Mohon tunggu...
Andri Sipil
Andri Sipil Mohon Tunggu... Insinyur - Power Plant Engineer

a Civil Engineer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mukena Baru

23 Juni 2016   03:33 Diperbarui: 23 Juni 2016   10:18 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selepas waktu berbuka Anin yang baru saja selesai shalat magrib keluar rumah menenteng sajadah menuju mushola di ujung jalan. Dirinya sangat tergesa, bahkan ia kangsung keluar tanpa melepas mukena yang masih dikenakannya itu. Mukena yang baru dibelikan ibunya tadi siang. Mukena berwarna merah muda dengan rajutan bunga-bunga di bagian tepinya. Ibunya sedikit terperangah. Dengan heran kemudian ia melihat ke arah jam dinding yang menggantung di atas lemari pajangan. Memastikan waktu isya baru akan masuk setengah jam lagi.

Anin sedang semangat-semangatnya sholat tarawih. Terlebih setelah tahun ini ia naik ke kelas lima dan mendapat tugas dari sekolah untuk mengisi buku kegiatan ramadhan. Buku bersampul hijau dengan gambar kubah masjid itu tiap malam tak pernah luput dari genggamannya. Di dalam buku itu terdapat kolom-kolom kegiatan ibadah yang harus diisi sepanjang bulan Ramadhan. Termasuk kolom shalat tarawih yang harus di tanda tangani imam shalat tiap malamnya.

Sebelum naik kelas lima Anin sebenarnya sudah rutin ikut ibunya shalat tarawih di mushola. Tapi tak seantusias seperti sekarang. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, kali ini ia tetap datang meski ibunya tak bisa hadir karena sedang berhalangan. Tak ada yang bisa menghentikan semangatnya untuk beribadah. Termasuk hujan yang turun tiba-tiba. Ia akan menggunakan payung jika hujan tak juga reda. Lagi pula mushola dan rumahnya hanya di pisahkan oleh beberapa tempat tinggal warga saja. Tidak ada alasan baginya untuk absen menggelar sajadah di sana.

Di mushola itu Anin bukanlah satu-satunya anak kecil yang ikut sholat berjamaah. Sepanjang tahun shalat tarawih selalu menjadi ramai oleh kehadiran mereka. Terutama anak laki-laki yang senangnya bermain-main. Mereka berdiri di saf-saf bagian belakang. Bukan karena tidak boleh berada di saf tengah maupun sedikit ke depan. Tapi karena mereka tahu hanya di barisan itulah mereka bisa dengan leluasa memelorotkan sarung-sarung temannya, saling dorong atau bahkan iseng mendahului gerakan-gerakan shalat imam. Menimbulkan gaduh dan suara-suara tawa kecil di sela khusyuknya shalat para jama’ah. Mengundang sebagian mata orang dewasa melotot ke arah mereka. Sebagian lagi terlihat tak peduli sambil bersiap memulai rakaat shalat berikutnya.

Anin berada di sana. Tepat di belakang baris anak-anak lelaki itu. Namun ia berdiri di bagian luar. Saf-saf perempuan memang di tempatkan di bagian luar termasuk bagian samping mushola. Lewat kaca jendela yang terpasang mengelilingi ruangan dalam, ia bisa melihat dengan jelas anak-anak lelaki itu. Sesekali ia melirik mereka dalam sholatnya. Ia tidak merasa terganggu, justru sebaliknya. Ia senang melihat kejahilan-kejahilan yang mereka perbuat. Bahkan sempat ia tak mampu menahan suara tawanya ketika melihat salah seorang dari mereka jatuh tersungkur karena didorong temannya ketika akan melakukan ruku. Membuat barisan belakang itu dipenuhi dengan riuh suara cekikikan.

Di samping Anin berdiri Dita. Mereka selalu bersebelahan. Tidak hanya di mushola tapi juga di sekolah. Dita teman semeja Anin. Meski tidak bertetangga namun mereka tinggal dalam satu RT. Dita juga tak pernah absen datang ke mushola. Sejauh ini jika ada yang bisa menyaingi semangat Anin dalam sholat tarawih, maka dapat dipastikan Ditalah orangnya.

Selesai shalat 23 raka'at, mereka mendatangi imam. Meminta tanda tangan pada kolom buku kegiatan ramadhan. Kadang di malam-malam terntetu mereka harus bersabar menunggu imam selesai ceramah terlebih dahulu. Tentu mereka juga harus mencatat isi ceramah yang disampaikan pada buku tersebut. Anin dan Dita duduk bersama puluhan anak lain yang membawa buku sejenis. Sang imam yang berpeci putih dan bersarung hijau itu dengan sabar membubuhi tanda tangannya pada tiap buku yang disodorkan.

***

Entah kenapa Anin minta dibelikan mukena baru. Padahal yang lama kondisinya masih bagus. Memang warnanya putih bukan merah muda seperti yang diinginkannya. Ia kukuh ingin mukena dengan warna favoritnya tersebut. Anin tak henti-hentinya merengek. Satu hari kemudian ibunya pulang dari pasar membawa mukena yang diinginkan anaknya itu.

Suatu malam Anin mencium aroma lain dari sebelahnya. Aroma kain yang baru saja dibeli dari pasar. Dita baru saja datang dan langsung duduk disampingnya. Ia mengenakan mukena baru berwarna hijau muda. DIta memang sangat menyukai warna itu. Dita bilang kalau ibunya mengambil tabungan yang dicicilnya di sekolah. Uang itu untuk mengganti mukenanya yang usang.

Anin tahu persis mukena Dita sudah sangat kusam. Warna putihnya menjadi sedikit kuning. Bahkan jika di lihat lebih dekat banyak bintik bintik hitam di permukaanya. Meski tak secerah ketika baru dibeli, namun warna putih mukena milik Anin masih terlihat bersih dan jauh lebih baik. Anin senang melihat temannya itu kini memiliki mukena baru. Ia juga senang melihat senyum bahagia temannya terus mengembang di sudut bibirnya. Saat itu ia sama sekali tak ingin membeli mukena baru.

Sampai saat sholat tarawih telah di mulai beberapa raka’at, tiba-tiba salah satu anak lelaki di dalam mushola tersungkur menabrak orang yang sedang ruku di depannya. Ia didorong oleh temannya. Untung saja orang yang disundulnya itu tidak ikut tersungkur. Hanya terguncang sedikit. Anak yang jatuh kemudian bangkit berdiri dengan susah payah itu bernama Dewo. Tubuhnya gemuk dan pendek. Sementara temannya yang jahil bernama Satria. Mereka semua adalah teman satu sekolah Anin dan Dita.

Anin dan Dita kebetulan melihat kejadian saat Dewo tersungkur tepat sebelum mereka ruku. Mereka sontak tertawa dengan suara yang tak bisa dibendung. Suara tawa itu seperti melompat begitu saja dari mulut mereka. Seperti peluru yang melesat dari laras senapan dengan suara yang menghentak. Membuat Satria menoleh seketika dan menatap ke arah kaca jendela dimana mereka berada. Dan di sanalah senyum manis anak jahil itu tepat mengarah. Pada anak perempuan dengan mukena baru berwarna hijau muda.

-----o0o-----

Depok, 22 Juni 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun