Akhirnya, aku membuat strategi sendiri. Aku mulai dari hal yang paling dasar: huruf. Aku menargetkan lima huruf per hari. Aku menulisnya berulang kali, mencoba mengingat bentuknya. Hari demi hari berlalu, dan perlahan, aku mulai hafal konsonan dan vokalnya.
Namun, memahami Hangul bukanlah hal yang mudah. Aku bisa mengenali hurufnya, tapi aku tidak tahu bagaimana cara menyusunnya menjadi satu kata yang benar.
Tapi aku masih tidak tahu bagaimana cara menyusunnya menjadi satu suku kata yang benar.
Ibuku, yang melihatku begitu bersemangat belajar, tiba-tiba memberiku kejutan.
“Ini hadiah untukmu,” katanya, sambil menyodorkan sebuah buku.
Aku menatap buku itu dengan mata berbinar. Itu adalah buku belajar bahasa Korea!
Aku tidak bisa menahan rasa haru. Dengan semangat, aku langsung membuka halaman pertamanya, mulai membaca satu per satu penjelasan di dalamnya. Kini, aku tidak hanya mengandalkan lembaran hasil cetakan dari warnet, tapi juga buku yang benar-benar tersusun rapi dan mudah dipahami.
Buku itu membantuku memahami cara menyusun huruf menjadi kata, dan akhirnya, aku bisa menuliskan namaku sendiri dalam Hangul.
Walaupun sekarang aku tertawa setiap kali melihat tulisan pertamaku yang penuh kesalahan, saat itu aku merasa sangat bangga.
**
Saat aku akhirnya bisa menulis dalam Hangul, aku merasa begitu bangga. Bahkan, aku mengganti semua kontak di ponselku dengan tulisan Hangul! Aku juga mulai bernyanyi mengikuti lirik lagu-lagu K-Pop tanpa romanisasi—itu adalah pencapaian terbesarku saat itu.