Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Laksamada Muda John Lie: Petualangan Sang Hantu Selat Malaka

11 Oktober 2023   07:00 Diperbarui: 11 Oktober 2023   07:03 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://1.bp.blogspot.com/--JcrS_inW_Y/VHvzGK32CsI/AAAAAAAAAwM/INSwXg619Tg/s1600/Laksamana%2BMuda%2BTNI%2B(Purn)%2BJohn%2BLie.jpg

Ketegangan antara hidup dan mati, ketika diburu oleh pesawat pembom musuh, mungkin hanya bisa dibayangkan oleh sebagian besar orang saat ini. Namun, bagi Laksamana Muda TNI (Purn.) John Lie, ini adalah kenyataan yang pernah dirasakannya. Dalam perjalanan hidupnya yang epik, John Lie bercita-cita mengarungi kerasnya ombak samudera. Dari seorang anak biasa hingga menjadi legenda angkatan laut Indonesia, inilah kisah petualangan sang "Hantu Selat Malaka."

Latar Belakang dan Karier Awal

John Lie yang juga dikenal sebagai Jahja Daniel Dharma lahir pada tanggal 9 Maret 1911 di Manado, Sulawesi Utara. Ia berasal dari keluarga Tionghoa-Kristen, ayahnya bernama Lie Kae Tae, pemilik perusahaan pengangkutan transportasi laut bernama Vetol (Veem en transportonderneming Lie Kay Thai). Sejak kecil, John Lie menunjukkan minat besar pada bahari. Ia sering naik perahu kayu dan berenang di sungai Tondano dan laut Manado.

Pada usia 17 tahun, John Lie nekat hijrah ke Batavia (sekarang Jakarta) tanpa sepengetahuan orang tuanya. Di sana, ia awalnya hanya menjadi buruh di Pelabuhan Tanjung Priok. Namun, tekadnya untuk menjadi kapten kapal sebesar yang pernah ia lihat saat kecil tidak pernah pudar, ia mengikuti kursus navigasi lalu bekerja sebagai klerk mualim III pada kapal Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), sebuah perusahaan pelayaran Belanda.

Perjalanan Keliling Dunia dan Ilmu Bahari

Pada tahun 1942, ketika Balatentara Jepang hampir menguasai Indonesia, John Lie berada di Pelabuhan Cilacap. Pada saat itu ia bekerja sebagai kelasi di dek kapal Koninklijk Paketvaart Maatschappij (KPM), sebuah perusahaan pelayaran Belanda, John Lie mengawaki kapal  tua dari KPM bernama MV Tosari. Kapal tersebut berlayar ke Kolombo, Sri Lanka, dan kemudian ke Mumbai, India. Setelah perbaikan dan memuat perbekalan, kapal berlayar ke Koromshar, Teluk Persia (Iran).

Di tempat ini terdapat pangkalan Angkatan Laut Inggris dan selama Perang Dunia II John Lie direkrut oleh Angkatan Laut Inggris. John Lie dan pelaut lainnya menjadi tenaga bantuan operasional bagi Angkatan Laut Inggris. Mereka menyalurkan perbekalan kepada kapal-kapal Sekutu yang datang dari Australia. Selama membantu armada laut sekutu, John Lie diajari menggunakan dan merawat senjata api, manajemen pengapalan logistik, pengenalan taktik perang laut, teknik komunikasi, hingga ranjau laut. Ia memperoleh berbagai ilmu tentang senjata api, manajemen pengapalan logistik, taktik perang laut, hingga pengenalan ranjau laut di tempat ini.

Bergabung dengan Angkatan Laut Republik Indonesia

Setelah Perang Dunia II, John Lie dan teman-teman pelautnya asal Indonesia yang bekerja di maskapai pelayaran Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) pulang ke Tanah Air setelah kekalahan Jepang akibat pengeboman Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945.

Selama perjalanan pulang ke Indonesia, John Lie singgah di Singapura selama 10 hari. Tujuannya adalah mempelajari sistem pembersihan ranjau laut dari Royal Navy dan taktik perang laut di Pelabuhan Singapura. Kala itu, John sengaja mempelajari taktik perang laut demi memuluskan rencananya bergabung ke laskar perjuangan.

Setelah kembali ke Indonesia, John Lie tidak langsung bergabung dengan laskar perjuangan,  ia memilih mengumpulkan uang di Yogyakarta. Pada bulan Mei 1946, John Lie menemui pimpinan  Laskar Kebaktian Rakyat Indonesia (KRIS) Hans Pandelaki dan Mohede di Jalan Cilacap, Menteng, Jakarta. John Lie kemudian bergabung dengan KRIS Barisan Laut dan diberi surat pengantar untuk bertemu  AA Maramis, yang saat itu menjabat menteri keuangan yang lalu meminta John Lie menghadap Kepala Staf Angkatan Laut RI (ALRI) Laksamana M Pardi di Yogyakarta.

Di hadapan Pardi, John Lie menyampaikan keinginannya untuk ikut mempertahankan kemerdekaan NKRI melalui pertahanan maritim dan menyampaikan keahliannya yang dipelajari di Singapura. Laksamana M Pardi setuju dan menandatangani izin bergabungnya John Lie di ALRI, dan John Lie pun diangkat sebagai Kelasi III. John Lie kemudian ditugaskan di Cilacap. Ia membersihkan Pantai Segara Anakan dari ranjau laut dan melatih para nautika muda di sana.

Aksi Heroik: Menyelundupkan Senjata melawan Agresi Militer Belanda

John Lie terkenal karena aksi penyelundupannya dengan kapal The Outlaw. Setelah Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947, ia tak sengaja terbawa kapal Empire Ten By ke Singapura dan melapor kepada perwakilan Republik di sana. Berkat kontribusinya yang luar biasa dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, ia diangkat menjadi nakhoda kapal cepat The Outlaw.

John Lie yang memahami taktik perang laut dan peran kapal logistic, membuatnya menjadi penyelundup senjata yang ulung. Meskipun selalu dicari, dikejar, dan dihadang oleh armada Angkatan Laut dan Angkatan Udara Belanda, John Lie selalu berhasil lolos dari kepungan mereka, ia menghilang seperti hantu setiap kali ada upaya pengepungan terhadapnya. Karena ketidakmampuan Belanda menangkapnya, ia diberi julukan "Hantu Selat Malaka."


Panglima Armada TNI AL

John Lie menjadi  Panglima Armada TNI AL pada puncak krisis eksistensi Republik pada tahun 1950, periode yang tidak lama setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ia memiliki peran penting dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman terhadap kedaulatan negara. John Lie memimpin armada laut dengan keberanian dan ketangguhan, menjaga perairan Indonesia dari segala ancaman musuh. Kiprahnya sebagai Panglima Armada TNI AL menjadi salah satu momen bersejarah dalam karier militernya dan Jenderal A.H. Nasution pun menyebut prestasinya sebagai yang tiada tara.

Sumber:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun