Jangan bayangin kamarnya apik ya, karena kami cuma dapet kamar yang lebarnya satu setengah dari bentang tangan orang dewasa, dan panjangnya seukuran satu tempat tidur
single, dengan kamar mandi yang seukuran satu orang berdiri, dan satu jendela kecil sebagai ventilasi. Sempit kan? Ya, tapi kami tetep bersyukur karena prinsip kami, yang penting masih tetep bisa tidur. Kami cuma bertahan semalam di sana, karena besoknya, kami coba hal yang lebih menantang.
Beberapa malam, kami putuskan untuk tidur di salah satu gerai makanan cepat saji yang buka 24 jam. Ya, enggak salah kok. Beberapa malam kami tidur di gerai Mc*, ditemani AC yang terus menyala dan semakin dingin sepanjang malam. Enggak ada alas tidur, karena kami cuma tidur di kursi makan, dan meja makan jadi tempat kami taro kepala.Â
Kami cuma nutupin kepala pake baju hangat kami. Tenang, enggak diusir kok. Entah apa kebijakan yang gerai makanan cepat saji di sana terapin, sehingga bisa dijadiin lokasi tidur dadakan pas malam tiba. Kami enggak sendiri, karena ada beberapa orang lain yang ngelakuin hal yang sama, yang kami lihat mereka bukan wisatawan, tapi lebih ke homeless. Kami lakuin hal itu selama dua malam.
Udah di situ aja? Enggak dong, selanjutnya, kami tidur di salah satu taman terbesar dan terkenal yang ada di Hongkong. Kowloon Park. Hah? Tidur di taman? Yes, satu malam kami coba tidur di taman. Kami tidur di bangku taman yang berbaris di sepanjang jalan di taman itu. Apa aman? Aman kok, enggak terjadi apa-apa. Suara serangga malam yang jadi pengantar dan teman kami untuk tidur, dengan cahaya yang bersumber dari lampu taman yang jadi penerangan kami.
Terus mandi dan urusan kakusnya di mana? Kami manfaatin salah satu masjid besar di pusat kota, Kowloon Mosque. Selain buat ibadah, kami juga mandi di sana selama beberapa tidur di lokasi sekitaran Kowloon. Para pengurus masjid menerima kedatangan kami kok, jangan salah sangka ya. Mereka juga bertanya, kami dari mana, kenapa ke Hongkong, dan beberapa omongan lainnya. Intinya, saya tetep bersih dan selalu jaga kebersihan kok, meskipun gak pake penginapan. Ya, meskipun agak repot karena mesti bawa-bawa tas barang bawaan ke mana-mana.
Sisa beberapa hari, saya coba hal yang lebih manusiawi. saya manfaatin salah satu aplikasi yang buat para
backpacker, mereka pasti udah ngerti. saya pake
Couchsurfing. Buat yang belom tahu, gampangnya, aplikasi ini bisa bantu para
backpacker dapet tumpangan tempat tidur dari warga setempat, dan GRATIS. Kita dianggap tamu oleh mereka. Mereka nyediain kamar buat kita, sering juga kita diberi makan, bahkan diajak jalan-jalan ke destinasi di daerah itu. Kalau mau tahu lebih soal aplikasi itu, bisa telusur dan survei sendiri.
Ya, beberapa malam saya tinggal di sebuah apartemen bersama satu keluarga ekspatriat yang asalnya dari Kanada. Keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua anak perempuan. Mereka menjamu saya dengan ramahnya. Mereka memberi makan saya secara cuma-cuma pagi dan malam, mereka mengajak saya berkeliling sekitar kediaman mereka, di daerah Stanley Hongkong. Sebuah wilayah pesisir pantai yang sangat cantik, bersih, dan tertata rapih. Beruntungnya saya bisa tinggal gratis bersama mereka.
Masalah makan dan jajan udah teratasi dengan gak pilih-pilih makanan elit, cari yang murah, tapi tetep mencukupi kebutuhan gizi dalam sehari. Masalah penginapan, udah teratasi dengan cuma nginep semalam di penginapan yang berbayar, selebihnya sampai liburan kami selesai, kami tidur tanpa ngeluarin uang sepersen pun. Jadi, pengeluaran terbesar ada di transportasi dan destinasi.Â
Dua hal itu enggak bisa diajak kompromi, karena dua hal itu gak bisa ditawar sana-sini, a.k.a. udah harga mati. Sebenernya, kita masih bisa pantau pengeluaran uang buat transportasi dan destinasi dari satu benda ini. Di Hongkong, hampir semua transaksi bisa dilakuin dengan tap kartu.Â
Kartu Octopus, jadi jimat jitu pengganti uang cash. Kartu yang bentuk dan fungsinya sama kayak kartu Fl*zz dan lain-lain ini, jadi media bayar yang popular di Hongkong. Kita bisa deposit uang kita ke kartu ini, tapi nanti, kalauliburan kita udah selesai, kita bisa refund kartu itu, dan ambil semua uang kita yang masih tersisa.
Terbukti, kan, kalau kita bisa tepis pandangan klasik itu. Pandangan yang selalu jadi momok buat orang saat nentuin liburan. Sebenernya, itu semua balik lagi ke kita, kalau kita bisa tegas soal pengaturan uang kita selama liburan, kita tetep bisa hemat kok. Â Terus, setelah liburan usai, kita enggak bakal dapet kata melarat.Â
Lihat Trip Selengkapnya