Ketegangan antara hidup dan mati, ketika diburu oleh pesawat pembom musuh, mungkin hanya bisa dibayangkan oleh sebagian besar orang saat ini. Namun, bagi Laksamana Muda TNI (Purn.) John Lie, ini adalah kenyataan yang pernah dirasakannya. Dalam perjalanan hidupnya yang epik, John Lie bercita-cita mengarungi kerasnya ombak samudera. Dari seorang anak biasa hingga menjadi legenda angkatan laut Indonesia, inilah kisah petualangan sang "Hantu Selat Malaka."
Latar Belakang dan Karier Awal
John Lie yang juga dikenal sebagai Jahja Daniel Dharma lahir pada tanggal 9 Maret 1911 di Manado, Sulawesi Utara. Ia berasal dari keluarga Tionghoa-Kristen, ayahnya bernama Lie Kae Tae, pemilik perusahaan pengangkutan transportasi laut bernama Vetol (Veem en transportonderneming Lie Kay Thai). Sejak kecil, John Lie menunjukkan minat besar pada bahari. Ia sering naik perahu kayu dan berenang di sungai Tondano dan laut Manado.
Pada usia 17 tahun, John Lie nekat hijrah ke Batavia (sekarang Jakarta) tanpa sepengetahuan orang tuanya. Di sana, ia awalnya hanya menjadi buruh di Pelabuhan Tanjung Priok. Namun, tekadnya untuk menjadi kapten kapal sebesar yang pernah ia lihat saat kecil tidak pernah pudar, ia mengikuti kursus navigasi lalu bekerja sebagai klerk mualim III pada kapal Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), sebuah perusahaan pelayaran Belanda.
Perjalanan Keliling Dunia dan Ilmu Bahari
Pada tahun 1942, ketika Balatentara Jepang hampir menguasai Indonesia, John Lie berada di Pelabuhan Cilacap. Pada saat itu ia bekerja sebagai kelasi di dek kapal Koninklijk Paketvaart Maatschappij (KPM), sebuah perusahaan pelayaran Belanda, John Lie mengawaki kapal  tua dari KPM bernama MV Tosari. Kapal tersebut berlayar ke Kolombo, Sri Lanka, dan kemudian ke Mumbai, India. Setelah perbaikan dan memuat perbekalan, kapal berlayar ke Koromshar, Teluk Persia (Iran).
Di tempat ini terdapat pangkalan Angkatan Laut Inggris dan selama Perang Dunia II John Lie direkrut oleh Angkatan Laut Inggris. John Lie dan pelaut lainnya menjadi tenaga bantuan operasional bagi Angkatan Laut Inggris. Mereka menyalurkan perbekalan kepada kapal-kapal Sekutu yang datang dari Australia. Selama membantu armada laut sekutu, John Lie diajari menggunakan dan merawat senjata api, manajemen pengapalan logistik, pengenalan taktik perang laut, teknik komunikasi, hingga ranjau laut. Ia memperoleh berbagai ilmu tentang senjata api, manajemen pengapalan logistik, taktik perang laut, hingga pengenalan ranjau laut di tempat ini.
Bergabung dengan Angkatan Laut Republik Indonesia
Setelah Perang Dunia II, John Lie dan teman-teman pelautnya asal Indonesia yang bekerja di maskapai pelayaran Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) pulang ke Tanah Air setelah kekalahan Jepang akibat pengeboman Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945.
Selama perjalanan pulang ke Indonesia, John Lie singgah di Singapura selama 10 hari. Tujuannya adalah mempelajari sistem pembersihan ranjau laut dari Royal Navy dan taktik perang laut di Pelabuhan Singapura. Kala itu, John sengaja mempelajari taktik perang laut demi memuluskan rencananya bergabung ke laskar perjuangan.