Kalau jawaban saya, saya tidak nyaman karena di sisi lain saya juga rindu tempat dimana saya memuliakan nama-Nya.Â
Apapun jawaban pembaca atau saya, hal yang paling penting adalah kondisi hati kita benar-benar tertuju kepada Tuhan dan bukan hal lainnya. Selain itu, berpelayanan atau masuk ke hadirat Tuhan di dalam liturgi ibadah harus dilakukan untuk Tuhan.
Selanjutnya, bagaimana kita sendiri dalam mendekatkan diri kepada Tuhan melalui ibadah harian kita? Pertanyaan itu membuat saya ingat kepada salah satu ucapan seorang pendeta.
Jangan mengaku Kristen kalau tidak pernah Saat Teduh
Saat Teduh adalah salah satu bentuk ibadah harian Kristen. Bahkan dulu sebelum Kristen Protestan terbentuk, gereja purba memiliki ibadah harian dalam bentuk-bentuk doa harian, begitu juga Kristen Katolik sampai dengan Kristen Protestan. Dalam Saat Teduh, ada doa, pujian, dan bacaan Alkitab/Firman.Â
Saya memiliki buku tentang doa harian dari Timothy Keller. Dari buku tersebut, saya banyak belajar cara atau urut-urutan dalam doa harian atau Prayer. Pada awalnya, saya berpikir bahwa itu hanya pokok-pokok doa lalu "amin" selesai.Â
Ketika saya membacanya, ternyata itu adalah Saat Teduh harian. Saat Teduh tidak hanya dilakukan sekali dalam sehari, bisa juga tiga kali sehari.Â
Mungkin akan saya sampaikan tentang hal ini di artikel selanjutnya. Kembali ke pertanyaan tadi, bagaimana cara kita mendekat kepada Tuhan pada masa-masa pandemi seperti ini? Sudahkah kita memiliki waktu untuk masuk dalam hadirat Tuhan?
Inti dari semua yang saya tuliskan adalah bagaimana kita menyikapi keadaan kita sekarang? Apakah kita masih memegang erat penyertaan Tuhan dalam hidup kita atau terlepas?Â
Los Dol kalau bahasa Jawanya. Selain itu, apakah patut kira-kira kebaktian menggunakan green screen? Perlukah? Pertanyaan itu membuat saya bingung menjawabnya karena perspektif orang mungkin berbeda.Â
Namun, sisi lainnya kita harus bijaksana dalam beberapa kondisi dan tindakan orang lain yang mungkin tidak menyenangkan hati. Sekian.