Paoji
Anep Paoji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Masih Terus Belajar dan Mncoba terus Berkarya

Anep Paoji, saya tinggal di kota kecil indah dan bersahabat.

Selanjutnya

Tutup

Money

Sama Mudah, Sama Cepat

6 Maret 2010   12:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:35 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Jujur, saya bukan pengguna layanan perbankan syariah yang loyal, meski

tiga tahun sebelumnya saya pemegang buku tabungan dan kartu ATM Bank

Syariah Mandiri (BSM). Alasan saya berhenti menggunakan layanan

perbankan syariah semata-mata persoalan teknis. Pertama, kartu

tabungan saya waktu itu hilang sehingga tak bisa lagi menabung.

Otomatis, kartu ATM pun tak bisa digunakan karena tabungan tak diisi

lagi.

Alasan kedua saya tidak memperbaharui buku tabungan, mengingat waktu

itu, kantor tempat saya bekerja tidak menggunakan BSM. Saya pun

mengikuti rekomendasi perusahaan, sebuah bank swasta konvensional. Dan

di bank itu juga, saya hanya ambil gaji uang setiap bulan tidak lebih.

Alasan tidak menggunakan layanan perbankan syariah seperti saya

semata-mata alasan teknis bukan alasan idiologis. Bukan saya benci

bank syariah atau karena beranggapan perbankan syariah tidak

marketibel. Toh di dunia perbankan seperti sekarang ini, dari sisi

teknologi dan fasilitas nampaknya tidak terlalu beda antara perbankan

syariah dengan perbankan konvensional.

Menyebut salah satu contoh, bila di bank konvensional ada layanan

SMS-banking yang bisa digunakan hampir untuk semua transaksi, begitu

pula di perbankan syariah, terdapat layanan yang sama.

Lebih jauh dari sisi luasnya jaringan. Menyebut salah satu contoh,

Bank Muamalat Indonesia (BMI), ada layanan syariah di seluruh kantor

pos di seluruh tanah air termasuk daerah pelosok di kecamatan Papua

sana (seperti diiklankan). Layanan itu bagi pemegang kartu Syar-e.

Saya mengetahui, karena isteri sudah hampir dua tahun menggunakan

kartu Shar-e untuk simpan atau ambil uangnya. Sesekali saya juga

membantu mengambilkan atau menyimpan uang ke BMI terdekat.

Bagi saya sendiri, perbankan syariah tidak asing-asing amat, termasuk

dalam produk dan istilah-istilah yang digunakan. Ini dimungkinkan

beberapa hal. Pertama, saya alumni jurusan ekonomi syariah (muamalat)

Perguruan Tinggi Agama Islam ternama di tanah air. Bahkan sewaktu

kuliah, saya bercita-cita ingin menjadi pegawai bank syariah setelah

lulus nanti. Dan kebetulan, saat pulang kampung di kota saya cabang

BMI baru akan dibuka. Ada pengumuman lowongan kerja sayapun mendaftar.

Namun sayang, seleksi saya gagal di tahap ke tiga, pada psikotes.

Akibatnya dapat ditebak, saya gagal sebagai karyawan perbankan syariah

(BMI) dan mendapat pekerjaan lain.

Kedua, relatif akrab dengan perbankan syariah, karena teman-teman

banyak praktisi perbankan syariah juga dosen serta pengajar mata

pelajaran mutan lokal (mulok) ekonomi syariah di sekolah-sekolah.

Secara tidak langsung dari pergaulan itu telinga diakrabkan dengan

istilah-istilah perbankan syariah. Misalnya, dalam menghimpun dana

dari masyarakat, bank syariah menerapkan prinsip giro berdsarakan

syariah, tabungan berdasarkan prinsip mudhorobah. Sedangkan dalam

penyaluran dana melalui transaksi jual beli, bank syariah menerapkan

prinsip murobahah, istisna, ijarah dan salam. Untuk penyaluran

pembiayaan bagi hasil, perbankan syariah menerapkan prinsip mudhorobah

dan musyarokah. Ada juga prinsip pembiayaan lainnya dengan menerapkan

hiwalah, rohn dan qord.

Interaksi ketiga dengan perbankan syariah, saya beberapa kali

mengikuti pelatihan atau seminar tentang perbankan syariah. Salah

satunya, pernah mengikuti ceramah Direktur BMI A. Riawan Amin di

Bandung akhir tahun 2008. Yang saya ingat waktu itu, Pak Riawan

menyebutkan, praktik perbankan syariah baru pada tahap perang terhadap

interest atau bunga dari salah satu dari tiga pilar ekonomi global,

yakni fiat money (penggandaan uang) juga fractional reserve requiremet

(FFR) atau cadangan sebagian uang deposan di bank-bank sentral.

Terhadap tiga pilar ekonomi itu, Pak Riawan menyebutnya satanic

finanace.

Sebab menurutnya, ketiga pilar di atas sangat terkait satu sama lain

yang memberi peluang besar terhadap krisis ekonomi yang berekses pula

pada gejolak sosial bahkan politik. Ia mencontohkan, gejolak ekonomi

dunia tahun 2008. Di Indonesia mengakibatkan jatuhnya presiden

Soeharto dan rejimnya. Itu semua akibat bunga yang berbunga

(interset), uang beredar lebih banyak dari pada sektor riil serta

praktik FFR menyumbang terlalu banyaknya penciptaan uang baru yang

tidak dibackup dengan logam mulia (emas). Tak terelakan, inflasi

sedemikian besar kemudian meladak dan meruntuhkan send-sendi

perekonomian negara-negara berkembang khsusnya di Asia.

Nah dari faktor ini (bank syariah baru memerangi bunga) pula Pak

Riawan berargumen, pantas bila dari sisi asset perbankan syariah di

Indonesia masih jauh ketimbang perbankan konvensional.

Berbekal pengetahuan itu, ditambah terdorong mencari informasi untuk

lomba blogger iB di kompasiana, hati saya tergerak untuk kembali

membuka rekening di bank syariah. Bank yang saya pilih kali ini adalah

BMI. Alasannya, selain lebih dekat kantornya dengan rumah saya, juga

mengikuti isteri yang sudah lama menggunakan Shar-e.

Ternyata, kemudahan layanannya sama dengan layanan bank konvensional

yang selama ini saya pergunakan. Saya bisa SMS banking, trasfer

melalui ATM bahkan bisa ngambil dan nyimpan uang di kantor pos. Soal

urusan bagi hasil dari tabungan (itupun kalau ada uang tersimpan)

semunya terserah bank. Saya percaya sepenuhnya. Toh selama ini juga,

bank bagi saya hanya untuk lalu lintas uang yang memang pas-pasan

bukan untuk menyimpan uang dalam jangka waktu lama. (anep paoji)

Tulisan ini untuk diikutsertakan dalam iB Blooger Competition

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun