Ajaran Shintoisme Â
Shintoisme memiliki beberapa ajaran atau praktik yang menjadi ciri khas agama ini, yaituÂ
- Kuil atau jinja Kuil adalah tempat pemujaan kami yang biasanya terletak di tempat- tempat alami yang indah dan tenang. Kuil ditandai dengan adanya torii, yaitu gerbang suci yang berwarna merah atau oranye. Torii melambangkan pintu masuk ke dunia suci kami.Â
Di dalam kuil terdapat balkon atau tempat penyimpanan kami yang disebut honden. Di sini orang- orang bisa memberikan persembahan berupa makanan, minuman, uang, atau benda- benda lainnya kepada kami. Kuil juga menyediakan  jimat yang dipercaya bisa memberikan perlindungan atau keberuntungan kepada pemiliknya.
- Pendeta atau kannushi Pendeta adalah orang- orang yang bertugas menjaga kuil dan melakukan ritual pemujaan kami. Pendeta biasanya mengenakan pakaian tradisional berwarna putih dan hitam. Pendeta juga bisa memberikan layanan seperti ramalan nasib, pembersihan rohani, atau upacara perkawinan.Â
- Ritual atau matsuri Ritual adalah cara orang- orang berkomunikasi dengan kami melalui doa, nyanyian, tarian, musik, atau pertunjukan. Ritual bisa dilakukan secara individu maupun kolektif. Ritual kolektif biasanya disebut matsuri atau  hari perayaan. Matsuri adalah perayaan musiman yang diadakan untuk menghormati kami tertentu atau untuk memperingati peristiwa penting dalam sejarah lokal. Matsuri biasanya diikuti oleh banyak orang dengan suasana meriah dan penuh warna.
- Pembersihan atau misogi Pembersihan adalah proses menghilangkan polusi atau kekotoran dari diri dan lingkungan. Polusi bisa disebabkan oleh penyakit, kematian, dosa, atau hal- hal negatif lainnya. Pembersihan bisa dilakukan dengan cara mandi, mencuci, atau berpuasa. Pembersihan bertujuan untuk menjaga kesucian dan kesehatan diri dan lingkungan agar bisa mendapatkan berkah dari kami. Â
Sejarah ShintoismeÂ
Shintoisme dapat ditelusuri kembali pada Zaman Yayoi( 300 SM- 300 M) di Jepang, tetapi baru mendapat nama Shinto ketika agama Buddha dan Konfusius masuk ke Jepang pada abad keenam Masehi. Shintoisme kemudian mengalami proses sinkretisasi dengan agama- agama lain, terutama Buddhisme, yang membuat kami dilihat sebagai bagian dari kosmologi Buddha dan digambarkan secara antropomorfik. Â
Shintoisme juga dipengaruhi oleh nasionalisme Jepang, terutama pada periode Meiji( 1868- 1912), ketika agama ini dijadikan sebagai ideologi negara untuk memperkuat loyalitas rakyat kepada kaisar. Kaisar dianggap sebagai keturunan langsung dari Amaterasu, dewi matahari yang merupakan kami tertinggi dalam Shintoisme. Pada masa ini, Shintoisme menjadi agama resmi negara dan kuil- kuil Shinto menjadi tempat peribadatan wajib bagi semua warga negara. Â