Bisa kebayang gimana tenang dan sejuknya warga-warga Hindu Bali yang beribadah di sini. Kayak yang tadi udah saya bilang sebelumnya, di hutan ini ada beberapa pura.
Tidak jauh dari pura utama, kita bakal dituntun sama jalan setapak yang lembab dan basah karena tetesan air dari pepohonan, menuju ke pura yang lebih kecil. Desain dan bentuknya sama, hanya ukurannya aja yang beda. Di sana ada pendopo atau gazebo yang dijaga sama para tokoh sekitar. Mungkin, mereka ngejaga para wisatawan biar tetep aman.Â
Di depan pura kecil ini, ada satu jalan luas dan cukup panjang. Jalan yang tertutup sama lumut-lumutan. Jalan ini bisa dijadiin buat spot foto juga. Karena kalo lagi beruntung, di jalan itu bakal melintas kawanan atau sekelompok kera. Mulai dari pemimpin kelompok sampai ke bayi kera yang masih di gendongan induknya, bisa kita lihat, dan bisa jadi pelengkap objek foto kita. Keren, kan?
Mereka menamai pohon itu pohon Lanang Wadon. Kok gitu ya? Apa pohon ini sepasang, jadi dinamain begitu? Bukan gitu kok. Pohon ini dikasih nama itu karena ... ah, lihat sendiri aja deh dari gambar di bawah ini. Kalo mau jelasnya lagi, dateng aja ke sini, terus lihat langsung. Pohon ini kayaknya jadi penutup momen jelajah di hutan ini. Tapi, kalo masih kurang puas, bisa masuk lagi lewat pintu masuk utama tadi.
Keuntungan lainnya, alam (Sangeh Monkey Forest) juga bawa keteduhan secara finansial buat daerah dan warga sekitar. Pesan saya cuma satu, buat tetep jaga alam supaya kita bisa nikmatin keteduhan yang kita rasain sekarang, terus berkelanjutan, dan terus berkelanjutan. Jangan sampai Sangeh Monkey Forest -- dan alam-alam yang lain -- hilang, dan cuma jadi kenangan.
Instagram: andrimam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H