"Hanya alang-alang pagar rumah kita. Tanpa Anyelir, tanpa melati. Hanya bunga bakung tumbuh di halaman. Namun semua ini punya kita. Memang semua itu milik kita sendiri."
"Rumah Kita" merupakan salah satu lagu Indonesia paling populer, aransemen musiknya diciptakan oleh gitaris Ian Antono sedangkan liriknya ditulis Theodore KS. Ternyata inspirasi "Rumah Kita" beranjak dari pengalaman pribadi para penciptanya, ketika lagu ini ditulis sekitar tahun 1987, menurut Theodore KS baik dirinya maupun Ian Antono kala itu belum memiliki rumah tinggal milik sendiri. Mereka masih mengontrak rumah.
Rumah adalah kebutuhan dasar manusia, bagaimana pun manusia membutuhkan rumah tinggal sehingga sudah pasti setiap orang memiliki keinginan memiliki rumah sendiri.Â
Dibandingkan menyewa, memiliki rumah pribadi  lebih menguntungkan, karena dari sisi finansial biaya yang dikeluarkan untuk perawatan atau cicilan rumah pada akhirnya akan berwujud aset tetap berupa rumah sendiri.
Dari aspek status sosial kepemilikan rumah pribadi mencerminkan kemapanan ekonomi seseorang, sehingga derajat serta keberadaannya lebih diakui oleh masyarakat. Walaupun kenyataannya proses memiliki rumah tidak mudah, perlu perjuangan baik upaya mengumpulkan biaya ataupun mencari lokasi rumah sesuai kebutuhan dan kemampuan.
Populasi penduduk Indonesia berada di kisaran angka 270 juta jiwa, sangat besar. Namun meninjau data Badan Pusat Statistik, justru menunjukkan bahwa keluarga Indonesia yang memiliki rumah mengalami penurunan, tahun 2015 mencapai 82,63% pada tahun 2018 merosot menjadi 80,02%.
Persoalan memiliki rumah memang menjadi momok bagi kebanyakan orang, populasi manusia terus bertambah sementara ketersediaan lahan tidak bertambah.Â
Bagi masyarakat berpenghasilan tinggi, membeli rumah atau properti mungkin tidak menjadi kendala. Ada juga kalangan masyarakat yang memiliki rumah lebih dari satu, tetapi itu bukan hal yang dapat dinikmati masyarakat kebanyakan.
Sebetulnya penyelenggara negara sudah mengupayakan ketersediaan rumah melalui Program Sejuta Rumah. Tercatat sampai 31 Desember 2019, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah membangun 1,25 juta unit rumah, dengan rincian 945.161 unit bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan 312.691 unit bagi non-MBR.
Hanya saja tuntutan masyarakat memiliki rumah tidak berhenti sampai titik tersebut, jika berkaca dari proyeksi pertumbuhan penduduk, sampai tahun 2030 kebutuhan masyarakat akan rumah tetap bertambah. Karena secara demografi penduduk usia produktif di Indonesia terus meningkat dibandingkan penduduk usia non-produktif.
Kehadiran Program Tabungan Perumahan Rakyat
Mimpi memiliki rumah senantiasa larut dalam benak banyak masyarakat Indonesia, kalkulasi secara mendasar dengan penghasilan yang secara rata-rata menengah dan MBR, tingginya harga rumah menjadi masalah akut. Jadi penyelenggara negara dalam hal ini Pemerintah mempunyai amanat dari masyarakat agar terus mengupayakan ketersediaan rumah tinggal.
Akhirnya tanggal 20 Mei 2020, Presiden Joko Widodo memberlakukan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Dasar hukum dari Tapera adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 tentang Program Tabungan Perumahan Rakyat.
Definisi Tapera mengacu pada peraturan tersebut adalah penyimpanan yang dilakukan oleh Peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahaan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.
Sementara yang dimaksud sebagai Peserta adalah setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia paling singkat 6 bulan yang telah membayar simpanan.
Jadi jelas bahwa skema program ini mirip BPJS dimana pesertanya adalah peserta (calon PNS, PNS, prajurit dan siswa TNI, Kepolisian, pejabat negara, pekerja BUMN, BUMD, BUMDes, perusahaan swasta) melalui pihak pemberi kerja (misalnya korporasi, individu atau badan lain yang menyelenggarakan pekerjaan) atau menjadi peserta  mandiri atas inisiatif sendiri.
Jelas juga pendanaan Tapera berasal dari gaji atau penghasilan peserta. Ini sebetulnya hal sensitif karena menyangkut uang dan penghasilan, tetapi menarik untuk dibahas. Ya, nantinya para pekerja wajib menyisihkan gajinya demi mendukung program ini.
Pekerja yang tergolong peserta non-mandiri gajinya akan dikurangi 2,5% dan 0,5% sisanya ditalangi pihak pemberi kerja. Sedangkan peserta mandiri total 3% ditanggung sendiri. Hal ini direncanakan terealisasi tahun 2021.
Pengelolaan investasi ini dilakukan secara prinsip konvensional dan berdasarkan syariah. Sehingga dana yang disetorkan bertambah seiring waktu berjalan. Target pengadaan rumah dari program Tapera adalah MBR dengan penghasilan kurang dari Rp 8 juta yang belum memiliki rumah tinggal.
Sementara para peserta diluar itu dapat menarik dana hasil simpanannya dengan persyaratan setelah pensiun bekerja dan untuk peserta mandiri pada usia 58 tahun. Syarat selain itu jika peserta meninggal dunia atau tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan selama 5 tahun berturut-turut.
Tapera pada prinsipnya adalah proyek jangka panjang dengan azas gotong royong, mengimpun dana dari pekerja, dana tersebut dikelola. Untuk peserta yang ingin memiliki rumah melalui program ini dapat mengajukan sesuai mekanisme dan akan diproses oleh pihak yang memiliki kewenangan Sedangkan peserta lain menunggu sampai masa jatuh tempo menarik dana simpanannya.
Prinsip dasarnya indah, yakni gotong royong, hanya saja karena terkait urusan penghasilan maka Tapera menjadi urusan sensitif di kalangan pekerja.Â
Pada prinsipnya pula secara mendasar yang namanya pemotongan penghasilan mendapat banyak tanggapan, termasuk argumen keberatan atau kontra.
Sisi positifnya program ini berupa kegiatan tolong menolong antar masyarakat dalam skala raksasa, membantu MBR mewujudkan mimpi mereka memiliki rumah.
Biaya yang digunakan adalah dana kita semua selaku peserta. Dari nilai kemanusiaan memang cukup baik. Semoga bermanfaat dan niat baik ini dapat terlaksana semestinya.
Masih dari sisi positif, hal lainnya adalah peserta memiliki sarana menabung. Tata kelola finansial setiap orang pasti berbeda. Ada yang terbiasa berinvestasi atau menabung, ada juga yang sulit.
Bagi peserta yang selama ini masih belum terlalu giat menabung, sarana Tapera ini ada baiknya juga terutama dalam periode jangka panjang. Ketika memasuki masa pensiun ada masih ada dana tambahan lainnya. Tentunya ini menjadi kabar baik.
Lalu bagaimana dengan argumen keberatan atau kontra? Segmentasi pekerja berpenghasilan kurang dari Rp 8 juta sebagai peserta yang dapat mengajukan pengajuan fasilitas pengadaan rumah rasanya dapat menimbulkan kesenjangan. Kenyataannya kehidupan para peserta berpenghasilan lebih dari Rp 8 juta tidak melulu indah layaknya lagu cinta.
Bisa jadi banyak juga kebutuhan yang harus dipenuhi, terutama bagi peserta yang sudah memiliki rumah dari fasilitas KPR umum. Hitung-hitungan 2,5% dari gaji, banyak hal yang dapat dibayarkan, misalnya biaya pendidikan, kebutuhan kesehatan atau asuransi pribadi, biaya perawatan kendaraan, atau pengeluaran rutin lainnya.
Skema pemotongan dari gaji secara langsung sudah tentu mengurangi jumlah pendapatan saat ini, dampaknya adalah penerima gaji harus berpikir ulang mengalokasikan dana kebutuhan rutin setiap bulannya. Anggapan di masyarakat adalah penghasilan saat ini saja sudah pas-pasan, ternyata malah ada potongan tambahan.
Sedangkan para pekerja yang terbiasa berinvestasi, mungkin memiliki pandangan lebih baik jumlah 2,5% tersebut dialokasikan secara mandiri melalui instrumen lain dengan hasil lebih tinggi ketimbang hasil Tapera, dan lebih produktif tidak menunggu waktu sangat lama agar bisa menggunakan dananya.
Bagi pihak pemberi kerja atau korporasi, jumlah 0,5% dari gaji para pekerjanya akan menambah besarnya beban operasional. Tentu bukan perkara gampang untuk mengakali bagaimana melakukan efisiensi dalam ruang gerak perusahaan menjalankan usahanya jika biaya bertambah, hal ini berpotensi mempengaruhi tingkat kesejahteraan para pekerjanya.
Tantangan Badan Pengelola Tapera
Modal awal Tapera mencapai Rp 2,5 Triliun, telah disuntik dari APBN 2019. Selanjutnya pada 2021 Kementerian PUPR berencana mengalihkan dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) menjadi bagian dari dana Tapera. Tak tanggung-tanggung besarnya mencapai Rp 40 Triliun.
Kinerja, kompetensi dan kelayakan Badan Pengelola Tapera harus diawasi karena dana yang dikelola bukan jumlah receh. Jangan sampai pihak pengelola tersandung kasus yang akhirnya merugikan masyarakat sekaligus merusak kepercayaan terhadap Badan Pengelola Tapera.
Peraturan yang ditetapkan memang sudah mengatur bahwa pengelolaan Tapera akan berlangsung secara transparan, setiap peserta dapat melihat saldo hasil dana simpanannya.
Namun transparansi selain dari pertanggungjawaban pengelolaan dana juga harus mencakup tata kelola organisasi sampai dengan ke arah hilirnya yaitu proses kerja sama Badan Pengeloa Tapera dengan para  mitranya terkait pengadaan rumah yang layak.
Jangan sampai rumah yang dibangun menjadi bangunan tidak nyaman, kualitas rumah harus teruji dan layak huni bagi masyarakat. Hal penting lainnya adalah Badan Pengelola Tapera harus terhindar dari benturan kepentingan, idealnya penyelenggara Tapera tidak terlibat dalam kepentingan bisnis dari pihak mitranya.
Badan Pengelola Tapera harus bebas dari unsur korupsi dan kolusi. Uang masyarakat yang dikelola, maka Badan Pengelola Tapera menerima mandat dari masyarakat, bertanggung jawab pula kepada masyarakat. Semoga saja program ini akan menjadi berkat bagi Indonesia.
***
Pengalaman hidup Ian Antono ketika memutuskan pindah dari kota kelahirannya di Malang ke Jakarta meninggalkan kenangan sekaligus inspirasi sewaktu menciptakan lagu "Rumah Kita". Keluar dari zona nyaman mengambil keputusan menghadapi lingkungan baru dengan ketidakpastian di ibu kota Jakarta.
"Haruskah kita beranjak ke kota yang penuh dengan tanya? Lebih baik di sini, rumah kita sendiri. Segala nikmat dan anugerah Yang Kuasa. Semuanya, ada di sini. Rumah Kita." Rumah kita ada di Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H