Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Alasan Mengapa Gaya Rambut Bianzi Ditinggalkan

1 Februari 2024   07:04 Diperbarui: 1 Februari 2024   12:59 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Ip Man 4, final a una saga para la historia del cine de las artes marciales. (cinefilosfrustrados.com)

Gaya rambut, lebih dari sekadar penampilan, sering kali mencerminkan identitas budaya dan sejarah suatu masyarakat. Mereka adalah bagian integral dari ekspresi diri dan dapat memberikan wawasan yang mendalam tentang nilai-nilai, norma, dan tradisi suatu budaya. Salah satu contoh yang paling menarik adalah gaya rambut bianzi dari Tiongkok.

Bianzi, adalah gaya rambut yang unik dan ikonik dari era Dinasti Qing di Tiongkok. Gaya rambut ini melibatkan mencukur bagian depan kepala dan mengikat rambut yang tersisa di belakang kepala menjadi kuncir. Namun, setelah digunakan selama 267 tahun pada era Dinasti Qing, gaya rambut ini akhirnya ditinggalkan. Alasannya kompleks dan mencakup berbagai faktor sosial, politik, dan budaya. Dengan memahami sejarah dan makna gaya rambut ini, kita dapat mendapatkan wawasan yang lebih dalam tentang sejarah dan budaya Tiongkok.

Artikel ini juga sekaligus menanggapi percakapan dengan Mas Agus Sutisna dalam artikel “Bianzi: Sejarah dan Makna di Balik Gaya Rambut Khas Dinasti Qing” tanggal 24 Januari 2024. Jadi, mari kita mulai perjalanan kita untuk mengeksplorasi alasan mengapa gaya rambut bianzi ditinggalkan.

Simbol Penindasan

Gaya rambut bianzi, yang dipaksakan oleh orang-orang Manchu kepada orang-orang Han dan etnis lainnya di bawah kekuasaan Dinasti Qing, menjadi simbol penindasan. Ini bukan hanya gaya rambut, tetapi juga tanda penyerahan dan penundukan kepada penguasa Manchu.

Pada tahun 1644, ketika Suku Manchu menundukkan Tiongkok dan menduduki Beijing, Kaisar Dinasti Qing, Shunzhi, memerintahkan semua orang Han untuk memangkas rambut mereka sesuai dengan tradisi kuncir orang Manchuria. Peraturan ini dikenal sebagai peraturan Taucang. Bagi orang Han, memotong rambut mereka dan mengadopsi gaya rambut bianzi adalah tanda penyerahan dan penundukan kepada penguasa Manchu.

Peraturan ini dipandang sebagai simbol tunduknya Dinasti Ming terhadap Manchu. Bagi orang Han yang menghormati ajaran Konghucu, mencukur rambut adalah tindakan penghinaan kepada leluhur. Oleh karena itu, peraturan ini menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Namun, setelah lebih dari 10 tahun dan banyak pertumpahan darah, orang Tionghoa akhirnya rela memotong rambutnya dan mengikuti gaya rambut ini.

Meskipun gaya rambut ini menjadi simbol penindasan, banyak orang Tionghoa yang merasa lega ketika mereka tidak lagi diwajibkan untuk memakai gaya rambut ini setelah berakhirnya Dinasti Qing. Mereka merasa bahwa mereka telah membebaskan diri dari penindasan budaya dan politik yang telah mereka alami selama berabad-abad. Mereka merasa bahwa mereka telah membebaskan diri dari penindasan budaya dan politik yang telah mereka alami selama berabad-abad.

Perlawanan Budaya

Perlawanan terhadap gaya rambut bianzi adalah bagian penting dari sejarah Tiongkok selama era Dinasti Qing. Ada banyak tindakan perlawanan terhadap gaya rambut ini, yang mencerminkan ketidakpuasan dan penolakan masyarakat terhadap dominasi Manchu.

Beberapa orang mencoba melepaskan ujung kuncir, membiarkan rambut tergerai, atau mengenakan sorban untuk menyembunyikan model rambut ini. Ini adalah bentuk perlawanan pasif terhadap atas penolakan mereka terhadap dominasi Manchu tanpa secara terbuka menentang penguasa. Meskipun tindakan ini mungkin tampak sepele, namun memiliki makna simbolis yang kuat dan menunjukkan bahwa orang Han tidak sepenuhnya menerima dominasi Manchu.

Selain itu, ada juga bentuk perlawanan yang lebih terbuka dan agresif. Pemberontakan Taiping pada abad ke-19, misalnya, dikenal sebagai pemberontakan rambut panjang. Para pemberontak Taiping menolak untuk memotong rambut mereka sebagai tanda penolakan mereka terhadap Dinasti Qing. Gaya rambut mereka menjadi simbol perlawanan mereka terhadap penguasa Manchu dan aspirasi mereka untuk mengakhiri dominasi Manchu.

Namun, perlawanan ini tidak selalu berhasil. Penguasa Manchu sering kali merespons perlawanan ini dengan kekerasan dan penindasan, dan memaksa orang Han untuk mematuhi peraturan mereka. Meskipun demikian, perlawanan ini tetap penting karena mereka ingin menunjukkan bahwa orang Han tidak sepenuhnya menerima dominasi Manchu dan berusaha untuk mempertahankan identitas dan budaya mereka.

Perubahan Sosial dan Politik

Setelah berakhirnya Dinasti Qing dan dimulainya era Republik pada tahun 1911, masyarakat Tionghoa mengalami banyak perubahan sosial dan politik. Gaya rambut bianzi, yang sebelumnya dipaksakan oleh penguasa Manchu, tidak lagi sesuai dengan identitas dan aspirasi baru masyarakat Tionghoa.

Berakhirnya Dinasti Qing dan dimulainya era Republik menandai perubahan besar dalam struktur politik dan sosial Tiongkok. Dinasti Qing, yang telah berkuasa selama lebih dari dua abad, digantikan oleh sistem pemerintahan yang lebih demokratis dan inklusif. Ini memungkinkan masyarakat Tionghoa untuk memiliki lebih banyak kebebasan dan otonomi dalam mengekspresikan identitas dan budaya mereka.

Gaya rambut bianzi, yang sebelumnya dipaksakan oleh penguasa Manchu sebagai simbol penaklukan dan dominasi, tidak lagi sesuai dengan identitas dan aspirasi baru masyarakat Tionghoa. Mereka sekarang bebas untuk memilih gaya rambut mereka sendiri, yang mencerminkan nilai-nilai, norma, dan tradisi mereka sendiri. Ini adalah langkah penting menuju pemulihan dan pelestarian budaya dan identitas Tionghoa.

Namun, perubahan ini tidak terjadi dalam semalam. Ada banyak tantangan dan hambatan yang harus dihadapi masyarakat Tionghoa dalam proses transisi ini. Misalnya, mereka harus beradaptasi dengan norma dan nilai-nilai baru yang dibawa oleh era Republik, sambil tetap mempertahankan warisan budaya dan sejarah mereka. Selain itu, mereka juga harus berurusan dengan tekanan dan diskriminasi dari masyarakat internasional, yang sering kali memandang gaya rambut bianzi sebagai simbol primitif dan barbar.

Pengaruh Internasional

Gaya rambut bianzi tidak hanya memiliki dampak di Tiongkok, tetapi juga di luar negeri. Di banyak negara, gaya rambut ini menjadi sasaran penghinaan dan diskriminasi. Misalnya, para perusuh memotong rambut penambang Tionghoa di ladang emas Lambing Flat Australia pada tahun 1861. Insiden ini dikenal sebagai Pemberontakan Lambing Flat, salah satu peristiwa paling memalukan dalam sejarah Australia.

Pada saat itu, penambang Tionghoa di Australia sering kali menjadi sasaran serangan rasis dan diskriminatif. Mereka dituduh mencuri pekerjaan dan sumber daya dari penambang Australia, dan gaya rambut bianzi menjadi simbol perbedaan budaya dan etnis yang mendalam. Dalam Pemberontakan Lambing Flat, ratusan penambang Tionghoa diserang dan rambut mereka dipotong oleh para perusuh. Insiden ini menunjukkan betapa gaya rambut ini menjadi sasaran penghinaan dan diskriminasi.

Namun, insiden ini juga memicu perubahan positif. Pemberontakan Lambing Flat memicu perdebatan publik tentang hak dan perlindungan bagi penambang Tionghoa, dan akhirnya membawa perubahan hukum dan kebijakan yang memberikan perlindungan lebih baik bagi penambang Tionghoa.

Evolusi Gaya Rambut

Seperti halnya tren fashion lainnya, gaya rambut juga berubah seiring waktu. Gaya rambut, sebagai bagian integral dari penampilan dan ekspresi diri, sering kali mencerminkan perubahan dalam budaya, nilai-nilai sosial, dan estetika. Dalam konteks ini, gaya rambut bianzi mungkin tidak lagi dianggap modis atau relevan dengan tren gaya rambut modern.

Setelah berakhirnya Dinasti Qing dan dimulainya era Republik pada tahun 1911, masyarakat Tionghoa mengalami banyak perubahan sosial dan politik. Salah satu perubahan yang paling mencolok adalah dalam hal gaya rambut. Gaya rambut bianzi, yang sebelumnya dipaksakan oleh penguasa Manchu, tidak lagi sesuai dengan identitas dan aspirasi baru masyarakat Tionghoa. Mereka mulai bereksperimen dengan gaya rambut baru yang mencerminkan identitas dan aspirasi mereka sendiri.

Pada saat yang sama, pengaruh internasional juga memainkan peran penting dalam evolusi gaya rambut. Dengan semakin banyak orang Tionghoa yang bepergian ke luar negeri atau berinteraksi dengan budaya asing, mereka terpapar pada berbagai gaya rambut baru. Gaya rambut ini sering kali diadopsi dan disesuaikan dengan estetika dan nilai-nilai Tionghoa.

Namun, meskipun gaya rambut bianzi telah ditinggalkan, ia tetap memiliki tempat yang penting dalam sejarah dan budaya Tionghoa. Gaya rambut ini menjadi simbol dari suatu era dalam sejarah Tiongkok, dan pengaruhnya masih dapat dirasakan hingga hari ini. Misalnya, gaya rambut ini sering kali ditampilkan dalam film dan serial drama Tiongkok, sebagai pengingat akan masa lalu dan sebagai simbol dari warisan budaya Tionghoa.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, evolusi gaya rambut bianzi mencerminkan perubahan yang lebih luas dalam masyarakat Tionghoa. Dari simbol penindasan menjadi simbol perlawanan, dan akhirnya menjadi bagian dari warisan budaya, gaya rambut ini menunjukkan bagaimana masyarakat Tionghoa telah berkembang dan beradaptasi sepanjang sejarah.

Gaya rambut bianzi adalah contoh yang kuat tentang bagaimana gaya rambut dapat mencerminkan sejarah dan budaya suatu masyarakat. Meskipun tidak lagi digunakan secara luas hari ini, gaya rambut ini tetap menjadi bagian penting dari warisan budaya Tiongkok. Dengan memahami sejarah dan makna gaya rambut ini, kita dapat mendapatkan wawasan yang lebih dalam tentang sejarah dan budaya Tiongkok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun