Bukannya nakut-nakutin, tapi emang begitu keadannya. Kalo kalian mau cari aman, dan meminimalisir resiko, mending ke sana pas musim panas.
Ya, tetep ada resikonya sih, apalagi kalo bukan kepanasan yang efeknya bikin item. Terserah kalian pilih yang mana. Apapun itu, pasti seru kok.
Tongkat kayu, sandal atau sepatu hiking jadi piranti yang bisa dibilang wajib buat dipake saat menuju Baduy Dalam. Jangan pernah kepikiran buat pake sepatu boots, atau "sepatu-sepatu manja" jenis lainnya. Itu salah besar, karena selain jadi penghambat buat jalan, sepatu kalian juga bakal bisa rusak pas sampe tujuan. Yang tujuan awalnya pake sepatu jenis itu buat style, biar pas difoto makin hits ternyata salah besar. Itu bakal jadi boomerang buat kalian sendiri.
Perjalanan kami terus berlanjut. Tanjakan, turunan, jembatan, anak sungai, lembah, dan hutan kami lewati. Matahari makin menuju ufuknya. Obrolan ini-itu terus terdengar. Langkah kami yang makin melemah, terus dipecut sama motivasi buat terus jalan oleh warga Baduy Dalam yang menuntun langkah kami. Mereka yang menuntun kami bukan cuma orang dewasa.
Ada beberapa anak-anak dan remaja Baduy Dalam yang juga menemani dan menyemangati kami supaya terus jalan. Kaki-kaki mereka keliatannya sangat kuat. Entah terbuat dari apa. Berjalan tanpa alas kaki di medan yang terjal, panas, dan berbatu. Mereka berjalan tetap kayak biasa, seolah mereka pake alas kaki khusus mendaki.
Mereka juga gak kelihatan capek, semburat senyum, tawa, dan candaan sesama mereka terus mengiringi perjalanan kami. Obrolan dan candaan yang mungkin hanya mereka sendiri yang paham.
Saat mereka berbicara dan bercanda sepanjang perjalanan, mereka pake bahasa yang mungkin hanya mereka yang paham. Saya hanya mengenal beberapa kata dalam bahasa Sunda yang mereka pake saat berbicara. Selebihnya? Hanya mereka yang paham.
Di lain kesempatan, mereka juga mengikutsertakan kami dalam obrolan mereka, begitu pula sebaliknya. Kami saling bercakap, bercanda, dan berfoto sama mereka. buat urusan foto, mereka juga gak malu buat bergaya kok.
Ketika mereka berbicara dengan kami, mereka pake bahasa Indonesia yang kami paham sepenuhnya. Senyum, tawa, dan candaan anak-anak Baduy Dalam saat menemani perjalanan kami, jadi obat lelah dan penyemangat bagi kami.