Mohon tunggu...
Andry Wibowo
Andry Wibowo Mohon Tunggu... Polisi - Salus populi suprema lex esto

Bergotong Royong Membangun Negeri

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Polri Post Reformasi: di Antara Kompleksitas Problem Negara dan Masyarakat

26 Juni 2020   19:13 Diperbarui: 26 Juni 2020   19:08 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Perubahan zaman selalu mendorong Polisi untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Perubahan bisa terjadi secara radikal, liberal dan konservatif. Dan dilakukan secara terus menerus melalui pendekatan konstruktivism, revisionism, maupun reformasi. Sejarah kepolisian dimanapun menunjukkan dinamika hubungan Polisi (Negara) dengan masyarakat selalu terjadi dari zaman ke zaman, bahkan terkadang perubahan tersebut terjadi karena satu atau dua peristiwa.

Sebagai contoh, peristiwa kematian George Floyd warga Afro Amerika oleh petugas kepolisian Minneapolis, mengakibatkan terjadinya gelombang protes dan kerusuhan di Amerika Serikat, berdampak dengan dikeluarkan kebijakan  reformasi kepolisian di Amerika Serikat. Hal ini sejalan dengan sejarah perkembangan kepolisian Amerika Serikat yang sangat dinamis dalam merespon perkembangan zaman.

Dinamika perubahan sosial melahirkan model model pemolisian di  Amerika Serikat. Model ini menjadi rujukan berbagai negara termasuk Polri seperti 911 Response Time, Community Policing (Bayley), Problem Oriented Policing (Herman Goldstein), Drug Enforcement Agency ( DEA ), Federal Bureau Investigation (FBI), adalah beberapa contoh perkembangan kepolisian dan model pemolisian di Amerika Serikat menjadi inspirasi banyak negara termasuk Indonesia.

Kondisi demikian menunjukkan bahwasanya reformasi kepolisian merupakan produk yang kompleks dari interaksi peristiwa yang saling mempengaruhi, dan bersifat multidimensional, baik dalam dan luar negeri. Sejarah masa lalu, kebutuhan masa kini, hingga harapan di masa depan menjadi transformasi sejarah peradaban manusia. Maka tepatlah adagium Prof. Satjipto Raharjo yang menyatakan polisi yang baik adalah polisi yang cocok dengan masyarakatnya. Pernyataan yang mengandung arti, polisi dituntut untuk selaku peka dan mampu beradaptasi dengan konteks perubahan lingkungan masyarakatnya.

Dalam negara demokratis, polisi sebagai organ yang memiliki legalitas dan legitimasi dalam menggunakan upaya paksa, wajah polisi menjadi "Dual Poly" antara protagonis, menolong (Help), membantu (assistance), peduli dan melayani (care and service) kebutuhan dan kesulitan masyarakat dan wajah antagonis dalam memerangi kejahatan dan gangguan keamanan (crime fighter). Dengan kondisi demikian, polisi sebagai pihak yang dicintai sekaligus dibenci (love and hate) adalah suatu keniscayaan (faith).

Dalam sejarah modernisasi kepolisian di dunia, kemandirian organ kepolisian merupakan ikhtiar kolektif yang memiliki relasi kuat dengan prinsip imparsialitas instrumen negara, dalam mengelola isu isu konflik hubungan negara-pemilik modal dan kaum pekerja. Imparsialitas organ keamanan sejalan dengan imparsialitas birokrasi yang lainnya sebagai bagian dalam sejarah perkembangan demokrasi (the birth of democracy).

Pakem dalam sistem demokrasi mensyaratkan adanya pemerintah yang dapat menjalankan tata kelola pemerintahan demi kepentingan semua anggota masyarakat, tanpa membedakan kelas dan status sosial. Pemerintahan yang tidak lagi mengedepankan relasi patrimonial yang terjadi pada sistem sistem otokrasi maupun monarki. Yang mengutamakan  keluarga, kawan, saudara dengan mengesampingkan meritokrasi sistem birokrasi, sebagai nilai dasar dari kelahiran demokrasi itu sendiri.

Modernisasi kepolisian merupakan ikhtiar untuk membangun institusi kepolisian dengan paradigma berfikir dan bertindak modern, yang berorientasi pada pengetahuan, akal budi, keterampilan dan pertanggungjawaban kepada negara dan masyarakat. Dimulai dari pengembangan cara berfikir (mind) dan berperilaku (behavior) manusia modern. Dua hal mendasar yang menjadi ruh reformasi kepolisian dimanapun, khususnya bagi negara yang mengembangkan sistem demokrasi.

Reformasi kepolisian bukanlah hal yang mudah, karena institusi kepolisian merupakan sub-sistem dari dimensi persoalan yang kompleks, yang meliputi perkembangan ekonomi, politik, demokrasi, hukum, sosial dan budaya dari masyarakat yang saling mempengaruhi. Reformasi kepolisian sebaiknya dimaknai sebagai suatu ikhtiar pengembangan profesionalisme dan modernisasi tanpa henti.

Karena sejatinya institusi kepolisian adalah instistusi yang hidup dalam organisme sosial, politik, ekonomi, budaya maupun ideologi dan teknologi, yang merupakan sejarah perkembangan dalam konteks relasi polisi, negara dan masyarakat. Polri secara linear menjadi bagian dari proses perkembangan masyarakat milenium yang ditandai dengan pengaruh demokratisasi dan revolusi industri 4.0. Karena itu Polri ditantang untuk beradaptasi dengan watak demokratis serta melek teknologi infomasi.

Reformasi Polri juga dihadapkan pada tantangan gangguan keamanan, ketertiban dan keselamatan masyarakat yang di picu oleh berkembangnya kejahatan lintas negara seperti terorisme dan gerakan fundamentalisme agama yang mengancaman kohesifitas sosial dalam masyarakat multikultural. Kejahatan Narkotika yang mengancam generasi produktif bangsa, serta disrupsi teknologi dan komunikasi yang dampaknya berakibat pada semua sendi sendi kehidupan. Fenomena tersebut menjadikan dinamika reformasi polri sangat sarat dengan pembangunan kapasitas organisasi baik manusia, struktur, model, regulasi maupun peralatan dan material khusus kepolisian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun