Pada konsultasi klinik kali ini, saya memilih empat orang sebagai konsultan, yaitu Mbak Dewi Puspasari, Mbak Efa Butar-Butar, Mbak Siska Fajarrany, dan Kak Erry Siahaan.
Selesai konsultasi, saya kembali bercengkerama dengan rekan-rekan Kompasiana lainnya, yang juga semakin banyak berdatangan. Menyusul kemudian, Mbak Wening, Bang Billy, Mbak Novia, Bang Merza, Bang Bram, Mbak Denik, Mas Budi, Bang Ferry, Bang Nur Taufik, Mbak Ire, Mbak Vero, Pak Sutiono, dan Bang Jandris.
Senang sekali akhirnya kita bisa kopdar dan bertemu di Kompasianival 2024. Sambil diiringi pembacaan puisi, talkshow, dan penjualan merchandise, acara kali ini berjalan meriah.
Saya cukup senang, karena ini kali kedua saya ikut Kompasianival dan suasananya sudah sangat berbeda. Pada Kompasianival tahun lalu, saya datang seorang diri dan belum terlalu mengenal Kompasianer lain.
Waktu itu, saya masih malu-malu dan belum berani berbaur. Kali ini berbeda 180 derajat. Setelah empat tahun lebih menjadi Kompasianer dan lebih dari setahun aktif menulis, kini saya lebih percaya diri dan mengenal lebih banyak rekan-rekan Kompasianer.
Waktu terus berlalu, dan senja mulai menampakkan diri. Beberapa rekan Kompasianer mulai meninggalkan lokasi, namun banyak juga yang masih datang.
Sambil menunggu acara anugerah penghargaan, saya menyempatkan diri berkirim pesan dengan Teh Itha Abimanyu terkait percakapan saya dengan Mas Budi, yang rencananya akan mewakili Teh Itha dalam penerimaan penghargaan Kompasiana Best in Fiction.
Saat itu, saya tidak menyadari bahwa waktu sudah menunjukkan waktu magrib. Teh Itha dengan sopan memberi tahu saya bahwa ia akan melaksanakan sholat, sehingga belum bisa melanjutkan percakapan. Saya mempersilakan Teh Itha sholat terlebih dahulu, sebelum kami kembali melanjutkan pembicaraan.
Sebelumnya, Teh Itha sempat menghubungi saya, dan kami berdiskusi mengenai penominasian Teh Itha dalam Kompasianival kali ini. Beliau khawatir tidak bisa hadir saat pembacaan nominasi.
Setelah berbincang cukup lama, saya menyarankan agar beliau menghubungi Mas Budi kembali dan meminta tolong kepada beliau, karena saya merasa Mas Budi lebih senior dan lebih layak mewakili Teh Itha. Kami melanjutkan pembicaraan sesaat sebelum momen penghargaan diumumkan.