Kejutan itu datang di bulan November. Yusril Ihza Mahendra, seorang ahli tata negara dan pengacara senior, tiba-tiba diberitakan menjadi penasihat hukum pasangan capres-cawapres Joko Widodo dan KH. Ma'ruf Amin. Â
Perihal kabar ini, Yusril sendiri telah membenarkan. Bahkan, mantan menteri sekretaris negara ini menerima jobs itu secara 'Probono' alias gratis.
"Saya memutuskan untuk setuju dan menjadi lawyer-nya kedua beliau itu. Pak Erick mengatakan bahwa jadi lawyer Pak Jokowi dan Kiai Ma'ruf ini prodeo alias gratis tanpa bayaran apa-apa. Saya bilang saya setuju saja," ujar Yusril sebagaimana dilansir dari detikcom, Senin (5/11).
Dengan menjadi lawyer petahana, maka Yusril akan menjadi benteng bagi Jokowi-Ma'ruf atas berbagai persoalan hukum yang ada. Dengan catatan jika itu memang ada.
Sebagaimana keterangan tertulisnya, peran Yusril kini adalah memberikan masukan dan pertimbangan hukum yang benar kepada klien (baca: Jokowi-Ma'ruf) agar klien tidak salah dalam melangkah, serta melakukan pembelaan jika ada hak-haknya yang dilanggar pihak lain.
Hal tersebut tak akan menjadi kabar yang menghebohkan bila kita tak dibayangi rekam jejak Ketua Umum PBB selama ini. Mengingat sebelumnya Yusril justru dikenal sebagai tokoh oposisi yang kerap mengkritik dan melawan kebijakan pemerintahan Presiden Jokowi.
Sebagaimana diketahui bersama, Yusril sebelumnya begitu kencang mengkritisi pemerintahan Jokowi. Dia menentang pemerintahan Jokowi yang membubarkan Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Yusril juga dekat dengan kubu oposisi. Ditambah lagi jelang pendaftaran Pilpres 2019, Yusril membawa PBB untuk menyatakan sikap politik mendukung Koalisi Keumatan yang digagas oleh Rizieq Shihab. Koalisi itu diikuti parpol lain seperti Partai Gerindra, PAN, dan PKS.
Pada 2016 lalu Yusril juga pernah mengkritik presiden dengan sebutan goblok. Selain itu ia juga mengkritik keras lahirnya Undang-Undang Ormas.
'Hijrahnya' Yusril itu sebenarnya mulai terdengar sejak pertengahan tahun lalu. Perlahan sikap Ketum PBB itu pudar. Manuver politik Yusril justru lebih banyak mengkritisi kubu oposan.
Misalnya, Yusril pernah berkomentar pedas soal sikap Amien Rais yang mengatakan siap maju sebagai calon presiden. Kemudian, Yusril juga menegaskan bahwa PBB fokus Pileg 2019. Tak ada dukungan PBB untuk salah satu kandidat Pilpres 2019.
Pada Agustus lalu, Yusril kembali mencurahkan isi hatinya di dunia maya soal nasibnya di Pilpres. Melalui akun Instagram-nya, @yusrilihzamhd, dia menceritakan bagaimana sakit hatinya karena tak diajak bergabung koalisi Prabowo Subianto.
Menurutnya, Koalisi Keumatan yang dulu sempat digagas, hanyalah sebuah fatamorgana. Lebih parah, Yusril merasa PBB tak pernah dilibatkan di sana. Bahkan, dia mengkritik sikap simpati dan solidaritas dari Prabowo dan partai-partai koalisinya itu.
"Kita sudah sering bantu Gerindra, tapi ketika partai kita terpuruk dikerjain KPU, apakah ada sekedar salam menunjukkan simpati pada kita? Baik Gerindra maupun PKS, PAN yg disebut koalisi keumatan itu, tidak pernah ada," kata Yusril.
Sekarang manuver Yusril semakin tegas. Meski bukan bagian dari tim sukses Jokowi, namun posisinya sebagai penasihat hukum telah menunjukkan keberpihakkannya.
Manuver Yusril ini, diakui atau tidak, sempat membuat geger pihak pendukung Prabowo-Sandi. Hengkangnya Yusril telah sedikit membuka tabir mengenai relasi antar partai di koalisi pendukung Prabowo-Sandi. Hal itu juga menegaskan rapuhnya koalisi yang dibangun oleh Prabowo.
Di sisi lain, bergabungnya Yusril ini menguntungkan satu sama lain, baik bagi Jokowi-Ma'ruf maupun Partai Bulan Bintang yang akan bertarung dalam Pemilihan Legislatif 2019. Ini juga menguatkan sinyal kemenangan Jokowi-Ma'ruf pada Pilpres mendatang, setidaknya pada kasus-kasus hukum karena ada lawyer senior di kubunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H