Indonesia, sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam dan budaya, masih menghadapi tantangan besar dalam menanggulangi kemiskinan. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, masalah kemiskinan tetap menjadi persoalan yang sulit diselesaikan. Kurva penurunan kemiskinan di Indonesia terbilang lambat, dan meskipun sudah ada program-program yang dirancang untuk mengatasinya, hasil yang diharapkan belum sepenuhnya tercapai. Penyelesaian masalah kemiskinan memerlukan langkah-langkah yang lebih efektif dan terkoordinasi, dengan melibatkan berbagai pihak agar dapat menemukan solusi yang menyeluruh dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat. Tantangan ini menuntut perhatian serius dan komitmen yang kuat dari semua elemen bangsa untuk mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera.
Dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto telah membentuk badan baru, yakni Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BPPK). Badan ini bertujuan membantu menekan angka kemiskinan di Indonesia secara maksimal selama periode 2024-2029.
Dalam buku Gagasan Strategis Prabowo Subianto: Strategi Transformasi Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045-Indonesia Menjadi Negara Maju dan Makmur, Prabowo Subianto menjanjikan dapat menurunkan angka kemiskinan ekstrem hingga nol persen dalam dua tahun pertama masa jabatan. Serta mencapai kemiskinan 5 persen pada 2029.
Sampai dengan Maret 2024, persentase penduduk miskin ekstrem di Indonesia adalah 0,83 persen, atau setara 2,3 juta orang. Sedangkan jumlah penduduk miskin di Indonesia di periode sama masih sebanyak 25,22 juta orang, atau 9,03 persen dari total penduduk Indonesia yaitu 279 juta jiwa.Tidak mudah memang untuk mencapai target diinginkan Prabowo. Namun, lewat Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan ini, Prabowo akan mempelajari dan memonitor semua program perlindungan sosial dan bantuan supaya tepat sasaran ke golongan masyarakat yang memerlukan bantuan.
Jika dilihat secara kesamaan, Badan Penanggulangan Pengentasan Kemiskinan ini sebenarnya tak beda jauh dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di era presiden sebelumnya. TNP2K dibentuk sebagai tim lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan yang berada di bawah presiden.
Beberapa program yang sudah berjalan diantaranya adalah percepatan penanggulangan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem melalui program bansos dan subsidi, akses terhadap pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan, air bersih, sanitasi, pangan, dan gizi).
Selain itu, ada pula pemberdayaan masyarakat miskin ekstrem melalui pelatihan, bimbingan, dan pemberian modal, dan program untuk menciptakan keluarga produktif melalui program simpanan keluarga sejahtera, PKH, usaha produktif, KIP, dan KIS; serta program-program lainnya.
Target untuk menurunkan angka kemiskinan ekstrem hingga nol persen dalam dua tahun pertama masa jabatan, serta mencapai kemiskinan di bawah 6 persen pada 2029, merupakan bagian dari visi ambisius dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Namun, mencapai target tersebut tidaklah mudah. Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah yang telah berakar kuat dan memerlukan kebijakan yang mendalam serta berkelanjutan untuk diatasi. Tantangan-tantangan besar telah menanti, terutama setelah beberapa tahun terakhir menunjukkan perlambatan dalam penurunan angka kemiskinan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun persentase kemiskinan menurun, jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan justru bertambah, yang memperlihatkan tantangan struktural dalam penanganan kemiskinan di Indonesia.
Data BPS menunjukkan bahwa pada Maret 2024, kemiskinan di perkotaan mencapai 7,09 persen, naik dari kondisi sebelum pandemi yaitu September 2019 yang sebesar 6,56 persen. Ini menandakan bahwa pemulihan ekonomi di wilayah perkotaan lebih lambat dibandingkan di pedesaan. Sementara itu, angka kemiskinan pedesaan menunjukkan penurunan yang lebih baik, dari 12,60 persen pada September 2019 menjadi 11,79 persen pada Maret 2024.