Pisau Batik merupakan kerajinan dengan tema kebudayaan yang diusung Darmo Sudiman.
Sudah hampir sepuluh tahun Darmo Sudiman atau yang kerap disapa Diman memulai karirnya sebagai pengrajn pisau batik.
Berpusat di rumahnya yang ada di dusun Krengseng, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Diman awalnya hanya meneruskan usaha pisau logam yang dimiliki ayahnya.
Namun, Diman ingin pisau logam yang ia buat berinovasi agar dapat mengikuti perkembangan zaman namun masih mengikuti kebudayaan lokal Yogyakarta, karena itulah Diman memilih batik sebagai bentuk inovasinya.
Setelah beberapa kali mengalami kegagalan, akhirnya Diman menemukan logam yang pas untuk dibatik dan pada tahun 2012, masyarakat mulai mengenal kerajinan pisau batik miliknya. "Lagipula membatik di logam itu kan belum ada, jadi saya masih leluasa buat mengkreasikannya." sambungnya.
Awalnya Diman merintis usahanya seorang diri, mulai dari membentuk pisau logam, membatik, hingga menghilangkan malam pada pisau logam. "Membuat pisau batik itu susah, nggak bisa buru-buru, harus sabar dan telaten. Satu pisau itu bisa tiga sampai tujuh hari."
Proses pembuatan pisau batik dimulai dari tahap membentuk pisau, kemudian setelah terbentuk, pisau ditajamkan dan dihaluskan dengan menggunakan mesin gerinda.
"Dulu satu daerah sini pengrajin pisau logam semua, Mbak. Trus saya yang pertama bikin pisau batik," ucap Diman saat menunjukkan keahliannya menggunakan mesin gerinda.
"Logam jenis stainless-steel itu paling bagus buat batik, soalnya kan gak dibakar, jadi nggak berkarat."
Setelah pisau selesai dibuat, pisau itu mulai dibatik oleh seorang perempuan yang merupakan salah satu karyawan Diman.
Perempuan itu tampak sangat luwes menggerakan canting di atas logam pisau sesuai dengan pola yang diinginkan, bahkan pola tersebut tidak dicetak terlebih dahulu di atas logam pisau.
Pisau yang telah selesai dibatik kemudian direndam kurang lebih dua setengah hari agar warnanya keluar. Kemudian direbus atau dilorot dengan soda abu agar malamnya hilang dan dibersihkan.
Diman menjamin jika motif batik tidak akan hilang walaupun dicuci, bahkan warna dan motifnya akan semakin jelas jika semakin sering dipakai.
Meskipun usahanya terbilang sukses, Diman memiliki berbagai pengalaman yang kurang menyenangkan. Diman pernah tidak bisa memenuhi pesanan yang datang dari Perancis karena sangat banyak dan tenaga yang dimilikinya terbatas.
Selain itu, Diman juga belum mengetahui proses ekspor-impor sehingga Diman mengharapkan adanya pelatihan dan bimbingan dari pemerintah agar usahanya dapat terangkat. Belum lagi dengan kondisi masyarakat yang masih kurang melirik kerajinan tersebut.
Meski begitu, Diman tetap senang karena usahanya mulai banyak dikenal orang dan banyak tamu yang datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H