“Jikalau sudah diniatkan dan niat itu baik, insyaalloh ada jalan” itu yang melintas dalam hati. Betapa banyak hal dimudahkan termasuk kesempatan berolahraga di sela kesibukan bekerja. Khusus hari ini edisi dinas luarnya berada di kota Tasikmalaya. Rapat yang dimulai jam 8 pagi hingga jam 2 siang diselingi ishoma selama 45 menit menghasilkan beberapa kesepakatan dan hasil yang menjadi pedoman satu tahun ke depan. Tetapi sesi siang agak terkendala karena penyajian data yang berbentuk angka ternyata ada kesalahan proses formulasi sehingga perlu dihitung ulang dan membutuhkan waktu. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya para perwakilan pemilik bersepakat untuk menunda rapat hingga malam hari.
Setelah bubar dari ruang rapat, tanpa membuang waktu segera menuju kendaraan bersama 2 orang teman dan segera meninggalkan area hotel yang digunakan untuk rapat hari ini. Posisi ruang rapat dan hotel tempat menginap cukup strategis, karena terletak di lantai tertinggi sebuah mall besar di Kota Tasikmalaya. Tetapi kalau hanya untuk keliling mall kayaknya sayang sekali waktu terbuang. Mending mencari suasana alam... kalau bisa berolahraga.. berkeringat... bugar dan sehat.
Diskusi menentukan arah tujuan olahraga sangat singkat, dibantu gps maka si hitam gelap menkuncur menuju arah Gunung Galunggung. Betapa nikmatnya perjalanan menembus pinggir kota menuju jalan berkelok yang sangat mulus. Memang terasa agak sempit sehingga harus berhati-hati di belokan. Tetapi secara keseluruhan sangat menyenangkan. Apalagi jendela semua dibuka dan air conitioner di matikan, membiarkan tubuh dan wajah diterjang angin segar alam pegunungan.
Gunung Galunggung merupakan gunung berapi dengan ketinggian 2.167 meter di atas permukaan laut, terletak sekitar 17 kmdari pusat kota Tasikmalaya. Terdapat beberapa daya tarik wisata yang ditawarkan antara lain obyek wisata dan daya tarik wanawisata dengan areal seluas kurang lebih 120 hektare di bawah pengelolaan Perum Perhutani. Obyek yang lainnya seluas kurang lebih 3 hektar berupa pemandian air panas (Cipanas) lengkap dengan fasilitas kolam renang, kamar mandi dan bak rendam air panas. (Wikipedia)
Hanya perlu 45 menit, gerbang area Gunung Galunggung menyambut kami. Dihadapkan pada dua jalan, yang ke arah kanan menurut petunjuk menuju pemandian air panas sementara yang lurus terlihat begitu menanjak adalah menuju kawah Gunung Galunggung. Bu hajjah dibelakang kemudi terlihat agak ragu melihat jalan yang tinggi menjulang. Akhirnya sopir tembak mengantikan. Perlahan tapi pasti si hitam gelap merayapi tanjakan dengan perseneling gigi 1. Wajah tegang sedikit membayang, tetapi terhibur oleh hijaunya dedaunan dan suasana alami yang begitu melenakan.
Akhirnya setelah beraneka kelok menanjak dilewati, kami bertemu dengan persimpangan. Arah kiri menuju air terjun, arah kanan menuju kawah. Ya kanan donk, khan kita pengennya ke kawah. Hanya berselang 500 meter, parkiran kendaraan membentang, banyak warung-warung serta toilet dan paling penting keberadaan mushola kecil yang cukup bersih dengan airnya yang jernih.
[caption caption="Tangga ke kawah galunggung. dokpri"]
“Alhamdulillah sampaiii!!!!” teriak Pak Tresna ditimpali oleh tepuk tangan dari bu Hajjah. Diriku segera menuju mushola untuk shalat asyar sambil clingak clinguk mengamati arah menuju kawah. Ternyata...... kami belum sampai puncaknya, ini baru tempat parkiran saja.
Setelah sholat segera mengubah kostum dengan pakaian khusus bersepeda dan yang wajib adalah sepatu olahraga. Diusahakan matching donk, biru-biru... pokoknya hidup Persib. Lalu mengeluarkan si hijau speda setiaku dari mobil.
Warga lokal, kayaknya tukang parkir menghampiri kami, “Bade ka luhur pa? Ka palih dieu kana tangga” “Muhun” Kami jawab serempak. Ternyata tantangan alam membentang dihadapan mata, tangga putih mengular terlihat mengecil di ujung sana. Keterangan yang tertera di pintu tangga terdapat tulisan bahwa tangga yang harus dilewati adalah 630 buah anak tangga. Jika satu anak tangga 30cm berarti sekitar 1,89 km yang harus ditaklukkan. Amazing....
Tapi wajar saja wong Gunung Galunggung itu tingginya 2.167 meter diatas permukaan laut, jadi menaiki anak tangga segitu mah.... gampang. Kenyataannya tidak begitu. Baru lima puluh anak tangga saja, kaki terasa begitu berat nafas tersengal dan lutut memanas. Tetapi coba dilawan, segera kaki dilangkahkan menaiki tangga yang seolah mengejek atas kelelahan kami. Setapak demi setapak tangga dinaiki, rasa pegal dilawan oleha penasaran dan nafas diatur sedemikian rupa agar bisa menikmati seiring detak jantung kehidupan. Satu persatu anak tangga terlewati meski keringat dipaksa keluar dan mengalir deras dari mulai dahi hingga sekujur tubuh.... lumayan juga bikin keringet.
Setelah sekitar 22 menit berjuang menaiki anak tangga yang menjulang, tiba lah di puncak tangga terakhir. Rasa pegal dan keringat tergantikan suasana alam yang begitu menyejukkan. Kaki memijak pasir-pasir hitam yang menyambut dengan riang. Melangkah menuju bibir kawah terlihat danau menghijau dibawah sana yang begitu indah berpadu padan dengan tebing bekas erupsi yang menjulang menantang. Tak henti mata ini berkeliling melahap pemandangan yang begitu menenangkan.
Sepeda hijauku akhirnya tiba juga setelah mendaki 630 tangga, tanpa menunggu lama, segera digunakan untuk mengelilingi bibir kawah. Kayuhan awal betapa nyaman ditemani desau angin sore yang dingin menggairahkan. Kontur dataran yang sedikit mulai menanjak, bisa dilewati dengan sempurna. Tetapi justru di turunan curam, jam terbang diuji. Niatnya ingin mendekati danau kawah dibawah sana, sehingga mencoba memutar mencari jalan sambil menaiki sepeda kesayangan. Pada saat turunan curam tentu rem kanan kiri menjadi acuan. Hanya saja karena jarang melewati trek menurun berbentuk pasir, maka disaat rem ditekan karena harus berbelok curam ternyata ban sepeda malah selip. Akbiatnya raga inipun terdorong terjatuh meluncur menuju dataran pasir hitam. Tengkurap diatas pasir disamping si hijau yang juga menyeringai kesakitan.
Setelah menenangkan diri sejenak, akhirnya diputuskan untuk tidak jadi menuju danau kawah dibawah sana. “Yach mungkin ini peringatan, lagian udah sore” Suara hati menggema. Perlahan bangkit menuju si hijau yang dituntun perlahan sambil menanjak untuk menuju kembali tangga tadi yang menanti dengan setia.
Akhirnya dihabiskan dengan berphoto bersama dan menikmati pemandangan alam yang tiada habisnya. Apalagi kabut sore sudah mulai mendatangi sehingga terasa bahwa sedang berada di negeri diatas awan.
Setelah puas menikmati pemandangan kawah Gunung Galunggung, akhirnya kaki ini harus kembali ke parkiran membawa raga yang dipenuhi kenangan. Menuruni anak tangga relatif lebih mudah meskipun tetapi perlu konsentrasi dan konsistensi agar tidak terjerembab atau terguling ke bawah sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H