TB2 Â - Prof. Dr. Apollo - Pajak Kontemporer
55520120034- Andrio N Tambun
Dampak UU HPP atas tarif PPN dalam Perdangangan melalui Sistem Elektronik (PMSE) Transaksi E-Commerce
Dalam masa era pandemi Covid-19 yang menuntut manusia untuk harus menjaga jarak terhadap sesama manusia, terlihat memberikan dampak kedalam gaya hidup masyarakat. Dampak ini terlihat dari yang tadinya konsumen masih banyak belanja untuk melengkapi kebutuhan secara langsung ketemu antara penjual dan pembeli kini harus beralih dengan memanfaatkan kecagihan teknologi yakni melalui E-commerce.Â
Dikutip dari Investopedia, E-commerce merupakan model bisnis yang memungkinkan perusahaan atau individu  bisa membeli atau menjual barang melalui internet (Online). Dimana jaman sekarang ini hampir semua produk termasuk jasa tersedia secara online mulai dari makanan, musik, buku, produk rumah tangga, tiket pesawat dan jasa cuci sofa ataupun jasa cuci ac bisa di beli melalui e-commerce.Â
Hasil studi menunjukkan bahwa bisnis E-commerce selama pandemi mengalami peningkatan yang signifikan di dunia. Bersumber dari Merdeka.com Peningkatan E-commerce selama pandemi berpotensi mempengaruhi peningkatan E-commerce kedepan termasuk setelah pandemi berakhir. Sepanjang semester I-2021, transaksi e-commerce tumbuh 63,4 persen menjadi Rp186,7 triliun.Â
Bank Indonesia (BI) memperkirakan hingga akhir tahun 2021 transaksi e-commerce dapat meningkat 48,4 persen sepanjang tahun 2021 menjadi Rp 395 triliun. Gubernur BI, Perry Warjiyo belum lama ini mengatakan, peningkatan transaksi ini banyak dilakukan oleh pedagang ritel yang juga merupakan UMKM. Peningkatan transaksi e-commerce tersebut menjadi cerminan bahwa digitalisasi UMKM sangat penting, apalagi mengingat ekonomi dan keuangan digital di tengah Covid-19 tumbuh sangat cepat. Adapun untuk transaksi uang elektronik pada paruh pertama tahun ini berhasil tumbuh 41 persen mencapai Rp132 triliun, sehingga keseluruhan tahun diperkirakan mencapai Rp278 triliun.
Berdasarkan peraturan yang diterbitkan pada tanggal 1 Juli 2020 yang mengatur tentang pajak pertambahan nilai (PPN) dimana sebesar 10% akan diberlakukan atas pembelian produk dan jasa digital dari pedagang atau penyelengara perdangangan melalui Sistem Elektronik (PMSE).Â
Berdasarkan setkab.go.id, kebijakan ini diambil merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha. Kebijakan penerapan PPN ini dilakukan untuk melaksanakan Pasal 6 Ayat 13a Perpu Nomor 1 tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas Sistem Keuangan untuk penganganan Covid-19, dimana pemerintah mengeluarkan peraturan menteri keuangan nomor 48/PMK.03/2020 sebagai turunannya. Atas kenyataan peraturan yang dikeluarkan pemerintah ini seakan-akan memberikan peraturan yang turut juga mematikan daya beli masyarakat.Â
Karena ketika masyarakat justru memanfaatkan e-commerce untuk tetap hidup dan meningkatkan daya beli, justru dengan adanya pengenaan tarif PPN akan meningkatkan tarif harga barang ataupun jasa yang akan menjadikan masyarakat untuk kembali lagi dapat menurunkan peminatan dalam menggunakan e-commerce.Â
Penetapatan peraturan ini juga seakan-akan tidak sejalan dengan program pemerintah untuk meningkatkan jumlah UMKM yang ada di Indonesia. Berdasarkan data dari stafsus kementrian koperasi dan usaha kecil dan menengah (Kementrian Koperasi dan UKM ) Agus Santoso menjelaskan pelaku UMKM yang sudah Go Digital yakni sebesar 13,7 per Juli 2021, yang merupakan kurang dari setengah dari target pemerintah sebesar 30 Juta UMKM.
Berdasarkan sidang paripurna dimana pada tanggal 7 Oktober 2021 DPR juga mengesahkan RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Adapun salah satu yang di akan diatur di dalam RUU HPP ini yakni adanya rencana pemerintah akan menaikan tarif PPN dari yang sebelumnya 10% menjadi 11%. Â
Atas kenaikan 1% tarif PPN ini tentu akan membuat harga barang menjadi naik, dan akan berakibat terjadinya inflasi, sementara belum tentu daya beli kelas menengah dan bawah akan langsung pulih di tahun 2022. Akibatnya konsumen hanya punya dua pilihan dimana yang pertama mengurangi belanja, banyak berhemat, atau mencari pilihan atas barang lain yang lebih murah. Keadaan tambah menjadi sulit dimana PPN tidak memandang kelas bawah atau kelas menengah.Â
Kesulitan yang dihadapin kedepannya adalah dimana perusahaan mengalami kesulitan dalam cash flow sehingga berakibat gagal bayarnya atas PPN terutang. Kesulitan cash flow ini tentu merupakan akibat dari dampak harga barang yang semakin mahal dan harga bahan barang pokok yang juga ikut terdampak. Sekalipun adanya penambahan tarif PPN ini masih akan berlaku per 1 April 2022, tentu setiap pelaku UMKM harus bersiap atas perubahan tarif ini. Pemerintah juga akan berencana menerapkan PPN dengan mekanisme Final kepada UMKM yakni sebesar 1%, 2% atau 3% terhadap peredaran bruto. Dimana mekanisme ini juga akan kembali lagi akan bertolak belakang akan sistem yang berkeadilan karena terdapat perbedaan tarif PPN kepada setiap wajib pajak.
Sumber :
- https://money.kompas.com/read/2021/09/11/191943626/pengertian-e-commerce-dan-bedanya-dengan-marketplace?page=all
- https://www.merdeka.com/uang/belanja-online-meningkat-saat-pandemi-ini-daftar-e-commerce-paling-banyak-dikunjungi.html
- Perpu Nomor 1 Tahun 2020
- RUU HPP
- https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/pmse
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H