Mohon tunggu...
andy nuraini
andy nuraini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Bukan siapa - siapa dan nggak ingin terkenal

Suka nulis dan jalan2

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Konservasi bagi Kerusakan Hutan Indonesia

25 September 2019   13:48 Diperbarui: 25 September 2019   13:55 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Berbicara mengenai kerusakan hutan Indonesia, penulis langsung teringat kepada sebuah petikan yang berasal dari Mahatma Gandhi.

"Sebenarnya, bumi ini mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup semua manusia di dunia. Tetapi, tidak akan pernah sanggup untuk memenuhi keserakahan dari satu manusia saja..." (Mahatma Gandhi)

Sungguh sebuah petikan yang mengandung makna begitu dalam, terlebih jika dikaitkan dengan peristiwa kerusakan hutan Indonesia yang hampir sebagian besar diakibatkan oleh kepentingan segelintir orang saja.

Memang, kekayaan alam Indonesia sangatlah banyak, bahkan bisa dikatakan tidak terbatas. Jika pengelolaannya sudah tertangani dengan sangat baik, bukan mustahil Indonesia akan menjadi negara paling maju di dunia. Namun, jauh panggang dari api, alih-alih menjadi negara maju  berkat kekayaan alamnya, kerusakan hutan Indonesia saja pun sudah banyak terjadi.

Memang, pemanasan global yang diikuti dengan perubahan iklim sangat terkait dengan terjadinya kerusakan hutan Indonesia. Namun, tentu saja bukan faktor alam yang berpengaruh sangat signifikan terhadap kerusakan hutan Indonesia, melainkan sumber daya  manusia yang tinggal di Indonesianya.

Konservasi Hutan

Coba bayangkan, dalam kurun waktu 50 tahun, Indonesia sudah kehilangan hampir separuh wilayah hutannya. Kerusakan hutan Indonesia merupakan kerusakan hutan terburuk yang terjadi di dunia. Padahal, seperti yang kita tahu, hutan Indonesia sangat diharapkan agar bisa jadi paru-paru dunia, seperti halnya hutan Amazone di Amerika Selatan.

Yang jadi pertanyaan, apa yang menyebabkan kerusakan hutan Indonesia bisa sebegitu parahnya dibanding yang dialami negara lain? Lantas, bagaimana kita menyikapi fenomena kerusakan hutan Indonesia yang sudah sangat memprihatinkan ini? Sedikitnya, dua pertanyaan tadi akan terjawab dengan teori yang akan penulis jelaskan berikut.

Teori Kelangkaan dan Kerusakan Hutan Indonesia
Sedikitnya, ada dua teori pendekatan yang bisa digunakan  untuk mencermati kerusakan hutan Indonesia, dan kerusakan lingkungan secara umum. Pertama, teori kelangkaan (environmental scarcity). Teori ini mempercayai kerusakan hutan Indonesia terjadi karena adanya konflik penguasaan sumber daya. Peningkatan jumlah penduduk yang pesat merupakan salah satu faktor yang turut memberi andil dalam konflik penguasaan sumber daya alam yang terbarukan (renewable resources) ini.

Dampak dari pertumbuhan penduduk yang teramat pesat, secara logis akan meningkatkan permintaan kebutuhan manusia terhadap alam. Implikasinya, hal ini akan menurunkan kualitas dan kuantitas sumber daya yang ada. Karenanya, situasi ini akan memicu eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam.

Teori pertama ini mudah dipatahkan. Karena kalau hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara wajar, maka hutan Indonesia masih sangat mampu. Kerusakan hutan Indonesia tidak akan sedemikian parahnya, hanya karena penduduk sekitar hutan menebangi hutan sekadar untuk membuat rumah atau berladang.

Ya, ada kepentingan lain yang menyebabkan kerusakan hutan Indonesia  ini bisa sedemikian parah. Suatu kepentingan terselubung dari segelintir manusia tidak bertanggung jawab yang berdiam dan berlindung di bawah langit negara yang sedang dirusaknya. Rasanya, penulis tidak perlu menyebut nama aktor utama kerusakan hutan Indonesia, karena mungkin semua masyarakat Indonesia sudah mengetahui siapa pelaku utamanya.

Jika kita melihat berita, kerusakan hutan Indonesia yang disebabkan oleh alam seperti kemarau panjang dan kebakaran hutan masih jauh lebih sedikit dibanding dengan kerusakan hutan Indonesia yang diakibatkan oleh kasus pembalakan liar atau illegal logging yang selalu bersembunyi di balik istilah pembangunan.

Pembangunan seperti apa yang sebenarnya diharapkan? Pembangunan yang akan menyengsarakan jutaan rakyat lainnya? Pembangunan yang hanya akan memberikan rasa kenyang pada perut sendiri? Atau pembangunan yang seperti apa? Jelas-jelas yang terlihat oleh mata penduduk lainnya adalah pengrusakan.

Teori Politik Ekologi dan Kerusakan Hutan Indonesia
Baiklah, kita tinggalkan dahulu teori pertama yang memang selalu mengundang reaksi yang berapi-api. Selanjutnya, mari coba kita lihat teori kedua, yaitu teori politik ekologi. Teori ini menerangkan bahwa kerusakan hutan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari aspek kepentingan politik-ekonomi. Cara pandang ini mencoba mendudukkan masalah kerusakan hutan Indonesia dengan memperhitungkan aspek kekuasaan.

Ketajaman teori ini dapat kita lihat pada cara memahami kerusakan hutan Indonesia yang disebabkan oleh praktik kekuasaan dan pasar. Kerusakan hutan Indonesia, bisa jadi karena adanya kekuatan pasar global yang tidak terlihat secara langsung.

Lebih jelasnya, mari kita lihat bagaimana bisnis perkebunan kelapa sawit di Indonesia berlangsung. Pada mulanya, pengusaha (nasional ataupun asing) mengajukan permohonan kepada kepala daerah untuk bisa memperoleh izin membuka lahan perkebunan kelapa sawit. Luas areal yang diminta pun tidak tanggung-tanggung, bisa puluhan, bahkan ratusan ribu hektar.

Tentu saja, pemerintah tidak memiliki kebun seluas itu. Maka, biasanya ditunjuklah hutan untuk dijadikan sebagai areal perkebunan kelapa sawit. Bisa dibayangkan, secara nasional, ada berapa juta hektar hutan yang harus dialihfungsikan setiap tahunnya. Hal semacam ini biasa terjadi di Sumatera. Sedangkan, untuk Kalimantan dan Papua lebih disebabkan oleh bisnis pertambangan.

Jelaslah bukan penduduk sekitar hutan yang jadi penyebab kerusakan hutan Indonesia. Namun, kepentingan ekonomi global yang berkolaborasi dengan penguasa lokallah yang jadi biang penyebabnya. Sungguh sudah menjadi rahasia umum yang klasik, bukan?

Penguasaan lokal dan pemerintah daerah sebenarnya adalah orang hebat, mereka adalah orang-orang yang diberikan amanah untuk menyejahterakan masyarakat yang berada di wilayahnya. Namun, kekuasaan uang yang mampu memperbudak siapa pun telah berhasil menjadikan penguasa layaknya orang bodoh.

Mereka lupa akan amanah yang dibebankan masyarakat kepada dirinya. Mereka berpikiran pendek dan tidak pernah memikirkan dampak yang akan dirasakan masyarakat akibat kerusakan hutan Indonesia yang ditimbulkannya. Kalaupun ada bencana  yang terjadi karena efek samping perbuatannya, mereka tinggal pergi ke luar negeri sambil ongkang-ongkang kaki melihat pemberitaan mengenai masyarakatnya yang menderita karena ulahnya.

Perdagangan Karbon dan Kerusakan Hutan Indonesia
Akhirnya, kerusakan hutan Indonesia dan di negara-negara lain di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan, menjadi perhatian serius dunia internasional. Hasil dari Konferensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) pada Desember 2005 lalu mulai merancang langkah guna mengurangi emisi gas karbon yang menyebabkan pemanasan global. Fungsi hutan sebagai penyerap emisi gas karbon menjadi penting.

Protokol Kyoto yang dilangsungkan di Nairobi pada November 2006 lalu, memutuskan agar negara-negara industri maju harus membayar kompensasi untuk menyerap emisi gas karbon yang sudah menyerupai rumah kaca yang menyelimuti atmosfer bumi. Keharusan ini kemudian dikenal dengan istilah perdagangan karbon.

Keputusan ini didasarkan pada asumsi bahwa perlindungan terhadap hutan tropis sangat penting. Karena, keberadaan hutan tropis akan sanggup menghambat pemanasan global dan membersihkan udara. Untuk memahami perdagangan karbon itu dilakukan, bisa dilihat pada ilustrasi di bawah ini: 

Sebutlah ada sebuah negara maju yang tidak mampu mereduksiemisi gas karbon di negaranya karena tidak memiliki areal untuk dijadikan hutan lagi. Alasan ini tidak bisa membebaskannya dari kewajiban membuat hutan. Alternatifnya, ia harus membuat hutan di negara lain, dengan cara membiayai negara lain itu untuk membuat dan memelihara hutan.

Sebenarnya, dari perdagangan karbon ini, Indonesia memiliki peluang untuk bisa mendapatkan miliaran dollar tanpa harus menebang hutan sehingga tidak akan ada lagi kerusakan hutan Indonesia. Semoga para penguasa menjadi sedikit lebih pintar dengan adanya perdagangan karbon ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun