Mohon tunggu...
Andri Sipil
Andri Sipil Mohon Tunggu... Insinyur - Power Plant Engineer

a Civil Engineer

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

[Fabel] Induk Ayam dan Raja Ular

7 November 2015   05:02 Diperbarui: 8 November 2015   19:26 2157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Andri Sipil, No.70 

Pada suatu pagi induk ayam sedang berjalan bersama sembilan anaknya yang baru menetas. Mereka menyusuri padang ilalang yang amat luas. Anak-anak ayam berbaris beriringan mengikuti langkah induknya didepan. Mereka akan pergi ke ladang gandum yang terletak ditepian hutan. Disana banyak makanan yang penuh gizi. Makanan bergizi sangat baik untuk pertumbuhan anak-anak ayam. Mereka akan cepat besar dan menjadi ayam-ayam yang sehat. Ciap...ciapp!!..ciap...ciappp...!! begitu celoteh riang anak-anak ayam. Mereka sungguh menggemaskan. Bulu-bulunya lembut seperti wol. Bersih dan bersinar berwarna kuning keemasan. 

Jalan di tengah padang ilalang itu tidak terlalu besar. Dikanan kirinya batang-batang ilalang kokoh menjulang. Ada juga yang tumbang menghalangi celah jalan. Anak-anak ayam bergantian meloncatinya. Beberapa dari mereka ada yang tersangkut. Mereka menggoyang-goyangkan tubuh mungilnya. Sebelum akhirnya lolos dan berlari mengejar ketertinggalan. Sesekali sang induk ayam menengok kebelakang. Ia menghitung kembali jumlah anak-anaknya. Memastikan tidak ada yang tertinggal ataupun hilang ditengah jalan. 

Mereka bertemu banyak hewan-hewan penghuni padang. Ada kelinci, kenari, belalang daun, kawanan capung dan sepasang kupu-kupu berwarna kuning. Induk ayam menyapa mereka. Mengucapkan salam pagi pada semua. 

Pekk..pekk..pekk..pekk..pekk..petokkk..!! pekk..pekk..pekk..petokk.!!

***

Ditengah perjalanan tiba-tiba saja induk ayam bertemu seekor ular. Ia melingkar menghalangi jalan. Ular itu sangat jahat dan licik. Anak-anak ayam berlarian ketakutan. Mereka menyusup dibawah tubuh induknya. Bersembunyi dibawah eraman. 

“Bolehkah kami lewat?!. Kami hendak ke ladang gandum mencari makan. Atau kami harus mencari jalan lain?!, agar tidak mengganggumu?” 

Sang ular mendesis penuh kengerian. Tatapannya dingin. Namun ia tak bergerak sedikitpun. Induk ayam gemetaran. Ia merapatkan eramannya. Mendekap erat anak-anaknya. 

“Kalian tak perlu lewat jalan lain!, kalian bisa melewati jalan ini!. asalkan kau mau menyerahkan beberapa anak-anakmu. Aku butuh daging segar untuk makan siang. Sudah lama aku tak menikmati daging-daging kesukaanku ini” ucap sang ular. Kata-katanya terdengar membawa kematian.

“Tidak!! Jangan anak-anakku!! aku mohon..! Mereka baru saja menetas. Mereka terlalu kecil. mereka semua tak akan bisa mengenyangkan rasa laparmu. Ku mohon jangann..!!" induk ayam memohon. 

“Aku adalah sang Raja Ular. Pemangsa paling ditakuti. Rasa laparku tak mengenal kata ampun. Seharusnya kau tahu itu” raja ular menegakkan kepalanya. Lebih tinggi. 

“Kalau begitu makan saja aku. Dagingku lebih besar. Tentu akan sangat mengenyangkan perutmu. Lagipula jika kau memakan anak-anakku. Kami bisa punah. Dan kau tak akan bisa memangsa ayam-ayam lagi sebagai santapan kesukaanmu. Aku sudah tua, tidak bisa bertelur lagi. Jadi lebih baik aku yang mati.” 

“Ohhh…baiklah!. Dagingmu memang lebih besar walaupun sedikit alot. Aku tak perduli, karna aku hanya perlu menelanmu bulat-bulat. Aku tak mengunyah kealotanmu. Tak masalah jika aku harus memangsamu.” 

Induk ayam kini tanpa harapan. Ia sangat sedih. Air matanya mulai berlinang. Ia tak kuasa berpisah dengan anak-anaknya yang masih kecil. Ia menengadah ke atas langit. Ia berdoa sejenak pada Tuhan. Kemudian tak berapa lama ia berkata.

“Sebelum aku mati, aku punya permintaan terakhir padamu!”. 

“Permintaan terakhir?!. Apa kau sedang menguji rasa laparku?!. Asal kau tahu, aku semakin kejam membunuh jika rasa lapar kian membesar diperutku!”. Raja ular mengancam induk ayam. 

“Tidak apa-apa. Lagipula aku akan tetap mati. Apa kau tidak kasihan padaku?. Aku seorang ibu yang sebentar lagi akan kau pisahkan dari anak-anaknya”. Induk ayam tetap bertahan pada permintaanya. 

“Baiklah!, apa permintaan terakhirmu?” 

“Aku ingin kau menari!"

“Menari?!” Raja ular terkejut. 

“Ya, aku ingin melihat tarianmu yang melegenda itu. Selama ini aku hanya mendengarnya saja, tidak pernah melihatnya. Menurut kabar yang beredar, tarianmu sangat agung. Akan menjadi hadiah kematian yang indah buatku. Jika kau mau menunjukannya.” Induk ayam terus membujuk. Ia menyisipkan sedikit pujian pada kata-katanya. Raja ular terlihat sedikit tersanjung. Namun ia pantang menunjukannya-didepan calon mangsanya itu. Lalu ia berkata.

“Baiklah, Aku akan sangat senang menunjukannya padamu. Lagipula aku butuh pemanasan untuk melenturkan otot-otot perutku sebelum menelanmu.” 

Dan sang ularpun mulai menari. Ia meliuk-liukan tubuhnya. Mengikuti suara seruling yang hanya ada didalam pikirannya. Kepala sang ular tegak berdiri. Bergoyang kekanan dan kekiri. 

Induk ayam kembali menatap langit. Tatapannya menyisir. Kemudian, seperti telah mendapatkan waktu yang tepat. Ia menarik kepalanya dan menyembunyikannya dibawah eramannya sendiri. Bersama kesembilan anaknya. Menggumpal menjadi batu. Sementara raja ular masih asik menari. Ia terhipnotis oleh tariannya sendiri.

*** 

Tiba-tiba saja seekor Alap-alap1 mencengkeram tubuh sang raja ular. Membawanya keatas langit. Seketika liukan tarian raja ular berubah menjadi gerakan meronta-ronta. Raja ular mendesis histeris. Ia mencoba melepaskan diri. Namun kuku-kuku tajam Alap-alap sudah menusuk otot-otot perutnya. Menancap tepat pada sumber rasa laparnya. Membuat raja ular lemas tak berdaya. 

Sementara induk ayam dan anaknya masih bersembunyi. Situasi masih belum aman. Kawanan Alap-alap masih berkeliaran. Dari atas langit, Alap-alap sedang mengawasi tiap gerakan dibawahnya. Mencari jejak-jejak mangsanya. Induk ayam dan anaknya tak boleh melakukan sedikitpun kesalahan. Jika tak ingin bernasib naas seperti sang raja ular yang baru saja terbang bersama rasa laparnya. 

Tak berapa lama setelah Alap-alap dan kawanannya pergi. Sang induk bersama kesembilan anaknya keluar dari persembunyian. Dengan senyum kebahagiaan, mereka kemudian melanjutkan perjalanannya. Menuju ladang gandum ditepian hutan. Mereka kembali beriringan. Anak-anaknya mulai kembali bernyanyi riang. “Ciapp..ciapp!!…ciapp..ciapp!!”. 

-----o0o----- 

1) Alap-alap (Bahasa Inggris: FalconCaracara atau Kestrel) merupakan sebutan untuk Burung pemangsa anggota keluarga Falconidae. 

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community 

Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community 

---

Ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun