Jawa Timur memiliki ragam corak dan karakteristik masyarakat yang kompleks, dimana setiap daerah memiliki ciri masyarakat yang khas mengidentifikasi diri mereka melalui kebudayaannya.
Masyarakat Samin juga merupakan salah satu kelompok masyarakat di Jawa Timur yang tinggal di daerah sekitar Kabupaten Bojonegoro.
Masyarakat Samin dikenal sebagai suatu masyarakat yang menganut kepercayaan Saminisme, ajaran ini merupakan paham yang berasal dari seorang tokoh bernama Samin Surosentiko(1859-1914) atau yang dikenal dengan sebutan Raden Kohar yang merupakan anak dari Raden Surowidjojo, yang berasal dari Klopodhuwur Blora.
Secara etimologi sendiri Saminisme merupakan suatu akronim dari “Sami Sami Amin” Surowidjojo merupakan anak seorang Bupati yang meninggalkan kehidupannya sebagai seorang bangsawan dan mendirikan suatu kelompok masyarakat yang menentang Kolonial Belanda yang dikenal dengan nama “Tiyang Sami Amin” dan anggotannya dilatih ilmu beladiri kanuragan, olah budi dan strategi bertempur, yang kemudian diteruskan oleh anaknya Raden Kohar.
Ajaran Saminisme sendiri merupakan suatu reaksi terhadap pemerintah Kolonial Belanda pada masa itu dimana mereka menganggap bahwa pemerintahan dengan kesewenang-wenangannya merugikan masyarakat bumiputra.
Mereka menentang Pemerintahan Kolonial tidak dengan cara fisik atau kekerasan, melainkan dengan cara tidak mau menaati segala peraturan dan kewajiban yang ada termasuk dengan cara tidak membayar pajak terhadap Pemerintahan Kolonial. Pada saat itu telah diberlakukan sistem liberalisasi agraria yang berimplikasi pada swastanisasi tanah di daerah tersebut hal ini membuat Raden Kohar menentang kebijakan tersebut.
Orang Samin sendiri lebih gemar disebut sebagai orang sikep atau sedulur sikep, karena pemaknaan samin sendiri sering dianggap sebagai orang yang kurang terpuji, dan wong sikep memiliki arti orang yang bertanggungjawab.
Ajaran Samin mempunyai tujuan untuk membentuk manusia Jawata atau manusia yang sempurna. Untuk menjadi manusia yang sempurna terlebih dahulu harus menjadi orang sikep. Sikep juga diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang harus sesuai dengan kata-kata yang diucapkan. Hal-hal yang tercermin dalam ajarannya yaitu:
1. Jujur marang awake dhewe, artinya jujur pada diri sendiri (tidak berbohong).
2. Sing dititeni wong iku rak unine, artinya yang dipercaya orang itu adalah ucapannya.
3. Sing perlu rak isine dudu njabane, artinya yang terpenting adalah batin seseorang bukan lahirnya saja.
Masyarakat Samin di Jawa Timur khususnya di Bojonegoro dapat ditemui di daerah Kecamatan Margomulyo, Desa Margomulyo. Mereka hidup dengan pandangan hidup kolektif dan gotong-royong sesuai pandangan luhur mereka.
Sebagai produk dari sejarah lokal yang tertutup masyarakat Samin di Bojonegoro secara historis bukan merupakan warga asli atau penduduk asli wilayah Margomulyo khususnya di dusun Jepang. Melainkan merupakan penduduk dari Grobogan, ada yang mengatakan bahwa keberadaan Samin di Dusun Jepang Margomulyo Bojonegoro merupakan pengikut Samin Surosentiko yang melakukan pelarian karena masa itu keturunan orang Samin terus diawasi oleh Koloni Belanda.
Secara struktur sosial masyarakat Samin di Dusun Jepang pada umumnya bermatapencaharian petani atau buruh tani. Menurut informan, hanya sebagian kecil saja masyarakat Dusun Jepang yang memiliki sawah sendiri hal ini karena umumnya kepemilikan lahan hanya bisa untuk pemukiman.
Berdasarkan kondisi tersebut dan juga hasil wawancara dengan informan, bahwa struktur sosial masyarakat Dusun Jepang umumnya dan khususnya komunitas Masyarakat Samin dapat digolongkan kedalam tiga kelompok sosial yakni bawah, menengah, dan atas atau tinggi. Berdasar pada tingkat pendidikan dan perekonomian yang dimiliki serta silsilah masyarakat Samin.(Munawaroh,Ariani,Suwarno:36)
Secara organisasi sosia masyarakat Samin di dusun Jepang tidak berbeda dengan wilayah lain yang memiliki organisi formal dan informal. Mereka memiliki karang taruna, perangkat desa dsb. dalam lingkup informal mereka juga memiliki beberapa kelompok-kelompok berdasar budaya disana seperti sinoman, karawitan dll.
Sikap saling gotong-royong masyarkat Dusun Jepang masih sangat kental sebagai identitas yang melekat pada diri masyarakat disana. Di saat ada masyarakat yang mempunyai hajatan generasi muda sering melakukan kegiatan kerjasama atau gotong royong di antara warga, yang disebut dengan istilah sinoman atau peladen.
Mereka ini bertanggungjawab untuk membantu pelaksanaan hajatan. Selain ikatan keturunan, kegiatan hidup dalam masyarakat Samin juga diikat oleh perasaan sepaham yang biasa disebut dengan sebutan sedulur, seperti sedulur tenan, dulur tenan, sedulur dhewek, dulur dhewek, isih kulit.(Hanifah:47)
Nilai-nilai budaya masarakat Samin di Bojonegoro sendiri memiliki arti sebagai pemaknaan terhadap suatu entitas sebagai manifestasi dari ajaran Samin di Bojonegoro, konsepnya terbagi menjadi tiga bentuk seperti : Pemaknaan terhadap sang pencipta, pemaknaan terhadap alam lingkungan dan pemaknaan terhadap sesama manusia.
Pemaknaan terhadap sang pencipta diimplementasikan dalam bentuk suatu kepercayaan yang dituangkan pada kitab kalimashada dengan kepercayaan agama Adam. Secara garis besar, ajaran Samin dibagi menjadi 3 perkara.
Menurut Mbah Hardjo Kardi ketiga perkara itu berhubungan dengan: (1) angger-angger pengucap; (2) angger-angger pertikel dan (3) angger-angger lakunono.(Munawaroh,Ariani,Suwarno:36) Meski pada masa orde baru ada pemaksaan mengenai kepercayaan orang Samin yang dianggap berhaluan Komunis pasca peristiwa G30S, yang mengakibatkan mereka masuk Islam.
Pemaknaan terhadap alam lingkungan dimaknai sebagai masyarakat Samin ketika maasyarakat bercocok tanam dsb. yang berhubungan dengan kehidupan sosial ekonomi dan politik menjadi satu bentuk korelasi manusia dengan alam, dimana masyarakat percaya bahwasanya eksistensi alam tergantung pada perbuatan manusia terhadap alam.
Samin yang diartikan dengan istilah sami-sami amin, dari konsep itu dijelaskan bahwa semua warga masyarakat Samin harus bersama-sama menyatu dalam satu ajaran yang sama. Dalam pemaknaan terhadap sesama manusia, masyarakat Samin memiliki dasar dalam ajaran kitab kalimashada pada kepercayaan Adam.
Di sini terlihat bahwa unsur kebersamaan, satu, menyatu, persatuan menjadi kunci utama bagi masyarakat Samin untuk menjalani hidup. Oleh karena itu, bagi masyarakat Samin semua orang dianggap seperti saudara, sedulur, sehingga muncul konsep bahwa duweku yo duwekmu; duwekmu yo duweku, (miliku juga milikmu; milikmu juga miliku). (Munawaroh,Ariani,Suwarno:83)
Masyarakat Samin melihat manusia sebagai manusia seutuhnya, tidak memandang siapakah mereka, darimanakah mereka, memiliki latar belakang apa, mereka tidak memperdulikan hal tersebut, intinya sesama manusia adalah saudara.
Pada perkembangan pendidikan dan tekhnologi masyarakat Samin di Bojonegoro mulai muncul perkembangan yang signifikan, dimana mereka keturunan Samin di masa sekarang mulai mengenyam pendidikan bahkan hingga pendidikan sekolah menengah yang sebelumnya tidak pernah didapat orang tua mereka.
Teknologi juga mulai masuk di masa sekarang listrik yang merata dan mereka bahkan juga memiliki alat elektronik yang modern dan beberapa memiliki handphone dan komputer. Alat transportasi semakin terlihat banyak digunakan masyarakat Samin di Bojonegoro pasca perbaikan akses jalan pada 1990-an.
Transformasi kepercayaan juga terlihat di tahun 60-an sebagai tonggak awal mereka mulai meninggalkan agama Adam karena paksaan dari pemerintah Indonesia yang hanya mewajibkan lima agama. Tradisi atau adat-istiadat mereka masih kental hingga sekarang, dimana seperti upacara kelahiran, perkawinan, kematian, slametan atau brokahan masih eksis di tradisi masyarakat rural di Dusun Jepang.
Meskipun arus modernitas melaju begitu pesat, orang-orang Samin dengan ajaran saminisme tetap mempertahankan budaya dan ajaran-ajaran pokok leluhur dengan tidak lupa bahwasanya Samin sendiri merupakan budaya yang berangkat dari perlawanan terhadap kesewenangan-wenangan Pemerintah Kolonial pada saat itu.
Mereka juga menganggap Indonesia sendiri tidak berbeda dengan Pemerintah Kolonial sehingga menyebabkan ketertutupan masyarakat Samin terhadap masyarkaat luar masih terjadi meski mereka memiliki karateristik yang mudah membaur dan terbuka terhadap orang asing, mereka tetap menolak beberapa regulasi Pemerintah Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
2011. Budaya Sambatan dalam Masyarakat Samin. http://www.berdikarionline.com/budaya-sambatan-dalam-masyarakat-samin/ . Diakses pada 31 Maret 2020
Geertz, Clifford.1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. terj. Aswab Mahasin. Bandung: Dunia Pustaka Jaya.
Matanesi, Petrik.2017. Cara Samin Melawan dan Bikin Resah Belanda. https://tirto.id/cara-samin-melawan-dan-membikin-resah-belanda-clqN . Diakses pada 31 Maret 2020
Munawaroh, Siti.2015. Etnografi masyarakat Samin di Bojonegoro: potret masyarakat Samin dalam memaknai hidup. Yogyakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Balai Pelestarian Nilai Budaya
Said Mas’ud.2020. Belajar Moral dan Budaya Luhur dari Masyarakat Samin. http://disbudpar.jatimprov.go.id/read/umum/belajar-moral-dan-budaya-luhur-dari-masyarakat-samin . Diakses pada 31 Maret 2020
Sri, Indah dan Lestari, Puji. 2017. MASYARAKAT SAMIN DITINJAU DARI SEJARAH DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER. Jurnal Universitas Negri Yogyakarta. 13/1
Umi, Hanifah.2013. TRANSFORMASI SOSIAL MASYARAKAT SAMIN DI BOJONEGORO (Analisis Perubahan Sosial dalam Pembagian Kerja dan Solidaritas Sosial Emile Durkheim). Dalam Jurnal Sosiologi Agama: Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama dan Perubahan Sosial.13/1 Universitas Islam Negri Sunan Ampel Surabaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H