Mohon tunggu...
Andri Saputra
Andri Saputra Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

MEA dan Realitasnya di Banten

1 November 2016   15:17 Diperbarui: 2 November 2016   11:59 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

*Oleh : Andri Saputra

MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) merupakan suatu program yang telah disepakati oleh anggota negara-negara ASEAN, di dalamnya terdapat rencana-rencana dalam pembangunan ekonomi dan perdagangan secara menyeluruh di berbagai bidang kehidupan, dengan tujuan mensejahterakan masyarakat ASEAN. Adanya sistem keterbukaan terhadap pekerja maupun pengunjung asing ke negara Indonesia, hal ini menjadi momok menakutkan bagi masyarakat kita yang bisa dibilang belum cukup siap untuk menghadapinya.

Saat ini negara kita telah memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN tersebut, tepatnya di akhir tahun 2015 kemarin. Hal ini tentu akan menjadi momen yang menegangkan bagi masyarakat Indonesia, terutama di Banten, yang memang memiliki sumber daya alam yang berlimpah, sektor industri yang besar dan masyarakatnya pun konsumtif. Dengan banyaknya peluang tersebut, kita patut merasa khawatir jika semua sektor di Banten akan dikendalikan oleh pihak-pihak asing.

Realitas yang ada di daerah Banten, dengan MEA ini sangatlah tidak sepadan. Bayangkan, MEA yang secara resmi sudah berlaku di Indonesia, namun saat ini masih belum jelas apa yang akan dilakukan pemerintah Banten dalam menghadapi MEA ini. Dan apa antisipasinya terhadap kesejahteraan rakyat Banten secara keseluruhan. Masalahnya adalah problem internal rakyat kita yang masih belum ada perubahannya, namun sudah dipaksa siap tidak siap menghadapi Pasar Bebas ASEAN ini.

Sumberdaya yang dimiliki Banten haruslah bermanfaat dan berdampak bagi masyarakat Banten itu sendiri, bukan hanya masyarakat asing ASEAN nanti yang justru ingin menguasai sumber daya alam yang Banten miliki. Contohnya sektor industri, dimana sistem Kapitalisme sangat kental di dalamnya, yang memaksa asing yang berkuasa dan justru masyarakat Banten sendiri yang dijadikan budak di negeri sendiri, ini sangat ironi dan menjadi masalah yang berkepanjangan.

Sektor lain misalnya, stok beras dan gula kita selalu kekurangan ketika ingin menghadapi saat-saat penting, seperti bulan ramadhan. Pemerintah harus berpikir dan solusinya justru hanya meminta kepada pemerintah pusat. Alangkah manjanya pemerintah daerah kita ini, sampai-sampai harus meminta padahal sumber daya yang kita miliki sangatlah mencukupi bahkan kalau dikembangkan lagi, akan mensejahterakan rakyat Banten.

Kondisi-kondisi seperti ini memang sangatlah pelik, bila kita hanya terus berharap dan berharap akan adanya perubahan, namun saat-saat genting telah dimulai. Harusnya pemerintah lebih cerdas dalam pengelolaan daerah Banten ini. Tidak hanya untuk satu sektor saja, tetapi semua sektor harus dikembangkan, dibangun dan ditingkatkan lagi. Fasilitas daerah harus dibuat lebih baik dan senyaman mungkin bagi masyarakat. Buat masyarakat menjadi suka dan nyaman tinggal di Banten, saling rukun satu sama lain, baik pribumi maupun pendatang.

Program MEA ini sangatlah pelik bagai buah simalakama, jika dihentikan tidak bisa karena itu sudah kesepakatan bersama se-ASEAN, namun jika dibiarkan dan kita tidak melakukan apa-apa maka masyarakat kita sudah tersingkir duluan dalam persaingan ini. Bagaimana tidak, kalau banyak negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi besar di ASEAN seperti Singapura, Thailand dan Malaysia berbondong-bondong dan berupaya secantik mungkin untuk menguasai negara kita.

Disini lah kita patut meningkatkan kewaspadaan kita terhadap hal-hal tersebut. Bayangkan saja, bila daerah Banten dengan sektor-sektornya yang maju dan berlimpah harus dikuasai oleh tangan-tangan asing yang hanya mencari keuntungan tanpa memperdulikan masyarakat kita sendiri. Hal ini sangat membahayakan kita sebagai daerah besar dengan sektor yang menjanjikan. Tentu akan sangat menyenangkan hati masyarakat ASEAN yang datang ke Indonesia dan mengeruk sumber daya alam kita perlahan-lahan.

Pemerintah harus memikirkan tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan bila probabilitas tersebut terjadi di Banten, semua harus dipikirkan dengan matang dan sebaik mungkin. Menghindari kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan terjadi di daerah kita, kita bersama-sama harus mengantisipasinya dan jangan lengah. Karena efek yang ditimbulkan bila kita terus terpuruk dan tidak mau maju, kita akan kalah oleh kekuatan asing.

Kita bersaing bukan sebagai pekerja atau babu, tetapi sebagai perencana, pemikir dan eksekutor untuk wilayah kita sendiri, Banten. Pemerintah mesti mengupayakan tindakan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan masyarakat-masyarakat kita di Banten, terutama masyarakat di pedesaan, yang nota bene adalah kaum-kaum mengengah kebawah, yang belum memiliki skill atau kemampuan apa-apa, dan banyak yang belum menguasai kemajuan teknologi saat modern ini.

Pemerintah harus sudah sampai pada tahap pembangunan itu, pembangunan suatu daerah bukanlah hanya membangun mall-mall atau pabrik-pabrik semata, tetapi harus dimulai dari dasarnya dulu yakni masyarakat. Bila masyarakatnya sudah maju dan berkembang, maka apapun yang kita bangun di daerah Banten ini akan lancar. Dan untuk pendatang, pemerintah kita harus membuat regulasi dan hukum yang tegas yang mengatur tentang hal-hal buruk. Karena jika tidak ada aturan yang tegas yang ditekankan, kita tidak akan bertambah maju, justru pemerintah harus lebih tegas dalam memberikan instruksi.

Program MEA yang digembar-gemborkan pemerintah kita, haruslah disesuaikan dengan kenyataan dan realitas yang ada dan benar-benar real dialami oleh masyarakat kita di provinsi Banten. Bukan hanya menekankan kita harus bersaing saja, namun ayo bersama-sama kita membangun dan bekerja sama untuk menghadapi persaingan MEA yang sudah kita hadapi ini.

Sumber daya kita adalah milik kita sendiri, bukan orang lain, jika kita hanya diam dan tak mau bergerak dan belajar, maka kita akan ketinggalan. Karena kita tak lagi hanya bersaing dengan sesama negara Indonesia, namun ini sudah memasuki wilayah ranah Internasional, antar negara. Jangan sampai masyarakat kita hanya dijadikan budak, dan pemerintah kita hanya dijadikan robot yang dikendalikan oleh pihak-pihak asing.

MEA memang tidak bisa kita hindarkan, persaingan sudah dimulai. Namun harus kita hadapi dengan penuh semangat perubahan dan mau belajar untuk bersama-sama bersaing di ranah Internasional.

*Penulis adalah Mahasiswa semester 1, mata kuliah Pengantar Ilmu Politik, Ilmu Komunikasi, FISIP Untirta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun