Tempe mendoan! Rasanya sulit menolak gurihnya tempo berbalut tepung digoreng setengah matang dengan cocolan sambal kecap atau berbumbu kacang. Selalu jadi favorit, makanan khas Banyumas ini. Di kota Purwokerto sangat mudah menemukan tempe mendoan.
"Harganya masih sama, Rp 3.000 belum naik. Monggo dinikmati ini tempe Banyumas asli," demikian sang penjual menawarkan tempe mendoan panas nan menggoda kepada para pendatang yang berkunjung ke Purwokerto.
Harganya masih Rp 3.000 untuk sepotong tempe mendoan. Namun di tahun 2020 belum tentu harganya tetap sama. Bisa saja naik mengikuti tren kenaikan harga lainnya.
Kenaikan harga hampir pasti menimbulkan gejolak dan mendapat tanggapan negatif dari masyarakat. Nampaknya kabar berita melonjaknya tarif atau harga tidak akan disambut baik, tidak ada yang merasa senang dengan kenaikan harga.
Terlebih di tahun 2020, Pemerintah sudah mengumumkan bahwa masyarakat akan mendapatkan hadiah berupa kenaikan tarif dasar. Sungguh luar biasa!
Tapi dalam menyikapi hal ini, diperlukan sikap dan tanggapan secara bijaksana. Tarif tersebut naik pasti ada pertimbangan mendesak. Masyarakat perlu bersikap dewasa, kesal atau kecewa sudah tentu dirasakan, masalahnya keluhan tersebut tidak akan bisa merubah keadaan.
Kenaikan Tarif Bagi Masyarakat
Apa saja kiranya tarif tersebut? Yang pertama adalah tarif BPJS Kesehatan. Pelayanan ini akan mengalami kenaikan dengan rincian terdiri dari kelas 3 naik dari Rp 25.500 jadi Rp 42.000, kelas 2 naik dari Rp 51.000 jadi Rp 110.000, dan kelas 1 naik dari Rp 80.000 jadi Rp 160.000.
Sudah pasti kenaikan ini akan sangat terasa bagi para peserta BPJS mandiri. Semoga saja kenaikan tarif ini beriringan juga dengan meningkatnya kualitas pelayanan BPJS.
Di sisi lain cash flow BPJS Kesehatan juga tengah menjadi sorotan banyak pihak, berita terakhir adalah BPJS menunggak Rp 17 triliun kepada rumah sakit seluruh Indonesia.
Tarifnya akan naik namun jalannya belum tentu bebas dari hambatan kemacetan. Jasa Marga melakukan penyesuaian ini karena sudah 2 tahun belakangan belum ada kenaikan tarif tol.
Daftar selanjutnya, kenaikan cukai rokok. Produk ini unik, harganya setiap tahun cenderung naik tapi para perokok cenderung pula tetap membeli serta nyaris tidak mengeluh atau serius berniat berhenti. Itulah faktanya. Melalui PMK 152/2019, pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau sebesar 21,55%.
Cukai plastik juga akan menambah daftar kenaikan tarif. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengusulkan tarif untuk cukai plastik sebesar Rp 30.000 per kilogram.
Sedangkan untuk per-lembar tarif cukainya akan dikenakan Rp 200. Â Sebetulnya melalui kebijakan ini diharapkan masyarakat dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian plastik yang limbahnya kian hari semakin memprihatinkan.
Melalui Peraturan Kementerian Perhubungan ojek online alias ojol juga turut naik tarif. Moda transportasi yang sedang digemari ini memang kerap diberitakan perang harga antar sesama operator, namun patut disimak apakah kebijakan Kemenhub akan berpengaruh besar terhadap perubahan harga yang dipasang.
Dan sudah pasti adalah listrik. Subsidi listrik untuk pelanggan listrik rumah tangga mampu 900 VA akan dicabut. Sehingga jika ada rencana menghemat penggunaan listrik, rencana itu adalah buah pemikiran bijak, tidak hanya dari segi sumber daya energi tapi juga dari sisi finansial.
Dampak Kenaikan Tarif
Telah diuraikan dengan jelas jika kebijakan kenaikan tarif bukan kebijakan populer yang akan mendapat sanjungan, namun sebaliknya akan senantiasa dikecam dan  menimbulkan penilaian negatif. Dampak dari kenaikan tarif pasti adalah adanya bertambahnya inflasi.
Secara teori sederhana semakin mahal tarif maka jumlah uang yang harus dibayarkan masyarakat akan bertambah, nilai uang otomatis turun karena dibawah harga penawaran. Jadi peredaran uang akan lebih banyak.
Melansir data dari Bank Indonesia, inflasi Oktober 2019 mencapai 3,13%, secara year on year (yoy) di periode yang sama turun karena sebelumnya Oktober 2018 inflasi mencapai 3,16%. Tahun 2020 Pemerintah  memasang target inflasi berada dikisaran  3,1%-3,5%. Kondisi bulan Oktober 2019 bahkan sepanjang tahun 2019 masih tergolong ideal jika mengacu kepada target Pemerintah.
Persoalan ini akan berlanjut kepada pertumbuhan ekonomi nasional yang belum bisa beranjak lebih dari 5%. Kuartal III 2019 pertumbuhan ekonomi berada di angka 5,02% (yoy), turun dari kuartal sebelumnya sebesar 5,05% (yoy).
Karena daya beli masyarakat berhubungan dengan sektor konsumsi rumah tangga sebagai salah satu penopang pertumbuhan ekonomi. Sektor konsumsi merupakan gambaran perputaran uang dari masyarakat di dalam negeri terhadap konsumsi barang dan jasa. Semakin tinggi perputaran uang, tingkat belanja masyarakat juga banyak.
Jika terjadi sebaliknya, maka masyarakat bisa jadi menunda atau mengurangi aktivitas konsumsi, memutuskan untuk lebih efisien karena pendapatan cenderung stagnan sedangkan pengeluaran bertambah besar.
Hal ini memang akhirnya berakibat menurunnya daya beli. Akibat lebih besarnya lagi adalah konsumsi domestik juga berkurang sehingga pertumbuhan ekonomi melempem. Kontribusi konsumsi domestik pada kuartal III 2019 adalah 56,2%.
Perspektif Kenaikan Tarif
Ini memang persoalan pelik karena menyangkut daya beli masyarakat. Tarif BPJS Kesehatan termahal Rp 160.000 lebih murah jika dibandingkan dengan biaya polis asuransi kesehatan swasta. Dan kenaikan 100%  terasa sangat berat bagi peserta BPJS, hanya saja kondisi keuangan BPJS sendiri  tengah kritis. Semoga saja dengan adanya kenaikan tarif selain adanya peningkatan kualitas pelayanan, pengelolaan dana BPJS pun bisa lebih baik.
Sedangkan masalah lainnya adalah ada saja peserta BPJS yang menunggak pembayaran bulanan. Ini memang jadi persoalan tersendiri sekaligus risiko bagi BPJS, sehingga perlu ada aturan untuk menindaklanjuti jika para peserta mbalelo semacam itu bisa mendapat efek jera.
Kenaikan cukai rokok juga menjadi masalah, ancaman pengurangan tenaga kerja pabrik rokok dapat berbuntut PHK yang akan berlanjut bertambahnya pengangguran.
Tetapi penyakit akibat rokok juga selama ini cukup menguras kas BPJS, sementara hasil cukai rokok menjadi bagian dari sumber dana BPJS. Seperti sebuah  labirin yang perlu dicari jalan keluarnya secara lebih bijak.
Sedangkan terkait tarif ojol, pemerintah melalui Kemenhub telah berulang kali memberlakukan aturan mengenai tarif tujuannya adalah untuk kelayakan pendapatan para pengemudi ojol serta agar industri ini menjadi lebih sehat persaingannya, menghindari monopoli akibat dari perang harga.
Sementara, Ojol sendiri merupakan pilihan transportasi favorit masyarakat, terutama untuk masyarakat yang belum tertarik rajin berjalan kaki, misalnya ke halte bis karena ojol memberikan layanan antar jemput sampai ke tujuan akhir penumpang bahkan di pelosok.
Kenaikan Tarif Tidak Menjadi Masalah, Asalkan...
Pokok permasalahanya adalah pada kemampuan beli masyarakat. Kenaikan tarif sah atau biasa saja jika pendapatan masyarakat juga naik, paling tidak stabil. Masyarakat sejahtera senantiasa merespon kenaikan tarif sebagai hal wajar. Dan hal itu terjadi jika pendapatan mereka tidak berkurang.
Terkait dengan kesejahteraan masyarakat sudah menjadi tugas utama Pemerintah, menjaga malah membuka lapangan kerja seluas-luasnya.
Lantas, langkah apa yang perlu dilakukan?
Yakni dengan mendorong investasi masuk, membuka lahan nafkah terutama agar dapat menyerap banyak tenaga kerja. Industri pengolahan di Indonesia perlu digenjot lagi, sudah terlalu lama Indonesia selalu bergantung pada komoditas semata. Sedangkan tren harga komoditas belakangan menurun.
Maka Pemerintah harus bisa menciptakan iklim usaha yang kondusif,  supaya  investor mau menggelontorkan uangnya di Indonesia. Regulasi, kemampuan SDM, infrastruktur merupakan bagian dari program yang harus terus diperbaiki agar daya saing Indonesia dapat lebih baik.
Aspek penting lainnya adalah Pemerintah perlu memastikan bantuan sosial bagi masyarakat sudah tepat sasaran. Perlu pengawasan serta tindakan hukum secara tegas atas penyalahgunaan dana bantuan sosial.
Bagi masyarakat, kenyataan ini tidak mengenakan, namun protes berlebihan dan terus mengeluh juga tidak akan memberikan solusi. Langkah bijaksana diperlukan guna menyikapi hal ini. Bersifat hemat dan mengatur keuangan secara lebih tepat guna adalah tindakan cerdas menyiasati kenaikan tarif.
Solusi lainnya adalah bersikap kreatif dengan mencari penghasilan tambahan, menggarap pekerjaan sampingan atau bisnis dalam skala terjangkau untuk mendulang uang lebih. Di era ekonomi dengan persaingan ketat seperti saat ini diperlukan kreativitas agar tidak melulu pasrah terhadap kondisi.
***
Sekitar tahun 1995 harga tempe mendoan atau tempe goreng hanya berkisar diantara Rp 100 -- Rp 200. Uang sebesar Rp 3000 seharga tempe mendoan di Purwokerto yang ramai dikunjungi dapat membeli sebungkus nasi beserta lauknya untuk mengisi perut agar lebih kenyang.
Masa lalu terkadang lebih indah jika dibandingkan dengan situasi saat ini, hanya saja terkadang pula tidak disadari jika manusia hidup terus merentang waktu sehingga menjalani dimensi berbeda dari sebelumnya. Segalanya tidak dapat disamakan begitu saja. Yang tetap sama adalah rasa tempe mendoan senantiasa menggiurkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H