Berkat kesetiaan, keberanian, dan keahliannya dalam strategi militer, Idris diangkat menjadi Kiai Demang, gelar terhormat yang diberikan kepada pemimpin sebuah distrik dalam Kesultanan Banjar. Jabatan ini tidak hanya membawa tanggung jawab besar dalam menjaga keamanan dan ketertiban wilayah, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai tokoh sentral dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda. Gelar ini pula yang membuat namanya dikenang sebagai Demang Lehman.
Sebagai Kiai Demang, peran Idris meluas dari sekadar pemimpin militer menjadi simbol perjuangan rakyat Banjar. Ia berhasil mengorganisasi pasukan dan rakyat sipil untuk bersatu melawan kekuatan kolonial. Dengan kemampuan taktiknya, ia memimpin berbagai serangan gerilya yang membuat pihak Belanda kewalahan. Tidak hanya sebagai seorang komandan, Demang Lehman juga menjadi sosok yang memotivasi dan membangkitkan semangat perjuangan di kalangan masyarakat Banjar.
Kepemimpinannya yang karismatik menjadikannya lebih dari sekadar seorang pemimpin militer. Ia adalah lambang keberanian dan perlawanan terhadap penindasan, yang menginspirasi banyak orang untuk terus berjuang meski menghadapi tantangan besar.
Perang Banjar dan Peran Penting Demang Lehman
Perang Banjar adalah salah satu bagian penting dalam sejarah perjuangan Indonesia melawan kolonial Belanda. Dalam perang ini, Demang Lehman memainkan peran sentral melalui berbagai pertempuran yang menunjukkan keberanian, kecerdikan, dan kepemimpinannya.
Pertempuran Martapura dan Pengaron
Pada tanggal 28 April 1859, Demang Lehman bersama Pangeran Antasari memimpin serangan terorganisir terhadap pos-pos Belanda di Martapura dan Pengaron. Serangan ini menandai dimulainya Perang Banjar secara besar-besaran. Pasukan yang dipimpin oleh Demang Lehman menggunakan taktik serangan mendadak untuk melemahkan posisi Belanda. Meskipun pertempuran ini memakan banyak korban di kedua belah pihak, serangan tersebut berhasil memberikan tekanan signifikan kepada Belanda dan menunjukkan bahwa perlawanan rakyat Banjar tidak bisa diremehkan.
Penyerbuan Benteng Belanda di Tabanio
Pada Agustus 1859, Demang Lehman bersama tokoh-tokoh seperti Syaikh Buya Yasin dan Kiai Langlang melancarkan penyerbuan terhadap benteng Belanda di Tabanio. Serangan ini tidak hanya mencerminkan keberanian pasukan Banjar, tetapi juga kemampuan mereka untuk menghadapi musuh dengan persenjataan dan sumber daya yang jauh lebih unggul. Walaupun benteng akhirnya direbut kembali oleh Belanda, serangan ini berhasil merusak moral pasukan kolonial dan memperkuat semangat perlawanan rakyat Banjar.
Pertempuran di Benteng Gunung Lawak
Pada tanggal 27 September 1859, Demang Lehman memimpin pertempuran di Benteng Gunung Lawak dengan menggunakan taktik gerilya. Dengan jumlah pasukan yang lebih kecil, ia memanfaatkan medan yang sulit untuk mengganggu pertahanan Belanda. Strategi cerdas ini berhasil membuat Belanda kewalahan meskipun pasukan Demang Lehman tidak memiliki keunggulan jumlah maupun persenjataan. Pertempuran ini memperlihatkan kemampuan Demang Lehman dalam memanfaatkan taktik perang asimetris untuk melawan penjajah.