Siapa sih yang enggak mau liburan lama-lama? Kayaknya hampir semua orang mau hal itu. Tapi, karena banyak hal yang ada, kayak jatah libur atau cuti yang terbatas, sampe masalah budget yang takut berlebihan kalau liburan kelamaan, jadi "pengingat" bagi kita sendiri. Pengingat kalau kita musti menyudahi liburan kita, sedangkan hati kita masih pengen lanjut liburan.Â
Ya, mau gimana? Itu udah jadi masalah klasik yang terus berlanjut sampe sekarang. Menurut saya, pengeluaran uang terbesar saat liburan itu ada di penginapan, makan, destinasi, dan transportasi. Beberapa waktu lalu saya coba dobrak pandangan itu. Saya coba batasin budget liburan, tapi saya masih bisa rasain negeri orang dengan waktu yang tidak sebentar. Pilihan saya jatuh ke Hongkong, dan durasi liburan saya seminggu.
Budget liburan saya selama seminggu di Hongkong kurang lebih Rp 2.000.000. Janji saya bilang begini ke diri saya sendiri, "gue gak bakal ngabisin uang lebih dari itu". Itu cuma buat biaya hidup selama seminggu ya, karena tiket pesawat dan tiket ke Disneyland sudah disiapin sebelumnya dari Indonesia (kalau mau tahu liburan saya di Disneyland kayak apa, bisa lihat artikel yang saya bagikan sebelumnya).
Apalagi, kalau denger orang-orang yang liburan ke sana, banyak yang borong belanjaan branded yang harganya bisa bikin mata melotot. Enggak salah emang, karena menurut saya Hongkong termasuk negara maju. Semakin maju suatu negara, maka semakin tinggi juga biaya hidupnya (kalau patokannya adalah biaya hidup di kota besar di Indonesia).
Banyak restoran cepat saji kok, yang nawarin menu makanan murah. Kalau enggak mau, kita juga bisa beli makan di minimarket yang banyak tersebar di penjuru kota. Itu udah lebih dari cukup, karena saya harus sadar kondisi. Bisa aja saya ngelanggar janji saya itu, karena kalau kurang uang, saya bisa ambil langsung dari tabungan saya, karena mesin ATM gampang ditemuin di mana-mana.
Buat yang pernah ke Hongkong, kayaknya enggak asing sama daerah Chungking Mansion. Lokasi ini menurut saya jadi pilihan yang pas buat para nekaters yang mau tetep hemat uang buat penginapan, tapi lokasi penginapannya tetep strategis. Pas masuk daerah ini, kita bakal sering disamperin sama orang yang perawakannya kayak orang India dan Pakistan, yang nawarin kamar di sana. Mereka tahu banget, mana orang yang sekiranya butuh penginapan murah.Â
Seolah, orang-orang kayak itu punya magnet sendiri buat mereka, jadi mereka secara otomatis nyamperin kita. Dengan nada sedikit agak maksa, mereka terus nawarin kita kamar. Kita harus pinter-pinter nawar dan cari kesepakatan, supaya dapet kamar dengan harga yang jauh lebih murah. Saya dan kerabat saya, dapet kamar yang kalau dirupiahin, kira-kira harganya sekitar Rp 180.000 untuk dua orang per malamnya. Oke, karena kondisi udah capek dengan barang bawaan yang banyak, kami putuskan ambil kamar itu.
Kami cuma nutupin kepala pake baju hangat kami. Tenang, enggak diusir kok. Entah apa kebijakan yang gerai makanan cepat saji di sana terapin, sehingga bisa dijadiin lokasi tidur dadakan pas malam tiba. Kami enggak sendiri, karena ada beberapa orang lain yang ngelakuin hal yang sama, yang kami lihat mereka bukan wisatawan, tapi lebih ke homeless. Kami lakuin hal itu selama dua malam.
Udah di situ aja? Enggak dong, selanjutnya, kami tidur di salah satu taman terbesar dan terkenal yang ada di Hongkong. Kowloon Park. Hah? Tidur di taman? Yes, satu malam kami coba tidur di taman. Kami tidur di bangku taman yang berbaris di sepanjang jalan di taman itu. Apa aman? Aman kok, enggak terjadi apa-apa. Suara serangga malam yang jadi pengantar dan teman kami untuk tidur, dengan cahaya yang bersumber dari lampu taman yang jadi penerangan kami.
Terus mandi dan urusan kakusnya di mana? Kami manfaatin salah satu masjid besar di pusat kota, Kowloon Mosque. Selain buat ibadah, kami juga mandi di sana selama beberapa tidur di lokasi sekitaran Kowloon. Para pengurus masjid menerima kedatangan kami kok, jangan salah sangka ya. Mereka juga bertanya, kami dari mana, kenapa ke Hongkong, dan beberapa omongan lainnya. Intinya, saya tetep bersih dan selalu jaga kebersihan kok, meskipun gak pake penginapan. Ya, meskipun agak repot karena mesti bawa-bawa tas barang bawaan ke mana-mana.
Dua hal itu enggak bisa diajak kompromi, karena dua hal itu gak bisa ditawar sana-sini, a.k.a. udah harga mati. Sebenernya, kita masih bisa pantau pengeluaran uang buat transportasi dan destinasi dari satu benda ini. Di Hongkong, hampir semua transaksi bisa dilakuin dengan tap kartu.Â
Kartu Octopus, jadi jimat jitu pengganti uang cash. Kartu yang bentuk dan fungsinya sama kayak kartu Fl*zz dan lain-lain ini, jadi media bayar yang popular di Hongkong. Kita bisa deposit uang kita ke kartu ini, tapi nanti, kalauliburan kita udah selesai, kita bisa refund kartu itu, dan ambil semua uang kita yang masih tersisa.
Seneng saat liburan itu harus, tapi hemat dan bijak dalam keuangan saat liburan, itu juga harus. Jangan sampai, seneng-seneng kita saat liburan, bakal bawa stress lagi setelah liburan usai karena dompet yang udah ngos-ngosan. Tujuan liburan itu buang stress, bukan nambah stress setelah tahu keuangan pas-pasan. Selamat liburan.
Instagram: andrimam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H