Karena kepemilikan ini terjadi oleh sebab aksi praktis, maka dua persyaratan di bawah ini mesti dipenuhi terlebih dahulu agar kepemilikan tersebut sah secara syar'i yaitu:
1. Belum ada orang lain yang mendahului ke tempat barang tersebut untuk memperolehnya. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, "Siapa yang lebih dahulu mendapatkan (suatu barang mubah) sebelum saudara Muslim lainnya, maka barang itu miliknya."
2. Orang yang lebih dahulu mendapatkan barang tersebut harus berniat untuk memilikinya, kalau tidak, maka barang itu tidak menjadi miliknya. Hal ini mengacu kepada sabda Rasulullah SAW bahwa segala perkara itu tergantung pada niat yang dikandungnya.
Bentuk-bentuk kepenguasaan terhadap barang yang diperbolehkan ini ada empat macam yaitu:
a) Kepemilikan karena menghidupkan tanah mati.
b) Kepemilikan karena berburu atau memancing.
c) Rumput atau kayu yang diambil dari padang penggembalaan atau hutan belantara yang tidak ada pemiliknya.
d) Kepenguasaan atas barang tambang.
Khusus bentuk yang keempat ini banyak perbedaan di kalangan para fuqoha terutama antara madzhab Hanafi dan madzhab Maliki. Bagi Hanafiyah, hak kepemilikan barang tambang ada pada pemilik tanah sedangkan bagi Malikiyah kepemilikan barang tambang ada pada negara karena semua tambang, menurut madzhab ini, tidak dapat dimiliki oleh seseorang dengan cara kepenguasaannya atas tanah atau tidak dapat dimiliki secara derivatif dari kepemilikan atas tanah.
Wallahu A'lam Bissowab
Referensi :Â
Rivai, Veitzhal dan Andi Buchari. 2009. Islamic Economics "Ekonomi Syariah bukan Opsi. Tapi SOLUSI!". Jakarta: Bumi Aksara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H