MEMBACA judulnya, mungkin ada yang menganggap jika tulisan ini bertalian dengan sesuatu yang jorok, syur, seronok alias porno. Jauhkanlah dari pikiran itu. Judul di atas adalah penggalan kalimat yang saya dengarkan sendiri ketika menghadiri sebuah acara pertemuan di sebuah daerah Bugis di Sulawesi Selatan. Di situ ada ceramah yang disampaikan oleh seorang seorang ustad setempat.
"Bapak-bapak, ibu-ibu hadirin yang saya muliakan. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan. Sebenarnya, saya merasa belum pantas. Untuk itu, sungguh besar kemaluan saya berdiri di tempat ini untuk membawakan ceramah agama di depan hadirin.... dll., dsb., dst..."
Mendengar kalimat Pak Ustadz, sejumlah hadirin saling berbisik.
"Emangnya kenapa kalau besarrr..."
"Kok kemaluan diumbar..."
"Jadi kalau berdiri bagaimanami?"
"Besaran mana dengan yang di video itu..."
"Pak Ustadz porno, nih..."
Saya sendiri tidak terlalu kaget mendengarnya. Sudah terlalu biasa, khususnya kalau acara di kampung-kampung.
Yang menarik untuk dicermati di sini adalah, apakah maksud dari kata "kemaluan" dalam kalimat Pak Ustadz tersebut? Saya, dan juga Anda, tentu saja tidak yakin si pembawa acara tadi bermaksud untuk menyampaikan bahwa dirinya mempunyai kemaluan yang besar. Ia tentu juga tidak ingin menyampaikan bahwa kemaluannya saat itu berdiri. Tidak sama sekali. Apalagi, ceramah yang dibawakan adalah seputar agama.
Akan tetapi, mengapa mesti dia menggunakan kata kemaluan? Bukankah kemaluan adalah bagian tubuh yang digunakan sebagai alat reproduksi dan saluran urin? Penis (pada pria) atau
vagina (pada wanita)? Itu kemaluan dalam arti yang sesungguhnya.