Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jinzhi: Uang Kertas untuk Tradisi Tionghoa

3 Desember 2023   07:07 Diperbarui: 3 Desember 2023   07:07 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Gunakan Masker Ketika Bakar Kertas pada Perayaan Imlek - Satu Harapan (satuharapan.com)

Jinzhi adalah kertas tradisional Tionghoa yang terbuat dari bambu atau jerami beras. Kertas ini digunakan sebagai persembahan bakar dalam agama dan pemujaan leluhur Tionghoa. Kertas ini dipotong menjadi bentuk uang dan dibakar sebagai persembahan untuk orang yang sudah meninggal. Jinzhi juga digunakan dalam ritual lain, seperti pemakaman, untuk memastikan bahwa orang yang meninggal memiliki cukup uang di akhirat.

Jinzhi memiliki sejarah yang panjang dan kaya dalam kebudayaan Tionghoa. Kertas ini merupakan salah satu hasil dari penemuan kertas oleh Cai Lun pada dinasti Han (206 SM-220 M). Penemuan kertas merevolusi cara orang mencatat informasi dan berkomunikasi satu sama lain. Proses pembuatan kertas telah berkembang seiring waktu, dengan bahan-bahan yang berbeda digunakan tergantung pada wilayah dan periode waktu.

Jinzhi memiliki berbagai bentuk, warna, dan motif yang disesuaikan dengan tujuan persembahan. Uang emas dipersembahkan untuk dewa-dewa tinggi, sedangkan uang perak dipersembahkan untuk leluhur. Motif yang sering digunakan adalah simbol-simbol keberuntungan, kekayaan, keselamatan, dan lain-lain. Jinzhi juga bisa berbentuk barang-barang lain yang dianggap berguna atau berharga di akhirat, seperti pakaian, rumah, mobil, atau bahkan elektronik.

Jinzhi digunakan dalam berbagai kesempatan dan festival tradisional Tionghoa, seperti Qingming, Zhongyuan, dan Chongyang. Jinzhi dibakar di tempat-tempat yang disediakan untuk ritual agama tradisional Tionghoa, seperti kuil, altar keluarga, atau pekuburan. Pembakaran jinzhi merupakan cara untuk menghormati dan menyatakan rasa sayang kepada roh-roh yang menerimanya.

Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang jinzhi, mulai dari sejarahnya hingga penggunaannya dalam tradisi Tionghoa.

Sejarah Jinzhi

Jinzhi merupakan salah satu jenis kertas yang dibuat dari bahan alami seperti bambu atau jerami beras. Kertas ini pertama kali ditemukan oleh Cai Lun pada dinasti Han (206 SM-220 M). Cai Lun adalah seorang pejabat istana yang bertugas mengurus urusan dokumen dan arsip. Ia mencari cara untuk membuat media tulis yang lebih murah dan mudah dibandingkan dengan media sebelumnya, seperti sutra atau bambu.

Cai Lun menemukan cara untuk membuat kertas dengan menggunakan serat-serat tumbuhan yang direbus, ditumbuk, dicampur dengan air, dan disaring dengan cetakan berlubang-lubang. Kertas yang dihasilkan kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari atau di atas api. Kertas ini memiliki keunggulan seperti ringan, tipis, halus, fleksibel, mudah dilipat, dan mudah ditulis.

Penemuan kertas oleh Cai Lun merupakan salah satu penemuan terbesar dalam sejarah manusia. Kertas memungkinkan orang untuk mencatat informasi dengan lebih efisien dan akurat. Kertas juga memudahkan orang untuk menyebarkan pengetahuan dan budaya melalui buku-buku dan surat-surat. Kertas juga menjadi media untuk berekspresi melalui seni-seni seperti kaligrafi, lukisan, origami, dan lain-lain.

Kertas juga menjadi media untuk berkomunikasi dengan roh-roh leluhur dan dewa-dewa dalam agama tradisional Tionghoa. Orang-orang Tionghoa percaya bahwa roh-roh leluhur dan dewa-dewa memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan mereka di dunia. Oleh karena itu, mereka melakukan ritual-ritual untuk memuja dan menghormati mereka. Salah satu ritual yang dilakukan adalah membakar kertas sebagai persembahan.

Kertas yang dibakar sebagai persembahan disebut dengan jinzhi. Jinzhi berasal dari kata "jin" yang berarti emas dan "zhi" yang berarti kertas. Jinzhi awalnya berbentuk kertas biasa yang dipotong menjadi bentuk uang dan dibakar sebagai persembahan untuk roh-roh leluhur dan dewa-dewa. Jinzhi dipercaya dapat memberikan kekayaan dan kemakmuran kepada roh-roh yang menerimanya, serta mendapatkan perlindungan dan berkah dari mereka.

Seiring berjalannya waktu, jinzhi mengalami perkembangan dan variasi. Jinzhi mulai diberi warna emas atau perak untuk menunjukkan nilai yang lebih tinggi. Jinzhi juga mulai dihias dengan cap atau motif yang berhubungan dengan keberuntungan, kekayaan, keselamatan, dan lain-lain. Jinzhi juga mulai berbentuk barang-barang lain yang dianggap berguna atau berharga di akhirat, seperti pakaian, rumah, mobil, atau bahkan elektronik.

Jinzhi menjadi salah satu simbol penting dalam tradisi Tionghoa. Jinzhi menunjukkan rasa hormat dan cinta kepada roh-roh leluhur dan dewa-dewa. Jinzhi juga menunjukkan harapan dan doa untuk kehidupan yang lebih baik di dunia maupun di akhirat.


Penggunaan Jinzhi dalam Tradisi Tiongkok

Jinzhi digunakan dalam berbagai kesempatan dan festival tradisional Tionghoa, seperti Qingming, Zhongyuan, dan Chongyang. Berikut adalah penjelasan singkat tentang masing-masing festival:

- Qingming: Qingming adalah festival untuk membersihkan makam leluhur dan mengenang mereka. Festival ini biasanya jatuh pada awal April setiap tahunnya. Pada hari ini, orang-orang Tionghoa akan mengunjungi makam leluhur mereka dan membersihkannya dari rumput liar dan debu. Mereka juga akan membawa bunga-bunga segar, makanan-makanan favorit leluhur mereka, minuman-minuman keras, dupa-dupa, lilin-lilin, dan tentu saja jinzhi. Mereka akan menyalakan dupa dan lilin, memasang bunga, menawarkan makanan dan minuman, serta membakar jinzhi sebagai tanda penghormatan dan kasih sayang kepada leluhur mereka. Mereka juga akan berdoa dan meminta perlindungan dan berkah dari leluhur mereka. Selain itu, mereka juga akan melakukan aktivitas-aktivitas lain yang menyenangkan, seperti bermain layang-layang, berjalan-jalan di alam, atau menikmati pemandangan bunga-bunga musim semi.

- Zhongyuan: Zhongyuan adalah festival untuk menghormati roh-roh gentayangan, mara, dan hantu kelaparan yang menderita di alam preta. Festival ini biasanya jatuh pada pertengahan Agustus setiap tahunnya. Pada hari ini, orang-orang Tionghoa percaya bahwa pintu antara dunia manusia dan dunia roh terbuka lebar, sehingga roh-roh yang tersesat bisa kembali ke dunia manusia untuk mencari makanan dan pertolongan. Untuk itu, orang-orang Tionghoa akan menyiapkan persembahan-persembahan untuk roh-roh tersebut, seperti makanan-makanan vegetarian, buah-buahan, kue-kue, teh, air putih, dupa-dupa, lilin-lilin, dan jinzhi. Mereka akan meletakkan persembahan-persembahan tersebut di depan rumah mereka, di pinggir jalan, di tepi sungai, atau di tempat-tempat lain yang dianggap sebagai tempat tinggal roh-roh. Mereka juga akan membakar jinzhi sebagai tanda belas kasihan dan kemurahan hati kepada roh-roh tersebut. Mereka juga akan berdoa dan meminta agar roh-roh tersebut bisa terbebas dari penderitaan dan mendapatkan kedamaian.

- Chongyang: Chongyang adalah festival untuk merayakan kehidupan dan menghindari bencana. Festival ini biasanya jatuh pada awal Oktober setiap tahunnya. Pada hari ini, orang-orang Tionghoa percaya bahwa angka sembilan adalah angka yang kuat dan beruntung, karena memiliki bunyi yang sama dengan kata "lama" dalam bahasa Tionghoa. Oleh karena itu, mereka akan melakukan hal-hal yang berkaitan dengan angka sembilan, seperti memanjat gunung yang tinggi (karena gunung memiliki sembilan huruf dalam bahasa Tionghoa), memakan kue yang bulat (karena kue memiliki sembilan huruf dalam bahasa Tionghoa), minum anggur yang manis (karena anggur memiliki sembilan huruf dalam bahasa Tionghoa), atau membawa bunga-bunga krisan (karena krisan memiliki sembilan huruf dalam bahasa Tionghoa). Selain itu, mereka juga akan membawa jinzhi sebagai persembahan untuk dewa-dewa gunung atau dewa-dewa langit. Mereka juga akan membakar jinzhi sebagai tanda penghargaan dan permohonan kepada dewa-dewa tersebut. Mereka juga akan berdoa dan meminta agar kehidupan mereka panjang dan sejahtera.

Jinzhi adalah salah satu bagian penting dari tradisi Cina yang masih dilestarikan hingga saat ini. Jinzhi menunjukkan nilai-nilai budaya Tionghoa yang menghargai hubungan antara manusia dengan leluhur, dewa-dewa, dan alam. Jinzhi juga menunjukkan sikap-sikap moral Tionghoa yang mengedepankan rasa hormat, cinta kasih, belas kasihan, kemurahan hati, penghargaan, permohonan, harapan, dan doa.

Semoga artikel ini bermanfaat untuk kamu yang ingin tahu lebih banyak tentang jinzhi dan tradisi Tionghoa. Terima kasih telah membaca artikel ini. Sampai jumpa di artikel selanjutnya.

Sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun