Protokol Kyoto yang dilangsungkan di Nairobi pada November 2006 lalu, memutuskan agar negara-negara industri maju harus membayar kompensasi untuk menyerap emisi gas karbon yang sudah menyerupai rumah kaca yang menyelimuti atmosfer bumi. Keharusan ini kemudian dikenal dengan istilah perdagangan karbon.
Keputusan ini didasarkan pada asumsi bahwa perlindungan terhadap hutan tropis sangat penting. Karena, keberadaan hutan tropis akan sanggup menghambat pemanasan global dan membersihkan udara. Untuk memahami perdagangan karbon itu dilakukan, bisa dilihat pada ilustrasi di bawah ini:Â
Sebutlah ada sebuah negara maju yang tidak mampu mereduksiemisi gas karbon di negaranya karena tidak memiliki areal untuk dijadikan hutan lagi. Alasan ini tidak bisa membebaskannya dari kewajiban membuat hutan. Alternatifnya, ia harus membuat hutan di negara lain, dengan cara membiayai negara lain itu untuk membuat dan memelihara hutan.
Sebenarnya, dari perdagangan karbon ini, Indonesia memiliki peluang untuk bisa mendapatkan miliaran dollar tanpa harus menebang hutan sehingga tidak akan ada lagi kerusakan hutan Indonesia. Semoga para penguasa menjadi sedikit lebih pintar dengan adanya perdagangan karbon ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H