Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Morihei Ueshiba dan Filsafat Aikido: Tiga Visi Illahi yang Mengubah Seni Bela Diri

5 Oktober 2023   07:00 Diperbarui: 5 Oktober 2023   07:07 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Visi kedua terjadi pada tahun 1940, ketika Ueshiba berusia 57 tahun. Pada saat itu, Ueshiba sudah menjadi seorang master seni bela diri yang dihormati dan dikagumi oleh banyak orang. Ia telah mendirikan dojo-dojo di berbagai tempat di Jepang, dan telah mengajarkan seni bela dirinya kepada banyak murid-muridnya. Ia juga telah memberikan nama aikido kepada seni bela dirinya pada tahun 1942, yang berarti "jalan keselarasan (dengan) energi kehidupan" atau "jalan semangat harmonis". Ia juga telah menyempurnakan teknik-teknik aikido dengan menggabungkan unsur-unsur dari berbagai seni bela diri tradisional Jepang yang ia pelajari sebelumnya.

Pada suatu malam, Ueshiba sedang melakukan prosesi penyucian yang disebut misogi. Misogi adalah sebuah praktik agama Shinto yang bertujuan untuk membersihkan tubuh dan pikiran dari segala kotoran dan dosa dengan menggunakan air atau napas. Ueshiba melakukan misogi di sebuah sumur tua di ladangnya di Iwama, tempat ia tinggal sejak tahun 1942. Sekitar pukul 2 pagi, ia tiba-tiba melupakan semua teknik bela diri yang pernah ia pelajari. Teknik-teknik dari gurunya muncul kembali di pikirannya dengan cara yang baru. Sekarang mereka bukanlah alat untuk melempar orang dengan kekerasan, tetapi alat untuk membina hidup, pengetahuan, dan kebajikan. Ia merasa bahwa teknik-teknik tersebut adalah kendaraan untuk mencapai pencerahan.

Ketika ia mendekati sumur tersebut, ia melihat seekor naga emas yang keluar dari dalamnya dan mengelilingi tubuhnya. Ia merasakan bahwa naga tersebut adalah manifestasi dari ki alam semesta, yang memberinya perlindungan dan kebijaksanaan. Ia merasa bahwa naga tersebut adalah guru sejatinya, yang mengajarkannya rahasia-rahasia aikido.

Visi kedua ini membuat Ueshiba menyadari bahwa seni bela diri adalah sumber kebijaksanaan, bukan sumber kekuatan. Ia mulai memahami bahwa teknik-teknik aikido tidak hanya berguna untuk membela diri, tetapi juga berguna untuk meningkatkan kualitas hidup dan karakter. Ia juga mulai memahami bahwa aikido adalah cara untuk berhubungan dengan alam semesta, bukan cara untuk menguasainya.

Visi Ketiga: Seni Bela Diri sebagai Perdamaian Dunia

Visi ketiga terjadi pada tahun 1941, ketika Ueshiba berusia 58 tahun. Pada saat itu, dunia sedang dilanda oleh Perang Dunia II, yang merupakan perang paling dahsyat dan mematikan dalam sejarah manusia. Jepang terlibat dalam perang tersebut sebagai salah satu anggota dari Poros Berlin-Roma-Tokyo, yang bertempur melawan Sekutu London-Paris-Washington-Moskwa. Ueshiba sendiri tidak setuju dengan kebijakan politik dan militer Jepang, yang ia anggap sebagai penyimpangan dari jalan sejati para prajurit. Ia lebih memilih untuk mengasingkan diri di Iwama, dan fokus pada pengembangan aikido dan pertanian organik.

Pada suatu hari, Ueshiba sedang berlatih di dojo-nya di Tokyo. Ia merasakan bahwa ada sesuatu yang aneh dengan atmosfer dojo tersebut. Ia kemudian melihat sebuah bola api raksasa yang melayang di atas atap dojo. Ia merasakan bahwa bola api tersebut adalah simbol dari perang dunia yang sedang berlangsung dan ancaman bagi kemanusiaan. Ia kemudian mendengar suara yang mengatakan, "Aku adalah dewa api". Ia merasakan bahwa dewa api tersebut memberinya peringatan dan pesan untuk menyebarkan aikido sebagai jalan untuk menciptakan perdamaian dunia.

Visi ketiga ini membuat Ueshiba menyadari bahwa seni bela diri adalah tanggung jawab sosial, bukan hak pribadi. Ia mulai menyampaikan bahwa jalan para prajurit bukanlah jalan untuk membunuh dan menghancurkan orang lain, tetapi jalan untuk mencegah pembantaian semacam itu. Ia mulai menyampaikan bahwa seni bela diri adalah seni damai, kekuatan cinta, bukan senjata perang. Ia mulai menyampaikan bahwa aikido adalah cara untuk berkontribusi bagi kesejahteraan dunia, bukan cara untuk mendominasi atau mengeksploitasi dunia.

Kesimpulan: Seni Bela Diri sebagai Jalan Kehidupan

Dari ketiga visi ilahi yang dialami oleh Morihei Ueshiba, kita dapat melihat bahwa aikido bukanlah sekadar seni bela diri biasa, tetapi seni bela diri yang memiliki makna dan tujuan yang dalam dan luas. Aikido adalah seni bela diri yang mencerminkan cinta kasih Tuhan, kebijaksanaan naga, dan perdamaian dunia. Aikido adalah seni bela diri yang mengajarkan kita untuk harmonis dengan alam semesta, bijak dalam menghadapi tantangan, dan damai dalam berinteraksi dengan sesama. Aikido adalah seni bela diri yang mengajarkan kita untuk membela diri tanpa melukai orang lain, mengembangkan diri tanpa merendahkan orang lain, dan berkontribusi bagi dunia tanpa merusak alam.

Namun, untuk memahami dan menghayati aikido secara utuh, kita tidak bisa hanya mengandalkan kesimpulan dari Ueshiba saja. Kita juga harus mengalami dan menjalani proses yang dilalui oleh Ueshiba sendiri. Kita harus mempelajari berbagai seni bela diri tradisional Jepang yang menjadi dasar aikido. Kita harus berlatih dengan sungguh-sungguh, beradu dengan berani, dan bertempur dengan jujur. Kita harus menjalani ritual penyucian, meditasi, dan doa. Kita harus menyaksikan realitas dunia, konflik manusia, dan dampak perang. Kita harus menemukan visi ilahi kita sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun