Samin yang diartikan dengan istilah sami-sami amin, dari konsep itu dijelaskan bahwa semua warga masyarakat Samin harus bersama-sama menyatu dalam satu ajaran yang sama. Dalam pemaknaan terhadap sesama manusia, masyarakat Samin memiliki dasar dalam ajaran kitab kalimashada pada kepercayaan Adam.
Di sini terlihat bahwa unsur kebersamaan, satu, menyatu, persatuan menjadi kunci utama bagi masyarakat Samin untuk menjalani hidup. Oleh karena itu, bagi masyarakat Samin semua orang dianggap seperti saudara, sedulur, sehingga muncul konsep bahwa duweku yo duwekmu; duwekmu yo duweku, (miliku juga milikmu; milikmu juga miliku). (Munawaroh,Ariani,Suwarno:83)
Masyarakat Samin melihat manusia sebagai manusia seutuhnya, tidak memandang siapakah mereka, darimanakah mereka, memiliki latar belakang apa, mereka tidak memperdulikan hal tersebut, intinya sesama manusia adalah saudara.
Pada perkembangan pendidikan dan tekhnologi masyarakat Samin di Bojonegoro mulai muncul perkembangan yang signifikan, dimana mereka keturunan Samin di masa sekarang mulai mengenyam pendidikan bahkan hingga pendidikan sekolah menengah yang sebelumnya tidak pernah didapat orang tua mereka.
Teknologi juga mulai masuk di masa sekarang listrik yang merata dan mereka bahkan juga memiliki alat elektronik yang modern dan beberapa memiliki handphone dan komputer. Alat transportasi semakin terlihat banyak digunakan masyarakat Samin di Bojonegoro pasca perbaikan akses jalan pada 1990-an.
Transformasi kepercayaan juga terlihat di tahun 60-an sebagai tonggak awal mereka mulai meninggalkan agama Adam karena paksaan dari pemerintah Indonesia yang hanya mewajibkan lima agama. Tradisi atau adat-istiadat mereka masih kental hingga sekarang, dimana seperti upacara kelahiran, perkawinan, kematian, slametan atau brokahan masih eksis di tradisi masyarakat rural di Dusun Jepang.
Meskipun arus modernitas melaju begitu pesat, orang-orang Samin dengan ajaran saminisme tetap mempertahankan budaya dan ajaran-ajaran pokok leluhur dengan tidak lupa bahwasanya Samin sendiri merupakan budaya yang berangkat dari perlawanan terhadap kesewenangan-wenangan Pemerintah Kolonial pada saat itu.
Mereka juga menganggap Indonesia sendiri tidak berbeda dengan Pemerintah Kolonial sehingga menyebabkan ketertutupan masyarakat Samin terhadap masyarkaat luar masih terjadi meski mereka memiliki karateristik yang mudah membaur dan terbuka terhadap orang asing, mereka tetap menolak beberapa regulasi Pemerintah Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
2011. Budaya Sambatan dalam Masyarakat Samin. http://www.berdikarionline.com/budaya-sambatan-dalam-masyarakat-samin/ . Diakses pada 31 Maret 2020
Geertz, Clifford.1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. terj. Aswab Mahasin. Bandung: Dunia Pustaka Jaya.