Sistem informasi anggaran seharusnya menganut sistem yang aktif di mana pemerintahlah yang seharusnya proaktif dalam mengumumkan berbagai informasi mengenai pengelolaan APBD kepada masyarakat. Sistem ini harus memungkinkan terbukanya seluruh elemen masyarakat untuk memberikan masukan, pertimbangan, dan persetujuan terhadap rancangan APBD yang diajukan pemerintah daerah. Sistem ini juga harus memungkinkan terjadinya mekanisme kontrol dan masyarakat baik dalam penyusunan maupun pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.
Contoh daerah/desa yang sudah menerapkan akuntabilitas dan transparansi anggaran yaitu di Kabupaten Bojonegoro sejak tanggal 15 Maret 2008 pada saat kepemimpinan Suyoto sampai 2 periode. Di Kabupaten Bojonegoro mereka melakukan transparannsinya melalui diolog public jumat, melalui media dialog public yang memberikan akses seluas-luasnya kepada seluruh lapisan Masyarakat untuk menyampaikan juga aspirasi-aspirasinya. Biasanya dilakukan setiap hari jumat pukul 13.00-15.00 WIB, disana Masyarakat bebas hadir dalam menyuarakan aspirasinya, mengadukan permasalahan apapun, saran, kritik, memohon informasi, bahkan mereka menyarakan masalah pribadi juga. Semua didengar, ditampung, dijawab, dan dipenuhi secara terbuka oleh Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah dan seluruh Kepala SKPD. Dialog Publik di kabupaten Bojonegoro bersifat terbuka. Semua masyarakat bisa datang tanpa prosedur protokoler yang biasa diberlakukan. Berdasarkan informasi dari Dinas Kominfo, peserta dan aktor yang terlibat dalam dialog publik jumat yaitu seluruh perwakilan dari OPD kabupaten Bojonegoro, masyarakat Bojonegoro, masyarakat luar Bojonegoro, pelaku UKM, kelompok-kelompok masyarakat (kelompok tani, kelompok PKL, dan lain-lain. Dalam rangka memperluas informasi kepada masyarakat, dialog publik juga disiarkan langsung melalui radio pemerintah dan swasta yaitu radio Malowopati FM dan radio Madani FM. Walaupun pada saat itu terdapat beberapa kendala dalam melaksanakannya salah satunya beberapa penjabat public belum siap menghadapi Masyarakat pada dialog jumat public ini. Terlaksananya ini menjadikannya transparansi anggaran untuk menggurangi kasus korupsi dan penyalahgunaan dana desa
Opsi kebijakan yang dapat diterapkan bisa seperti apa yang dilakukan oleh Kabupaten Bojonegoro melalui dialog jumat publiknya. Sedangkan menurut saya rekomendasi yang tepat untuk transparansi anggaran publik: Solusi untuk meminimalkan penyalahgunaan dana desa melakukan publikasi laporan anggaran dana desa yang dipakai dan didapatkan secara berkala melalui media yang mudah diakses oleh Masyarakat seperti papan informasi yang berada di kantor desa, web desa atau media sosial resmi yang dikelola dan dipantau oleh orang yang berada di kantor desanya. Sehingga meningkatkan transparansi anggaran, memungkinkan Masyarakat didesa tersebut bisa memantau atas apa yang digunakan dan didapatkan dari dana desa serta dan mendapatkan kepercayaan Masyarakat setempat. Atau opsi kebijakan yang dapat diterapkan lagi yaitu melibatkan langsung Masyarakat dalam proses penganggaran anggaran dana desanya, dalam hal ini menciptakan dan mendorong Masyarakat lebih terlihat aktif dalam musyawarah perencanaan Pembangunan desa dalam proses penganggaran lainnya.
Dan yang paling terakhir saya rekomendasikan yaitu penerapan system digitalisasi anggaran (E-Budgeting dan E-Monitoring). Dalam mengimplementasikan system e-budgeting untuk memastikan setiap tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan anggaran dana desa tercatat secara transparan dan dapat diakses berulang ulang kali oleh pihak yang terkait. Contoh kebijakan ini pemerintah desa diwajibkan menggunakan platform digital untuk Menyusun dan mengelola anggaran desa dan system yang terintegrasi dengan Kementrian Keuangan dan Kementrian Desa untuk memudahkan audit.
KesimpulanÂ
Alokasi Dana Desa (ADD) diberikan oleh pemerintah untuk membangun infrastruktur desa, tetapi sering disalahgunakan atau dikorupsi. Banyak kepala desa dijatuhi hukuman penjara akibat korupsi dana desa, menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan publik di desa menghadapi banyak tantangan, seperti kurangnya transparansi, pengawasan yang lemah, dan rendahnya partisipasi publik. Di Indonesia, terutama di Provinsi Lampung, kasus korupsi dana desa terus meningkat, berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penyalahgunaan dana ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan transparansi di kalangan perangkat desa.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bertanggung jawab mengaudit sektor publik untuk menilai laporan keuangan pemerintah. Di Lampung, ketergantungan pemerintah daerah pada dana pusat sangat tinggi, dan selama dua tahun terakhir, defisit anggaran meningkat, tetapi tidak ada revisi anggaran yang dilakukan. Kasus-kasus korupsi menunjukkan perlunya perhatian serius terhadap pengelolaan keuangan desa, termasuk penguatan role Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pengawasan penggunaan dana.
Kurangnya transparansi dan penyalahgunaan anggaran menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat dan inefisiensi. Untuk mengatasi masalah ini, disarankan penggunaan teknologi dan partisipasi publik. Ini termasuk penerapan platform digital untuk akses informasi anggaran secara real-time, integrasi teknologi blockchain untuk keamanan data, dan konsultasi publik untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan dana desa. Tujuannya adalah untuk membangun kepercayaan masyarakat dan meningkatkan akuntabilitas serta efisiensi penggunaan anggaran.
Transparansi merupakan kunci untuk memajukan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan, sehingga masyarakat bisa ikut memantau dan memberikan masukan. Keterlibatan publik membantu menciptakan hubungan positif dengan pemerintah dan memperkuat akuntabilitas. Contoh sukses dari transparansi anggaran ada di Kabupaten Bojonegoro, dimana dialog publik rutin dilakukan, memungkinkan masyarakat menyampaikan aspirasi dan mendapatkan jawaban langsung dari pemerintah.
Beberapa rekomendasi untuk meningkatkan transparansi anggaran desa meliputi publikasi laporan anggaran secara berkala melalui media yang mudah diakses, melibatkan masyarakat dalam proses penganggaran, dan menerapkan digitalisasi anggaran. Pemerintah desa sebaiknya menggunakan platform digital untuk pengelolaan anggaran yang terintegrasi dengan kementerian terkait, memastikan transparansi dan memudahkan audit
Â