Tapi wajar saja wong Gunung Galunggung itu tingginya 2.167 meter diatas permukaan laut, jadi menaiki anak tangga segitu mah.... gampang. Kenyataannya tidak begitu. Baru lima puluh anak tangga saja, kaki terasa begitu berat nafas tersengal dan lutut memanas. Tetapi coba dilawan, segera kaki dilangkahkan menaiki tangga yang seolah mengejek atas kelelahan kami. Setapak demi setapak tangga dinaiki, rasa pegal dilawan oleha penasaran dan nafas diatur sedemikian rupa agar bisa menikmati seiring detak jantung kehidupan. Satu persatu anak tangga terlewati meski keringat dipaksa keluar dan mengalir deras dari mulai dahi hingga sekujur tubuh.... lumayan juga bikin keringet.
Setelah sekitar 22 menit berjuang menaiki anak tangga yang menjulang, tiba lah di puncak tangga terakhir. Rasa pegal dan keringat tergantikan suasana alam yang begitu menyejukkan. Kaki memijak pasir-pasir hitam yang menyambut dengan riang. Melangkah menuju bibir kawah terlihat danau menghijau dibawah sana yang begitu indah berpadu padan dengan tebing bekas erupsi yang menjulang menantang. Tak henti mata ini berkeliling melahap pemandangan yang begitu menenangkan.
Sepeda hijauku akhirnya tiba juga setelah mendaki 630 tangga, tanpa menunggu lama, segera digunakan untuk mengelilingi bibir kawah. Kayuhan awal betapa nyaman ditemani desau angin sore yang dingin menggairahkan. Kontur dataran yang sedikit mulai menanjak, bisa dilewati dengan sempurna. Tetapi justru di turunan curam, jam terbang diuji. Niatnya ingin mendekati danau kawah dibawah sana, sehingga mencoba memutar mencari jalan sambil menaiki sepeda kesayangan. Pada saat turunan curam tentu rem kanan kiri menjadi acuan. Hanya saja karena jarang melewati trek menurun berbentuk pasir, maka disaat rem ditekan karena harus berbelok curam ternyata ban sepeda malah selip. Akbiatnya raga inipun terdorong terjatuh meluncur menuju dataran pasir hitam. Tengkurap diatas pasir disamping si hijau yang juga menyeringai kesakitan.
Setelah menenangkan diri sejenak, akhirnya diputuskan untuk tidak jadi menuju danau kawah dibawah sana. “Yach mungkin ini peringatan, lagian udah sore” Suara hati menggema. Perlahan bangkit menuju si hijau yang dituntun perlahan sambil menanjak untuk menuju kembali tangga tadi yang menanti dengan setia.
Akhirnya dihabiskan dengan berphoto bersama dan menikmati pemandangan alam yang tiada habisnya. Apalagi kabut sore sudah mulai mendatangi sehingga terasa bahwa sedang berada di negeri diatas awan.
Setelah puas menikmati pemandangan kawah Gunung Galunggung, akhirnya kaki ini harus kembali ke parkiran membawa raga yang dipenuhi kenangan. Menuruni anak tangga relatif lebih mudah meskipun tetapi perlu konsentrasi dan konsistensi agar tidak terjerembab atau terguling ke bawah sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H