Mohon tunggu...
Andry Wibowo
Andry Wibowo Mohon Tunggu... Polisi - Salus populi suprema lex esto

Bergotong Royong Membangun Negeri

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

"Pemolisian Gotong Royong" dalam Dunia yang Terus Berubah

26 September 2020   21:34 Diperbarui: 28 September 2020   13:15 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ANTARA FOTO/Adwit B Pramono/foc/17

Frasa pemolisian gotong royong mungkin terdengar asing bagi telinga polisi maupun masyarakat. Jika kita pengggal frasa tersebut menjadi dua bagian, barulah mempermudah kita untuk memahaminya, yaitu konsep pemolisian dan gotong royong.

Pemolisian sendiri pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan polisi untuk mewujudkan keamanan, ketertiban dan keselamatan masyarakat. Konsepsi yang bentuk operasionalnya dapat dilihat pada aktifitas keseharian polisi. Sedangkan frasa gotong royong merupakan perwujudan adanya sikap kebersamaan (guyub).

Gotong royong sebuah tindakan sadar, yang memiliki sifat sukarela (voluntarism) dalam menjalankan kegiatan bersama. Gotong royong memiliki prinsip, ringan sama dijinjing berat sama dipikul. 

Prinsip lainnya dari gotong royong, tanpa berpikir soal untung rugi bagi para pelakunya. Gotong royong bermaksud, mencapai tujuan secara bersama.

Gotong royong sendiri merupakan frasa dan tradisi yang mengakar dalam kebudayaan bangsa Indonesia.  Masyarakat nusantara sejak dahulu sudah hidup bersama nilai toleransi, empati sosial yang tinggi, peduli dengan saudara dan tetangga, yang merupakan bentuk perwujudan tradisi kekeluargaan dalam komunitas sosial dan budaya.

Dengan demikian pemolisian gotong royong yang dimaksud dalam judul tulisan ini adalah, upaya bersama seluruh pihak secara struktural dan sosial untuk mewujudkan kondisi masyarakat yang aman, tertib dan jauh dari bahaya yang mengancam.

Dalam konteks pengembangan teori dan model pemolisian pada negara maju seperti Amerika Serikat yang riset kepolisiannya tergolong maju, pemolisian dengan ciri ke-gotong royong-an seperti ini tergambarkan pada konsep community policing (pemolisian masyarakat).

Atau dalam literatur Polri dan berbagai riset pendidikan kepolisian di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian disebut sebagai pemolisian komunitas.

Dari sisi gagasan meskipun nampak terlihat sama antara pemolisian gotong royong yang saya tawarkan dengan pemahaman pemolisian masyarakat atau pemolisian komunitas, namun jika diartikan secara harafiah, antara konsep community policingnya "Bailey" dengan pemolisan gotong royong, keduanya tidaklah identik.

Perbedaan diantara kedua konsep pemolisian itu akan coba dijelaskan disini. Pertama, konsep community policing yang lahir sekitar tahun 1960-an hingga tahun 1970-an didasarkan pada dua rasionalisasi, kenapa model pemolisian ini perlu.

Pertama, sikap individualisme dalam kehidupan sosial masyarakat perkotaan Amerika Serikat sangat tinggi. Situasi ini melahirkan sikap apatisme dan kurang pedulinya masyarakat kota New York di Amerika Serikat pada persoalan yang menjadi tanggung jawab sosial bersama, khususnya pada urusan bertetangga (neighborhood).

Kedua, model pemolisian sebelumnya, pemanggilan pelayanan kepolisian 911 sebagai bentuk modernisasi pelayanan kepolisian kota New York, dengan dukungan sebaran mobil patroli polisi dirasakan belum sepenuhnya efektif untuk mengatasi dinamika akar persoalan keamanan, ketertiban dan keselamatan warga.

Diperlukan upaya untuk meningkatkan layanan kepolisian secara umum, untuk menjawab kompleksitas persoalan sosial, politik, ekonomi maupun budaya yang terjadi dalam masyarakat Amerika pada saat itu.

Namun, pada sisi lainnya, Amerika Serikat sedang mengalami persoalan berat dalam bidang ekonomi dan politiknya, yang diakibatkan dari besarnya penggunaan anggaran negara untuk kepentingan perang dingin (Blok Barat vs Blok Timur) yang terjadi di berbagai belahan dunia. Situasi tersebut memberikan dampak pada keterbatasan anggaran kepolisian Amerika.

Pada dimensi lainnya, Amerika juga sedang menghadapi problem sosial dan budaya terkait dengan persoalan multikulturalisme, serta hubungan  interkultural akibat kehadiran para imigran yang berasal dari berbagai negara dengan identitas SARA yang beragam. 

Persoalan lainnya, terjadi disfungsionalisasi intitusi sosial keagamaan, ketetanggaan, sekolah dan berbagai problem soal lainnya.

Untuk menjawab kompleksitas persoalan baik yang bersifat laten dan manifes tersebut, terkait dengan permasalahan kepolisian dan lingkungan sosialnya, dilakukanlah kerjasama antara kepolisian Amerika dengan lembaga riset untuk menemukan formulasi model pemolisian baru. Formula yang bertujuan untuk mendorong institusi sosial bekerja dalam menjaga kerukunan bertetangga.

Dalam formula yang baru ini, polisi diharapkan dapat mengidentifikasi akar masalah keamanan, ketertiban dan keselamatan warga. Sekaligus mendorong lahirnya strategi pemolisian yang lebih pro-aktif, preventive dan kolaboratif untuk mereduksi masalah masalah keamanan, ketertiban dan keselamatan warga.

Pemolisian gotong royong yang dimaksudkan dalam tulisan ini, bersumber pada upaya mengintegrasikan strategi pemolisian oleh Polri dan pemerintah dengan tradisi sosial kebudayaan masyarakat Indonesia.

Tradisi yang lahir dalam kondisi masyarakat Indonesia yang multikulturalis dan hidup tersebar dalam kepulauan, yang pada prakteknya hidup rukun, serta memiliki tradisi saling tolong menolong.

Kebiasaan hidup masyarakat Indonesia memiliki tanggung jawab kolektif dan kebersamaan dalam mengelola persoalan ekonomi, sosial dan keamanan, termasuk menjaga kebudayaan lokal sebagai suatu nilai bersama. 

Tradisi inilah yang melahirkan sistem sosial yang terbukti menjadi kekuatan Indonesia dalam menghadapi berbagai macam peristiwa krisis dalam perjalanan sejarahnya.

Pandemi Covid-19 yang memiliki dampak multidimensi terjadi disaat Indonesia sedang berupaya menyesuaikan diri terhadap fase baru demokrasi dalam politik, globalisasi, sekaligus revolusi industri informasi 4.0. Krisis yang diakibatkan oleh pandemi ini musti menjadi momentum terjadinya perubahan orientasi kebijakan.

Dibutuhkan kesadaran penuh untuk mengubah cara (shifting), transformasi strategi, budaya, kepemimpinan dan manajemen di seluruh institusi, baik politik, keamanan dan pertahanan, ekonomi dan sosial.

Kita perlu belajar dari pengalaman resesi, krisis, serta perubahan lingkungan sosial di kota New York pada saat model community policing ditemukan oleh Bayley. Polisi New York dengan keterbatasan anggaran pada saat itu, dihadapkan pada tantangan tugas yang semakin sulit. 

Lalu, kepolisian bersama para pakar kepolisian dan pemerintah berfikir keras untuk menemukan model pemolisian yang efektif dalam menyelesaikan masalah operasionalisasi kepolisian.

Sebuah model pemolisian yang lebih efisien dari sisi anggaran, namun memiliki efektifitas pola kerja. Pemolisian yang lebih  pro-aktif dalam mengidentifikasi akar masalah dan cepat menyelesaikannya.

Model yang mampu menumbuhkembangkan integrasi aktif sosial-polisi dalam mewujudkan tujuan bersama pemerintah, polisi dan masyarakat dalam memelihara keamanan, ketertiban dan keselamatan.

Sebagai sebuah gagasan, konsep Pemolisian Gotong Royong sepertinya perlu menjadi bahan pikir semua pihak yang peduli terhadap masa depan Polri, negara, bangsa dan masyarakat Indonesia. Bersama konsep pemolisian gotong royong ini, perlu dilakukan perubahan desain besar tentang rancang bangun dan peta jalan kepolisian.

Covid 19, politik identitas, globalisasi, revolusi industri informasi 4.0 melahirkan de-strukturalisasi intistitusi negara, publik dan sosial. Ancaman individualisme dan disintegrasi sosial menambah beban pemerintah pada urusan pengelolaan keamanan, ketertiban dan keselamatan warga. 

Resesi ekonomi dunia yang berdampak pada defisitnya keuangan negara, membutuhkan pengembangan model baru dalam pengembangan strategi kepolisian.

Strategi pemolisian yang efektif dalam sasaran, fungsi dan tujuan, tetapi tidak menjadi beban keuangan negara di tengah zaman sulit yang penuh ketidak pastian.

Sebagaimana " best practise " yang dilakukan Amerika Serikat, maka model pemolisian proactive, kolaborative, preventive dan solutif pada akar masalah keamanan, dengan mendorong kemandirian kolektif pada unit-unit terkecil masyarakat seperti RT, RW, Desa, Kelurahan dan Kecamatan menjadi sangat penting untuk dikembangkan.

Strategi transformasi tentunya memerlukan telaah mendalam tentang struktur, strategi dan sistem, termasuk budaya yang meliputi falsafah, nilai, tradisi dan perilaku dalam organisasi kepolisian termasuk institusi publik lainnya. Transformasi seperti ini juga harus terjadi pada level kepemimpinan dan manajemen organisasi.

Karena kepemimpinan dan manajemen menjadi sektor pendorong bagaimana rancang bangun dan peta jalan yang seharusnya dilakukan untuk membangun organisasi kepolisian yang unggul di dunia. Institusi keamanan utama, dalam dunia yang kian sulit dan tak pasti.  

Pemolisian gotong royong bisa menjadi anti thesa dari pendekatan keamanan berbiaya mahal dan represif, yang berbasis pada pendekatan mekanik - reaktif yang umumnya berorientasi pada  penguatan makro struktural - legalistik.

Pemolisian gotong royong menjadi pendekatan keamanan organik- pro-aktif yang berorientasi pada penguatan mikro struktural dan terintegrasi pada operasionalisasi sistem nilai kegotong royongan budaya masyarakat Indonesia, untuk memperkuat postur polri yang profesional, proporsional, modern, lincah  dan unggul.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun