Mohon tunggu...
a_selaludihati
a_selaludihati Mohon Tunggu... Guru - Andy Hermawan

Terlahir dengan nama Andy Hermawan, saat ini berprofesi sebagai edupreneur dan pendongeng.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

6% Terjawab, 94% Bagaimana?

20 Juni 2020   11:19 Diperbarui: 20 Juni 2020   11:41 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: www.diversitytheplayschool.com

Data dari gugus tugas penanganan covid 19 mengungkap bahwa kesiapan pembukaan sekolah di tahun ajaran 2020/2021 hanya sekitar 6% yang berada di zona hijau. Hal ini membuat seluruh warga masyarakat harus memutar cara agar mampu beradaptasi dengan berbagai macam aturan yang diberlakukan untuk menyikapi hal tersebut. 

Pemerintah memastikan bahwa awal tahun ajaran 2020/2021 tetap dimulai pada bulan Juli 2020, namun dengan catatan, sekolah tersebut berada pada zona hijau dengan beberapa protokol kesehatan sesuai standar dari tim gugus tugas penanganan covid 19. Mengutip informasi dari laman  kompas.com, menurut Nadiem, ada 3 tahap sekolah dibuka: 

1. Tahap I Yang bisa mengikuti pembelajaran tatap muka ialah siswa jenjang SMA, SMK, MA, MAK, SMTK, SMAK, Paket C, SMP, MTs, paket B. 

2. Tahap II Pada tahap kedua ini akan dilaksanakan dua bulan setelah tahap I yakni bagi jenjang SD, MI, Paket A dan SLB. 

3. Tahap III Sedangkan di tahap ketiga dilaksanakan dua bulan setelah tahap II yakni bagi jenjang PAUD formal (TK, RA, TKLB) dan non formal. Catatan ini hanya berlaku untuk sekolah yang berada di zona hijau. Berarti yang derada di 94% bagian, masih harus melaksanakan sistem belajar dari rumah dengan regulasi yang belum jelas. 

Alih alih berbicara tentang merdeka belajar di masa pandemi, justru yang muncul seolah-olah menjadi sebuah "kurikulum terserah". Banyak warga belajar yang menginginkan adanya panduan yang jelas bagaimana penerapan pembelajaran tatap muka ini dapat dilakukan secara efektif dan efisien. 

Metode pembelajaran yang adaptif sangat diperlukan dalam pembelajaran jarak jauh ini. Bukan sekedar membuka kelas dengan waktu yang bersamaan dengan pokok bahasan yang sama. Hal ini akan terasa menjemukan. Dari kondisi di atas, saya mempunyai beberapa catatan yang (mungkin) bermanfaat bagi kompasioner sekalian.

Andai Kelas tatap muka bersama fasilitator mulai bulan Juli 2020

Dengan dua pilihan teknis pelaksanaannya

* Di Sekolah. Anak masuk sekolah dengan terjadwal, memperhitungkan rasio jumlah anak yang masuk dan fasi, frekwensi masuk dan durasi waktu pertemuan yang diatur sesuai kesepakatan dgn ortu.

Misal diawali setiap anak punya waktu sekali dalam seminggu untuk bertemu teman di sekolah. Selanjutnya akan di evaluasi pelaksanaannya secara periodik, misal lalu menambahnya menjadi 2x seminggu dan seterusnya

* Di luar Sekolah : Guru mendatangi, kegiatan bersama semacam home visit dengan kelompok lebih kecil. Bisa berdasar grouping area tempat tinggal.

(Kelas tatap muka tetap memperhatikan protokol pemakaian masker, jaga jarak, jaga kebersihan, prasarat sehat fisik)

*Sejauh membaca sikap orangtua, tersirat masih merasa keberatan utk pelaksanaan kelas tatap muka di waktu dekat.

Alasan utama pandemi masih belum pasti, terlebih protokol kesehatan yang tidak gampang untuk dilakukan anak, apalagi jika sudah ketemu teman.

*Sisi fasilitator, juga menjadi beban mental dan moral, misal seandainya tidak bisa memberikan pendampingan yang maksimal. Menimbang mengelola kelas tatap muka PAUD juga banyak kerentanan, karena menyangkut keamanan, kesehatan dan keselamatan anak juga fasinya (misal faktor Umur dan riwayat kesehatan). Bukan hanya perkara pendidikan saja.

*Menimbang bahwa pembelajaran di rumah (selama pandemi) juga berlangsung mengalir alamiah dan tersirat baik-baik saja. Karena orangtua juga tidak terbebani dengan tugas-tugas sekolah dan pembelajaran berlangsung fleksibel karena berbasis minat anak. Ortu yang kemungkinan besar juga terdampak di aspek finansialnya, harapannya tidak bertambah beban energinya.

*Pembelajaran ala daring utk PAUD juga memiliki banyak kendala dan tantangan. Karena pertemuan tatap muka tidak bisa digantikan.

Tidak banyak yang bisa dilakukan fasi. Sejauh menyapa, merespon postingan karya atau cerita anak juga orangtua, dan memberi umpan balik.

Orang tua yang sepenuhnya memfasilitasi dan mendampingi anak berproses di rumah. Grup kelas menjadi ruang bertemu bersama dan ruang presentasi anak, ruang komunikasi fasi dan ortu berbagi informasi dan diskusi. Meski tidak ada separuh orangtua yang aktif, setidaknya wag kelas harapannya bisa menularkan dan menumbuhkan semangat yang positip untuk semuanya, di tengah pandemi.

* Sekolah meski berembuk dengan orang tua secara mendalam, menggali pandangan dan sikap orangtua.

Seandainya kelas tatap muka mundur di awal tahun (khususnya PAUD), menjadi kecenderungan pilihan ortu dan jadi kesepakatan bersama.

Maka sekolah mesti menghargai pilihan ini. Sekolah dan keluarga2 masih akan terhubung,. Melalui wag kelas. Harapannya keguyupan akan terus terjaga & tetap menjadi ruang belajar bersama.

Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa ekosistem pendidikan yang ideal terdiri dari tri sentra atau 3 pusat pendidikan yaitu rumah, sekolah, dan masyarakat. PR tidak diberikan bagi para siswa yang  notabene berlajar di sekolah hanya 3-4 jam saja tetapi saat dirumah mereka memiliki kultur untuk belajar yang unik, demikian pula dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu janganlah memandang belajar dari rumah adalah suatu hal yang negatif, justru harus kita tingkatkan lagi porsinya. 

Dan peranan orang tua sangatlah fundamental dalam keberhasilan proses pendidikan. Pendidikan bukanlah seperti mengisi sebuah ember melainkan menyalakan api. Sayangnya banyak pihak yang beranggapan bahwa semakin banyak informasi dan ilmu yang diberikan akan semakin baik padahal semuanya tumpah. Pendidikan cukup mengajarkan bagaimana caranya belajar yang efektif dan efisien. Apa yang dipelajari? 

Bisa apa saja tergantung minat dan bakat peserta didik sendiri. Inilah salah satu sebab rendahnya mutu pendidikan Indonesia yang sarat dengan konten dan begitu banyaknya jumlah mata pelajaran. Fungsi guru saat ini harus lebih menjadi fasilitator bagi peserta didik untuk memilih dan memilah informasi untuk memecahkan masalah atau berinovasi. Semoga catatan ini bermanfaat bagi kompasioner sekalian dalam menanggapi kebutuhan tentang metode pendidikan yang akan dipilih di masa normal baru ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun