Mengawali hari dengan membuka media sosial, saya masih membaca berita mengenai European Super League (ESL). Berbeda dari hari-hari sebelumnya, berita yang beredar di media di sosial mengenai topik itu banyak membahas tentang Florentino Perez, presiden Real Madrid yang juga salah satu penggagas ESL.
Perez masih ngotot ingin melaksanakan ESL dan mulai mengkritik kebijakan tim-tim lainnya yang sebelumnya bergabung dengan ESL namun akhirnya mengundurkan diri juga karena satu faktornya adalah tekanan dari fans yang kebanyakan mereka tidak menghendaki terlaksananya ESL.
Ada dua komentar Perez yang menarik perhatian saya.
Pertama, ia beranggapan tim-tim yang sebelumnya memutuskan bergabung dengan ESL adalah tim yang sudah memenangkan gelar dan telah mencetak sejarah. Jadi mungkin tidak apa bila bergabung dengan ESL yang baru akan digelar pertama kalinya.
Kedua, ia membandingkan ESL dengan pertandingan tenis. Ia katakan bahwa bila Nadal berhadapan dengan Federer, semua orang menonton. Sedangkan bila Nadal berhadapan dengan pemain peringkat 80, sedikit saja yang menonton. Dalam hal ini Perez ingin menyampaikan pertandingan sesama tim besar akan lebih menarik penonton dibandingkan dengan tim besar melawan tim kecil.
Baiklah, mari kita membahas lebih lanjut.
Pertama, pemilik sebuah klub harus sadar bahwa klub yang dimilikinya dapat bereksistensi hingga saat ini karena fans. Fans dalam hal ini pun memiliki arti luas.
Ada fans yang hanya mendukung melalui menonton setiap pertandingan sepak bola klub favoritnya di stadion ataupun melalui live streaming. Ada pula fans yang mendukung dengan cara lebih ekstra, yaitu tidak hanya menonton pertandingan tetapi juga turut membeli merchandise atau souvenir asli yang dikeluarkan oleh klub sebagai wujud cinta kepada klub dan membantu pemasukan bagi klub.
Dapat dilihat saat ini dalam situasi pandemi, banyak klub yang merindukan sosok suporter yang hadir langsung menonton pertandingan guna menyemangati klub dalam bertanding. Ada juga klub yang melempem karena ketidakhadiran penonton dalam stadion sehingga atmosfer dalam stadion terutama bagi tim tuan rumah menjadi tidak terasa atau biasa-biasa.
Tetapi kecintaan fans terhadap klub tidak pernah memudar meski dalam situasi pandemi. Walau mungkin mengurangi belanja souvenir klub, namun fans yang setia tetap akan merogoh kocek untuk berlangganan internet atau tv kabel untuk menonton pertandingan klub yang dicintainya. Maka masih ragu tentang arti fans bagi sebuah klub?
Kedua, Pertandingan sepak bola dan pertandingan tenis berbeda dalam jumlah animo penonton. Sepak bola merupakan olahraga paling terkenal di dunia. Sepak bola sudah berkembang sangat jauh dari sisi bisnis dan komersil bila dibandingkan dengan 50 tahun lalu saat masih sulit menonton pertandingan sepak bola melalui televisi.
Tenis sendiri juga olahraga yang tidak kalah popular tetapi harus diketahui bahwa olahraga itu hanya popular bagi kalangan tertentu saja atau katakanlah bagi negara tertentu (negara asal atlet tenis).
Bila ada turnamen grand slam, sekalipun itu partai final apakah yakin penonton sepak bola turut menonton? Saya pikir tidak. Tetapi bagaimana dengan piala dunia, apalagi partai final. Saya yakin hampir setiap orang pasti ingin mengambil bagian (menonton) pertandingan tertebut, entah mengerti atau tidak, yang penting mereka merasa sudah ikut ambil bagian dalam sejarah terciptanya juara dunia sepak bola yang baru.
Sekali lagi, Sepak Bola dan Tenis adalah dua hal yang berbeda, baik dari jenis olahraga maupun dari segi penonton, dan mungkin angka komersialisasinya.
Dengan demikian, fans sepak bola yang seharusnya penentu bagi klub yang berniat ikut atau menarik diri dari ESL, oleh sebab dampak yang ditimbulkan dari keikutsertaannya menyangkut sejarah dan juga masa depan klub.
Hal itu tentu berbeda bila dibandingkan sebuah klub ikut serta dalam turnamen pramusim sekalipun itu dikemas dalam bentuk cup dan ada juaranya. Tetapi nilai gengsinya dan sisi sejarah memiliki arti yang berbeda.
Coba bayangkan bila klub kesayangan menang melawan sebuah tim besar dalam final turnamen pramusim apakah lebih bangga bila klub kesayangan menang melawan sebuah tim yang sama dalam ajang Liga Champions? Saya rasa tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H