Sudah 11 Tahun berlalu tetapi saya masih mengingat sebuah pertemuan singkat di sebuah lobi Hotel di Kota Medan. Seseorang berblankon dan berpakaian khas jawa duduk disamping saya tersenyum dan menyalam saya sembari menanyakan kabar saya.
"Gimana kabarnya mas?" Sembari menjulurkan tangannya menyalam saya. "Baik pak, kabar bapak Gimana"ucap saya . "Baik juga mas, cm agak lelah sedikit karena ada kegiatan sampai larut malam kemarin" kemudian kami bercerita beberapa menit hingga salah satu stafnya memanggil. "Saya permisi dulu mas ya, Mau pulang kejawa dulu" dengan logat jawanya yang khas dan lagi-lagi dia menyalam saya terlebih dahulu.
Seandainya saja petugas lobi tidak memberitahu saya saat itu, mungkin saya tidak akan pernah tau siapa gerangan orang tersebut. Ya Dia adalah  Didi Kempot  God Father of the Broken Heart. Tidak ada sedikitpun Didi Kempot menceritakan siapa dirinya dan apa kegiatannya serta status sosialnya, Dia malah lebih bercerita tentang keramahan kota medan, benar-benar jauh dari kesan artis yang sering kita lihat pamer ketenaran dan kekayaan di televisi.
Sebagai anak medan saya tentu tidak mengenal siapa sosok Didi Kempot saat itu. Ketika saya ceritakan kejadian tersebut, teman saya yang sesama panitia kegiatan pemuda di hotel berbintang  itu pun tidak begitu tau siapa Didi Kempot. Hal yang wajar, mengingat lagu-lagu Didi Kempot Kebanyakan berbahasa jawa dan cukup asing bagi anak muda batak seperti saya.
Karya-karya  Didi Kempot akhirnya saya kenal dan tidak asing setelah bekerja dan ditempatkan selama 5 tahun disebuah desa transmigrasi di pedalaman Riau. Selama bekerja sebagai asisten plasma mau tidak mau saya harus bisa bergaul dan berbaur dengan kebudayaan masyarakat jawa yang mayoritas didesa Bukit Indah. Saat itu baru saya menyadari bahwa Didi Kempot sangat tenar dimasyarakat Pujakesuma (Putra/putri Jawa Keturunan Sumatera).
Dari acara  khitanan hingga pesta pernikahan Lagu Sewu Kuto, Bojo Loro, Layang Kangen dan berbagai karya ciptaan Didi Kempot menghiasi setiap acara yang saya ikuti. Perlahan saya coba pelajari arti dari lirik-lirik lagu Didi Kempot dan benar saja terjemahannya sangat menyentuh hati.
Didi Kempot mampu meramu seluruh kata dengan ungkapan-ungkapan yang sederhana dan menyentuh. Perkembangan jaman tentu membuat karya Didi Kempot menjadi mudah dicerna oleh orang-orang diluar golongan masyarakat jawa. Mudahnya akses internet membuat lagu-lagunya dapat diterjemahkan oleh seluruh khalayak. Saya sendiri sangat menyukai lagu sewu kuto karangan Didi Kempot yang sangat menyentuh hati saya saat masih dalam perantauan.
Bagi kaum milenial saat ini yang dipenuhi oleh kaum muda tentu lirik-lirik Didi Kempot mampu menggambarkan perasaan mereka. Kaum milenial yang memiliki banyak kisah-kisah percintaan rumit tentu sangat menggemari lagu-lagu Didi Kempot yang mampu mengambyarkan hati. Sangat syahdu, tenang, nyaman didengar dan bahkan terkadang lagu-lagunya malah ada yang mampu nyentak-nyentakkan hati untuk didengar saat dalam kondisi galau.
Kombinasi antara sosok ramah,tenang, lembut dan penuh kreativitas membuat Didi Kempot layak dijadikan Idola oleh seluruh golongan. Akhir-akhir ini kita melihat  konser-konser Didi Kempot sedikit berubah dari gaya khas komunitas Jawa menjadi lebih modern dan artistik tampa meninggalkan sendi kebudayaan jawanya, tetapi sangat terbuka bagi khalayak ramai.  Langkah tersebut malah menjadikannya semakin tenar karena mampu menarik market-market baru diluar komunitas  jawa.
Dibalik lirik-lirik syahdunya yang penuh dengan kata-kata patah hati yang manis, Didi menanamkan pesan sederhana tapi cukup menyentuh "Patah Hati dijogetin aja". Sangat sederhana tetapi  God Father of The Broken Heart itu mampu menyadarkan penggemar untuk selalu berpikiran positif ketika patah hati.
Kemurahan hati dan jiwa sosialnya pun masih bisa kita rasakan saat ini. Tentu masih segar diingatan kita  ketika Didi Kempot mengadakan konser amal untuk pandemi Covid 19 di Kompas TV, dengan donasi yang berhasil dikumpulkan lebih dari 7 milyar. Sebuah prestasi yang luar biasa dari seorang maestro yang mampu menyentuh hati banyak orang untuk berdonasi dan berkontribusi bagi bangsa.
Melalui konser tersebut kita juga menangkap sebuah pesan tersirat dari Didi Kempot "Jangan Stress Karena Covid 19, Dijogetin Aja"
Saya mungkin bukan Didikempoter sejati seperti para  sobat ambyar yang telah mengaguminya sejak era 90an dengan karyanya yang lebih dari 700an lagu , akan tetapi saat ini saya bisa merasakan  bahwa Indonesia sangat kehilangan seorang seniman yang sangat rendah hati.
Sang maestro telah berpulang menyisakan ambyar dihati rakyat Indonesia. Tapi karya dan ciptaannya akan selalu berada dihati kita. Karena Didi Kempot kini bukan lagi milik masyarakat Jawa  saja akan tetapi milik Seluruh rakyat Indonesia yang terkesima dan kagum dengan karya-karyanya.Â
Selamat Jalan Pak De Didi Kempot
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H