Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Xuanzang: Penjelajahan Biksu Tiongkok ke wilayah Barat

3 November 2023   07:00 Diperbarui: 3 November 2023   07:12 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://what-when-how.com/wp-content/uploads/2011/04/tmp2919_thumb_thumb.jpg

Xuanzang adalah seorang biksu, sarjana, pelancong dan penerjemah Buddha Tiongkok yang terkenal, yang berjalan kaki dari Tiongkok ke India pada abad ke-7 dan menggambarkan interaksi antara Buddhisme Tiongkok dan Buddhisme India pada awal Dinasti Tang. Ia juga dikenal karena sumbangannya yang bersejarah bagi Buddhisme Tiongkok, catatan perjalanannya ke India pada tahun 629–645 M, usahanya untuk membawa lebih dari 657 teks India ke Tiongkok, dan terjemahan beberapa teks tersebut. 

Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang latar belakang, motivasi, perjalanan, pencapaian, dan warisan Xuanzang sebagai seorang biksu dan penjelajah yang luar biasa. Kita juga akan melihat bagaimana ia menjadi inspirasi bagi banyak karya sastra dan seni, termasuk novel klasik Tiongkok Xiyouji (Perjalanan ke Barat) yang ditulis oleh Wu Cheng'en pada abad ke-16 M, yang mengisahkan tentang petualangan fiktif Xuanzang bersama murid-muridnya Sun Wukong (Kera Sakti), Zhu Bajie (Siluman Babi), dan Sha Wujing (Siluman Air) dalam mencari kitab suci Buddha.

Latar Belakang dan Motivasi Xuanzang

Baca juga: Wu Cheng

Xuanzang lahir pada tahun 602 di Chenliu, yang sekarang adalah kota Kaifeng di provinsi Henan, Tiongkok. Ia berasal dari keluarga yang telah memiliki sarjana selama beberapa generasi. Ia menerima pendidikan Konfusian klasik di masa mudanya, tetapi di bawah pengaruh kakak laki-lakinya ia menjadi tertarik pada kitab-kitab Buddha dan segera masuk agama Buddha. Bersama kakaknya ia pergi ke Chang'an dan kemudian ke Sichuan untuk menghindari kerusuhan politik dan sosial yang melanda Tiongkok pada saat itu. Sementara di Sichuan, Xuanzang mulai mempelajari filsafat Buddha tetapi segera merasa bingung oleh banyaknya perbedaan dan pertentangan dalam teks-teks tersebut. Tidak menemukan solusi dari guru-guru Tiongkoknya, ia memutuskan untuk pergi ke India untuk belajar di sumber utama Buddhisme. Karena tidak mendapatkan izin perjalanan, pergi meninggalkan Chang'an diam-diam pada tahun 629. Dalam perjalanannya ia melewati utara Gurun Takla Makan, melewati pusat-pusat oasis seperti Turfan, Karashar, Kucha, Tashkent, dan Samarkand, kemudian melampaui Gerbang Besi ke Baktria, melintasi Hindu Kush (pegunungan) ke Kapisha, Gandhara, dan Kashmir di barat laut India. Dari sana ia berlayar ke hilir Sungai Gangga ke Mathura, lalu ke tanah suci Buddhisme di ujung timur Gangga, di mana ia tiba pada tahun 633. 

Motivasi utama Xuanzang untuk pergi ke India adalah untuk mencari kitab suci Buddha yang asli dan otoritatif dalam bahasa Sanskerta. Ia merasa bahwa teks-teks Buddha yang ada di Tiongkok tidak lengkap atau tidak akurat karena banyak kesalahan dalam proses penerjemahan atau transmisi. Ia juga ingin mempelajari ajaran-ajaran Buddha yang lebih mendalam dan sistematis dari guru-guru India yang dianggap sebagai ahli dalam bidang tersebut. Ia juga ingin melihat dengan mata kepala sendiri tempat-tempat suci yang terkait dengan kehidupan Buddha, seperti tempat kelahiran, pencerahan, pengajaran, dan kematian-Nya. Ia juga ingin mengoreksi kesalahan-kesalahan dalam catatan-catatan sejarah dan geografis tentang India yang dibuat oleh penulis-penulis Tiongkok sebelumnya, seperti Zhang Qian, Sima Qian, dan Faxian. 

Perjalanan dan Pencapaian Xuanzang

Xuanzang melakukan perjalanan ke Barat selama 17 tahun, dari tahun 629 hingga 645 M. Selama itu, ia mengunjungi banyak tempat suci yang terkait dengan kehidupan dan ajaran Buddha, seperti Lumbini, Bodhgaya, Sarnath, Kushinagar, Nalanda, Rajgir, Vaishali, dan Sankasya. Ia juga mengunjungi beberapa tempat penting lainnya dalam sejarah dan budaya India, seperti Mathura, Varanasi, Ayodhya, Prayagraj, Kanauj, Pataliputra, Ujjain, dan Kanchipuram. Ia mencatat banyak informasi tentang geografi, sejarah, agama, politik, ekonomi, dan masyarakat dari berbagai tempat yang ia kunjungi atau dengar.  

Selama di India, Xuanzang belajar dengan banyak guru dan sarjana Buddha terkemuka dari berbagai aliran dan tradisi. Ia sangat tertarik pada ajaran-ajaran Yogacara atau Cittamatra (Hanya Kesadaran), yang dikembangkan oleh Asanga dan Vasubandhu pada abad ke-4 M. Ia belajar dengan salah satu murid Vasubandhu yang bernama Silabhadra, yang mengajarkan padanya teks-teks utama Yogacara seperti Mahayanasutralamkara (Hiasan Sutra Mahayana) dan Mahayanasamgraha (Ringkasan Mahayana). Ia juga belajar dengan Dharmapala dari Nalanda, yang merupakan saingan utama Bhavaviveka dalam debat tentang Madhyamaka (Jalan Tengah). Selain itu, ia juga mempelajari berbagai bidang ilmu lain seperti logika, kosmologi, metafisika, etika, sastra, dan bahasa.  

Xuanzang juga mengumpulkan banyak teks-teks suci Buddha dalam bahasa Sanskerta untuk dibawa kembali ke Tiongkok. Ia membawa sekitar 657 teks Buddha dalam bahasa Sanskerta dengan menggunakan 20 ekor kuda. Ia juga membawa beberapa relikui suci, gambar, dan patung Buddha. Beberapa teks yang ia bawa adalah Pancavimsatisahasrika-prajnaparamita-sutra (Sutra Perfection of Wisdom dalam 25.000 Baris), Mahaparinirvana-sutra (Sutra Kematian Agung Buddha), Lalitavistara-sutra (Sutra Perluasan Keindahan), Mahaprajnaparamita-sastra (Treatise on the Great Perfection of Wisdom), Yogacarabhumi-sastra (Treatise on the Stages of Yogic Practice), Mahayanasamgraha (Ringkasan Mahayana), dan Vimsatika (Dua Puluh Stanza).  

Xuanzang juga menjalin hubungan diplomatik dengan banyak raja-raja dan penguasa India dan Asia Tengah. Ia dibantu oleh raja Harsha dari Kannauj yang memberinya paspor diplomatik untuk memudahkan perjalanannya melalui berbagai kerajaan dan wilayah di India dan Asia Tengah. Ia juga mendapat dukungan dari raja-raja lain yang ia temui di sepanjang jalan, yang memberinya hadiah dan perlindungan. Ia juga menghadiri beberapa upacara agama dan budaya yang diselenggarakan oleh raja-raja tersebut. Ia juga menyebarkan ajaran Buddha di beberapa tempat yang ia singgahi.

Warisan dan Inspirasi Xuanzang

Xuanzang meninggal pada tahun 664 di biara Ci'en di usia 62 tahun. Ia meninggalkan warisan yang besar bagi Buddhisme Tiongkok dan dunia. Ia dihormati sebagai salah satu biksu paling terpelajar dan berjasa dalam sejarah Buddhisme. Ia juga dihormati sebagai salah satu pelancong paling berani dan petualang dalam sejarah Tiongkok. Ia juga menjadi inspirasi bagi banyak karya sastra dan seni, termasuk novel klasik Tiongkok Xiyouji (Perjalanan ke Barat) yang ditulis oleh Wu Cheng'en pada abad ke-16 M, yang mengisahkan tentang petualangan fiktif Xuanzang bersama murid-muridnya Sun Wukong (Kera Sakti), Zhu Bajie (Siluman Babi), dan Sha Wujing (Siluman Air) dalam mencari kitab suci Buddha.

Novel Xiyouji adalah salah satu karya sastra klasik Tiongkok yang paling populer dan berpengaruh. Novel ini menggabungkan unsur-unsur sejarah, mitologi, fantasi, agama, dan budaya yang kaya dan menarik. Novel ini didasarkan pada perjalanan nyata seorang biksu Tiongkok bernama Xuanzang yang pergi ke India untuk mencari kitab suci Buddha. Namun, novel ini juga menambahkan banyak cerita fiktif dan alegoris tentang petualangan empat tokoh utama, yaitu Xuanzang (disebut sebagai Pendeta Tong), Sun Wukong (Kera Sakti), Zhu Bajie (Siluman Babi), dan Sha Wujing (Siluman Air). Novel ini juga menyertakan banyak tokoh dan makhluk mitologis dari berbagai tradisi, seperti dewa-dewa Taois, Buddha, Bodhisatva, siluman, naga, dan lain-lain. Novel ini memiliki pesan-pesan moral dan filosofis yang mendalam dan relevan. Novel ini mengajarkan tentang pentingnya kesetiaan, persahabatan, pengorbanan, kesabaran, dan pencerahan. Novel ini juga merefleksikan ajaran-ajaran Buddha tentang hukum karma, roda kehidupan, tiga racun batin (kebodohan, kebencian, dan keserakahan), dan empat kebenaran mulia. Novel ini juga menunjukkan pengaruh dari Konfusianisme dan Taoisme dalam pemikiran dan budaya Tiongkok. Novel ini memiliki gaya bahasa yang indah dan humoris. Novel ini ditulis dengan menggunakan bahasa Tiongkok klasik yang elegan dan puitis, tetapi juga mudah dimengerti oleh pembaca umum. Novel ini juga menggunakan banyak metafora, perumpamaan, sindiran, dan lelucon yang membuat cerita menjadi lebih hidup dan menarik. Novel ini juga memiliki banyak dialog-dialog cerdas dan lucu antara para tokoh, terutama antara Sun Wukong dan Zhu Bajie.

Novel Xiyouji tidak hanya menghibur, tetapi juga menginspirasi dan mengedukasi. Novel ini telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa lain, seperti Inggris, Prancis, Jerman, Jepang, Korea, Vietnam, Indonesia, Malaysia, Thailand, dll. Novel ini juga telah diadaptasi ke dalam berbagai bentuk seni lainnya, seperti opera, teater, film, televisi, komik, animasi, game, dll. Novel ini juga telah mempengaruhi banyak karya sastra dan seni lainnya dari berbagai negara dan budaya.

Dengan demikian, Xuanzang adalah seorang biksu dan penjelajah yang luar biasa yang meninggalkan warisan yang besar bagi Buddhisme Tiongkok dan dunia. Ia juga menjadi inspirasi bagi banyak karya sastra dan seni yang mengagumkan.

Semoga artikel ini bermanfaat bagi Anda yang ingin mengetahui lebih banyak tentang Xuanzang dan penjelajahannya ke Barat. Terima kasih telah membaca Artikel ini.

Sumber:

Buddhisme di Tiongkok - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, https://id.wikipedia.org/wiki/Buddhisme_di_Tiongkok

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun