Mohon tunggu...
andries christian
andries christian Mohon Tunggu... Freelancer - astronaut kucing

Membuat catatan dikala sedang sendu yang dimana tulisan ini disponsori oleh karena sakit hampir selama 3 bulan sehingga ga bisa kemana-mana, akhirnya punya banyak waktu lebih untuk menulis sambil tiduran, Jangan terlalu serius menanggapi tulisan ini, didalamnya mengandung muatan hiperbola sehingga jangan terlalu diberi makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Merayakan Disforia

27 Oktober 2019   16:41 Diperbarui: 27 Oktober 2019   17:10 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam yang bersautan dengan dinginnya sosok pilu, terjebak dimasa itu. diorama luka yang memanggilku perlahan. Setengah berbisik meskipun masih terdengar sampai ke kucing-kucing pekarangan rumah, Biarkan dipulihkan oleh waktu.

Sejenak terlelap tidur diantara ragu, Mencoba menemukan diriku dalam keramaian, Antara mati tapi tidak terpejam atau hidup tapi tidak berjalan. Orang-orang pintar menilai tapi bodoh memahami.

Pagi hari yang selalu mati, Merasa rindu pada tatapan nanar matahari, 2x3 membisu bersama lampu teduh yang bergantung dicakrawala langit-langit atap kamar berdebu.

Sendu menyapa amat nyata, kepalsuan yang begitu tampak, Orang-orang tersenyum menyapa seolah tidak ada apa-apa, padahal hati mereka bergumam kamu memang menyedihkan dan tidak berguna.

Lagi-lagi pagi ini mati, malam pun demikian adanya, hanya saja terlelap membuatku tenang sesaat, karena tidak harus memikirkan terlalu banyak tentang apapun, walapun setengah terpejam. 

Elitis motivator super cerdas mengajarkan bagaimana bertahan dalam tekanan. Tekanan yang tuhan pun tidak memberinya nama. Rasakan hal itu ada, merindu pilu, menyembah keputusasaan, mendalami sepi, meraba asa, mencari definisi.

Apa yang kalian pikirkan, mengapa tidak coba jadi aku 2 menit saja. Entah bagian ketika kamu hanya bisa tidur dengan sebelah mata tertutup, tidak bisa duduk presisi atau hanya bagian ketika kamu tidak bisa membuka mulut untuk makan atau bagian ketika kamu merasa terasing dan takut bertemu orang-orang. 

Sungguh hal-hal tersulit datang dari pandangan orang terhadapmu, bukan apa yang seharusnya kamu lakukan. Berkali pagi aku ingin mati saja, sedang sibijak berkata kamu kurang bersyukur, lantas bagaimana kamu mensyukuri ketiadaanmu dalam situasi bahwa kamu ingin dipahami orang-orang sekelilingmu.

Aku cukup sukses bertahan menahan murung yang tidak kutunjukan dengan ekspresi senyum dihadapan orang-orang yang tidak tahu apa-apa. Pagi yang selalu rumit, dijelaskan oleh kata atau retorika pemuka agama, dimanakah bagian terpenting hidup kalian? 

Sungguh amat sunyi berjalan dikehidupan seperti ini, berteriak diruang 2 x 3 kedap suara, apa yang baskara tulis kadang memang benar, tulisan yang membuat tenang sesaat, sampai ke repertoar marie ulven menjadi soundtrack murung paling ampuh untuk menjalani kelelahan sepanjang hari, ini adalah lagu sedih tapi kamu masih bisa menari.

Ekspresi tertekan tersirat dalam mata panda sembab dengan enteng orang berkata tanda seorang pemadat, lagi ternyata benar orang hanya mampu menilai tapi tidak memahami. kata-kata yang terekam itu sungguh sangat membekas dan terpatri entah sampai kapan biarkan dipudarkan oleh waktu. 

Satu dua tiga lalu berkata dan semua tampak baik-baik saja padahal hatinya sungguh sangat menggerutu kecewa. Kualitas kekecewaan yang tersirat dan tampak ketika bagaimana cara orang-orang itu menutup pintu, biasa saja namun keras sedikit membanting.

Menutup diri serapat mungkin menghindari hidup yang sebenarnya, belum siap menghadapi apapun, lagi sibijak berkata dasar si lemah dan tidak berguna. Setelah mengetik tulisan ini sesaat berdatangan ketenangan menegurku. Sial esoknya bangunku kembali kesiangan apalagi dalam menyapa orang dan kemudian merangkak berdiri lalu berjalan gontai sempoyongan melewati lorong rumah yang sudah sepi ditinggalkan, jongkok lalu menghitung hari-hari yang ku anggap sedih. sungguh pria dalam kaca itu sangat pandai mengecewakan orang.

Tenang saja dimensi depresiku belum separah chris cornell hanya saja sesekali ingin membenturkan kepala ketembok dan menikam leher dengan gunting. Kadang terlintas pikiran bahwa mati lebih dulu dari orang-orang yang disayangi adalah cara terbaik untuk tidak kehilangan dan berlarut dalam genang kelam. Sehingga pada akhirnya menikmati hidup atau tidak semua akan mati juga.

Aku selalu mampu bermimpi menghadapi kenyataan tapi nyatanya menghadapi kenyataan adalah sebuah mimpi. Bersembunyi dalam topeng senyum, Aku malas untuk berbincang tapi selalu senang melihat orang berbincang, menyimak bagaimana satu sama lain berinteraksi rasanya sungguh sangat membahagiakan. 

Berbagi resonasi secara tidak langsung. Banyak hal berputar dikepala menyaksikan bagaimana kesedihan itu menjalar melalui arteri, depresi musim panas, kata yang tertulis adalah barisan huruf yang berderet rapuh, menyentuh setiap sudut terasing. Berputar-putar lalu memar, tersungkur dan membiru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun